Rabu, 05 Juni 2024
Hampir Tengah Malam
Senin, 22 Januari 2024
Courage and Honesty
Rinduku Kian Serakah
Aku paham, sih. Sebagai manusia, aku dititipkan dengan berbagai macam perasaan, termasuk merindu. Masalahnya, belakangan ini rinduku kian serakah. Ia mengecilkan perasaanku yang lain dan membesarkan diri. Membuat dadaku terasa penuh dan sesak.
Sudah membesarkan diri dan memaksa yang lain untuk mengecil, rindu yang kian serakah ini juga minta untuk dikeluarkan dan disampaikan. Gila, ya? Mau ditaruh mana mukaku.
Sudah kusuruh ia diam sejak beberapa hari lalu, tetapi ia malah menggila dan menjadi-jadi. Ia mulai menggangguku lewat mimpi. Seakan-akan berkata, kalau tidak segera dikeluarkan, maka tidurku tidak akan tenang.
Sudah, ya. Hanya segini kemampuanku untuk mengeluarkan kamu.
Jangan lagi membesarkan diri dan membuatku malu seperti ini.
Jangan datang lagi ke mimpiku.
Sungguh, aku ingin tidur dengan tenang.
Segeralah merindu yang lain.
Rabu, 07 Juni 2023
A Love Letter
Kamis, 25 Mei 2023
Seperempat Abad
Hai, apa kabar?
Dari judulnya, sebenarnya gue ingin menuliskan cerita ini sejak 17 Mei, ulang tahun gue. Enggak terasa kalau gue sudah seperempat abad alias 25 tahun. Secara umum, sih, usia segini waktunya cari barang-barang untuk seserahan, ya. Sayangnya gue masih sibuk untuk war tiket konser berbagai macam band.
Kalau dari hitungan 100, angka 25 itu seperempat alias quarter. Ya, benar! Mungkin kalian juga enggak asing dengan quarter life crisis ini. Btw, bahas quarter ini seakan-akan manusia bakal hidup sampai seratus tahun, ya. Padahal rata-rata usia orang Indonesia itu cuma sampai 70 tahunan.
Oke, kembali ke quarter life crisis.
Gue merasakan sendiri kebingungan atas hidup yang gue pikir sudah berjalan sesuai rencana. Banyak banget yang mengingatkan gue kalau usia 25 itu sudah tua. Waktunya memantapkan langkah untuk masa depan. Namun, enggak sedikit juga yang kasih tahu ke gue kalau usia 25 itu masih muda. Waktunya untuk explore banyak hal di kehidupan.
Setelah gue pertimbangkan, sepertinya konsep kedua lebih masuk ke hidup gue. Kenapa gue harus takut untuk mencoba hal baru hanya karena usia gue sudah 25 tahun? Kenapa orang yang usianya 25 tahun enggak boleh punya pilihan baru yang mungkin berbeda dari kebiasaan sebelumnya?
Sialnya juga, di usia segini gue mulai mempertanyakan angan-angan yang pernah terbayang di kepala. Kebanyakan dari mereka terbentur dengan realita. Rasanya mau gue kubur dalam-dalam dan hidup dengan apa yang ada di depan mata. Namun, ada sedikit bagian di diri gue bilang kalau gue masih punya banyak jalan untuk ke sana. Ada banyak jalan menuju Roma.
Bukannya hidup itu memang perkara untuk terus mencoba?
Selain kegundahan soal kehidupan, usia segini bikin emosi gue sedikit lebih matang. Gue sadar kalau gue enggak lagi punya banyak energi untuk mendebat dan menantang kalau ada yang bertingkah konyol. Di usia segini, gue juga enggak takut untuk melepaskan sesuatu yang memberikan energi negatif ke gue.
