Jawaban dia enggak salah, sih. "Gue liat-liat dulu, bisa dibecandain apa enggak. Kalo enggak, gue gak bakal ngomong sembarangan."
Namun, bukan tentang omongan dia yang sembarangan itu yang ingin gue ceritakan hari ini. Ini soal apa yang dia ucapin dan gue setuju sama ucapannya.
"Ini nanti gue bisa punya rumah enggak, ya? Kayak, rumah, tuh, semahal itu. Gue harus punya suami yang kaya raya pokoknya, dah. Bukan, bukan enggak bisa biayain diri sendiri, bisa, tapi rumah ini kebeli enggak nanti?"
Gue enggak mau ambil pusing soal harus punya suami kaya raya. Gue mau penggal aja kalimat dia sampai soal bisa punya rumah atau enggak.
Setelah gue pikir-pikir, iya juga, ya? Kebeli enggak, ya, rumah impian gue nanti? Bisakah gue membangun rumah impian gue? Setelah hitung-hitungan gaji rata-rata lulusan baru.
Pusing, ya, kalau dipikirin. Tapi gue tetap memikirkannya.
Gue harus kerja for the rest of my life. Gue harus apa, dong, biar enggak kerja terus tapi uangnya banyak? HAHA.
Ah, dasar pikiran malam hari. Ada-ada saja.
Ngomong-ngomong, bagaimana kabarmu hari ini? Apa yang membuatmu senang?