Di usia 25 ini gue juga lebih paham apa yang dimaksud dengan tanggung jawab, terutama soal pekerjaan. Gue yakin kalian pernah mengeluh dan menghela nafas atas kerjaan yang menumpuk, tetapi tetap dikerjakan sesuai arahan dan deadline. Rasanya muak banget, tetapi tubuh tetap bergerak untuk menyelesaikannya.
Lalu, soal waktu. Pas sekolah itu waktu gue banyak, tetapi uangnya terbatas. Sekarang uangnya ada, waktu gue terbatas. Memang memasuki kehidupan dewasa ini harus pintar-pintar memprioritaskan berbagai hal dalam hidup. Selain itu, di usia segini jarang banget gue bisa pergi dadakan sama teman-teman gue. Minimal gue harus buat janji 2 minggu sebelumnya.
Kangen juga punya waktu yang fleksibel. Hari ini janjian, besok jalan. Sore ditelfon, malamnya ketemu. Sekarang setiap orang punya kehidupan masing-masing, ya. Tenaga juga sudah habis di jalanan dan kantor. Rasanya sudah enggak sanggup untuk main dadakan.
Di lain sisi, gue beranjak dewasa, tetapi orang tua juga semakin tua. Ya, seperti pada umumnya juga. Orang tua gue mulai mempertanyakan kapan gue menikah. Masalahnya, ini Kim Mingyu masih sibuk comeback dan tour keliling dunia.
Enggak. Bercanda.
Pengin, sih. Namun, gue paham atas diri gue sendiri. Rasanya masih banyak hal yang gue ingin lakukan dan lebih baik dilakukan ketika gue sendiri. Kalau ada orang lain, ada banyak hal yang harus gue kompromikan dan gue belum mau melakukan itu. Masih banyak daftar di hidup gue yang harus gue diceklis. Gue harus selesai dengan diri gue terlebih dahulu. One day. The day will come.
Btw, gue termasuk anak yang percaya kalau semakin tua, pertemanan semakin sempit. Namun, enggak menutup kemungkinan kalau bisa punya teman baik yang baru. Gue melakukan dan merasakan itu. Ada banyak orang baru yang gue kenal di usia 24-an dan I feel loved by them. Gila, gue bersyukur banget dikasih orang-orang baik, meskipun enggak sedikit yang pergi.
Jadi, ya, begitulah rangkuman asal-asalan tentang memasuki usia 25 tahun dari gue. Selamat merayakan seperempat abad, Felly!
Selasa, 07 Maret 2023
Dua Bungkus Indomie Soto di Tengah Malam
Oh, I just spent my time with my dad dengan dua bungkus Indomie Soto di tengah malam.
Sejak saat itu, aku mencoba peruntungan dengan meminta beliau membuatkan mi saat aku harus bekerja sampai tengah malam, meskipun terkadang aku tidak lapar. Sejauh ini, Papa selalu mau membuatkannya. Dua bungkus Indomie Soto yang ditambah saus dan irisan cabai.
Saat aku menuliskan cerita ini, aku baru saja selesai melahap dua bungkus Indomie Soto bersama Papa. Meskipun rasanya tidak seberapa dan waktu makan kurang dari satu jam, makan mi yang dibuatkan beliau membuatku ingat kalau aku akan selalu jadi gadis kecilnya.
Rasanya itu seperti 'I am always your little daughter and I want to lean on you even if you just make me Indomie in the middle of the night.' dan mengingat hal ini membuatku senang. Meskipun tidak besar, kebiasaan makan Indomie di tengah malam bersama Papa berbuah manis.
Hari ini, bukan aku lagi yang minta dibuatkan Indomie, tetapi Papa yang tanya padaku saat sedang duduk di depan laptop.
'Kakak kerja sampai malam?'
'Kayaknya iya.'
'Ya sudah. Nanti kita bikin mi, ya.'
The little girl inside me was screaming with joy! Kalau waktu itu aku tidak berani meminta Papa membuatkan aku mi, mungkin tidak ada kegiatan makan dua bungkus Indomie Soto di tengah malam yang ditambah saus dan irisan cabai bersama beliau.
Even though the time that has been lost will never be repaid, having beautiful little memories like this with my dad makes me happy. Aku berharap kegiatan makan dua bungkus Indomie Soto di tengah malam bersamaku menciptakan memori yang indah di ingatan beliau.
Sabtu, 31 Desember 2022
Time Flies, Memories Stay
Sometimes I feel great, but most of the time, I want to give up.
Tuh, kan! Untung kamu enggak menyerah. Buktinya kamu bertahan sampai sekarang.
Be brave and be wise, time flies, but memories stay.
Selasa, 27 September 2022
Andai
Kadang, aku masih suka terjaga di tengah malam. Enggak peduli seberapa keras aku berusaha untuk terlelap, kepalaku terlalu berisik dan minta untuk diberi perhatian. Dia memintaku untuk mengingat hal-hal yang telah berlalu bernama kenangan. Sialnya, banyak kenangan yang sebenarnya ingin aku lupakan dan kubur dalam-dalam.
Belum lagi ketika aku berhasil terlelap. Kenangan itu tetap menghantuiku di alam mimpi. Memohon kepadaku agar tidak dilupakan dan selalu diingat. Bukannya apa, mengingat potongan-potongan kenangan ini bikin aku susah bergerak ke mana-mana. Rasanya itu seperti hidup di masa lalu dan terjebak di gelembung bernama andai.
Bukankah menyedihkan ketika seharusnya aku lebih banyak menatap ke depan, tetapi malah diam di tempat dan menghadap ke belakang? Rasanya aku juga ingin memohon ampun kepada semesta. Pasti ada banyak salah yang luput dari ingatan dan aku berlalu begitu saja. Apa di kehidupan sebelumnya aku pernah melakukan hal yang merugikan negara, ya?
Aku juga ingin seperti subjek mimpiku yang rasanya mudah untuk tertawa dan menikmati kehidupan yang sedang berjalan. Namun, kenapa kakiku terasa berat untuk melangkah? Kenapa rasanya masih ada tali tipis yang begitu kuat mengikat? Memang, apa yang aku usahakan belakangan ini belum masuk ke kategori ikhlas, ya, makanya aku jadi begini?
Aku paham, sih, bukan negara saja yang punya musim, tetapi kehidupanku juga. Masalahnya, kenapa rasanya dingin terus? Badainya kenapa enggak juga mereda dan hilang? Kenapa suhunya naik-turun dengan ekstrim? Aku, kan, jadi kesulitan untuk beradaptasi. Tahu, kan, hanya yang mampu beradaptasi yang dapat bertahan? Rasanya aku masih jauh dari sana.
Bukannya salah siapa-siapa, sih. Perasaanku, ya, tanggung jawabku. Aku satu-satunya orang yang bisa mengendalikan isi hati dan kepala ini. Meski kadang banyak diambil alih sampai aku kelimpungan sendiri. Aku, ingin lepas dari ini semua dan melangkah meski perlahan. Rasanya aku sudah enggak lagi tahan menanti terang di gelembung gelap bernama andai.
Jumat, 02 September 2022
Let Me Know
Kamis, 21 Juli 2022
Wishful Thinking
Senin, 02 Mei 2022
Badai yang Mereda
Sabtu, 12 Februari 2022
Point of View
Sepanjang aku hidup kurang lebih 24 tahun, aku tahu bahwa aku menyukai kota ini bagaimana pun keadaannya. Kota yang selalu bising dengan klakson kendaraan saat lampu lalu lintas berubah kuning. Kota yang selalu tergenang air ketika musim hujan datang. Kota yang punya banyak gedung tinggi dan lampunya menghiasi gelap malam.
Karena kota ini punya sesuatu yang aku suka. Ada kamu yang membuat menunggu lampu merah ke hijau menjadi lebih menyenangkan. Ada kamu yang menemaniku ketika panik kala petir dan hujan turun dengan deras di musim hujan. Ada kamu yang menemaniku menikmati lampu di gedung tinggi saat malam hari. Setiap sudut di kota ini berarti.
Seperti lampu lalu lintas yang berubah, musim yang berganti, dan lampu di gedung tinggi yang mati karena memang sudah waktunya, aku pun memiliki waktuku sendiri. Waktu saat aku harus menghadapi kota ini sendirian. Tidak ada yang menemani saat menunggu lampu lalu lintas berubah, datangnya musim hujan, dan menikmati lampu di gedung tinggi.
Kota yang aku sukai tidak pernah semenakutkan ini. Menunggu lampu lalu lintas tidak pernah semenjengkelkan ini. Musim hujan kini aku rutuki dengan sumpah serapah agar tidak pernah kembali. Lampu di gedung tinggi tidak pernah terasa indah lagi. Aku, ingin cepat pergi dari kota ini. Kota yang setiap sudutnya pernah begitu berarti.
Kucoba berpikir lagi sebelum membuat keputusan besar dan menyerah dengan kota ini. Apa aku ingin pergi karena rasa takut atau hanya belum terbiasa untuk melihat kota ini dengan sudut pandang yang baru? Rasa terbiasa terkadang memang menyulitkan dan adaptasi adalah kegiatan yang cukup menakutkan. Namun, bukan berarti aku tidak bisa, kan?
Kupelankan kendaraanku saat lampu lalu lintas berwarna kuning. Ketika warnanya merah, aku edarkan pandanganku ke sekeliling. Rupanya, dua orang dengan kostum badut yang sedang berjoget di pinggir kiriku menarik bibirku ke atas. Aku tersadar, bahwa ada banyak cara untuk menanti lampu hijau dan menunggu tidak selalu menjengkelkan.
Beberapa waktu lalu saat aku sedang duduk di rumah, dari jendela yang tidak tertutup gorden itu aku melihat anak-anak yang sedang berlarian di lapangan, menikmati setiap rintik hujan yang turun. Ternyata, hujan tidak selalu menakutkan dan bisa dinikmati dengan banyak cara. Di tengah udara yang dingin dan menusuk tulang, hatiku menghangat.
Kupilih kendaraan umum untuk membawaku pulang dari kantor petang itu. Gedung tinggi menjadi pemandangan utamaku selama di perjalanan. Perlahan, lampu-lampunya menyala. Kupikir tidak ada lagi yang spesial karena kini aku duduk sendirian, tetapi aku tetap takjub dengan kilaunya. Aku, tetap menikmati lampu di gedung tinggi itu.
Mungkin rasanya tidak pernah akan sama lagi karena melihat dan menikmati kota yang aku sukai ini dengan sudut pandang yang baru. Namun, kini aku tahu bahwa aku mampu membuat setiap sudut kota ini terus berarti. Aku hanya perlu mengizinkan diriku untuk lebih berani, mengedarkan pandangan lebih jauh saat berjalan dan merasakan lebih dalam.
Image: Unsplash
Sabtu, 01 Januari 2022
Selamat Tahun Baru 2022
Kalau berjalan sesuai rencana, tulisan ini akan kuunggah tepat di malam tahun baru. Aku pun sudah mulai menyicil rangkuman yang akan kutuangkan di halaman ini. Sudah di penghujung tahun, ini adalah waktu yang tepat untuk menapak tilas apa saja yang sudah aku lalui di 2021. Mencoba untuk merefleksikan diri dan berharap ada banyak hal yang bisa dipelajari.
Kalau boleh aku simpulkan, 2021 adalah puncak komedi sepanjang 23 tahun aku hidup. Tahun ini aku diberi kesempatan untuk merasakan hal-hal besar yang enggak terduga. Ada banyak harapan dan doa yang terjadi. Namun, enggak sedikit kejadian yang memilukan dan menggores luka datang menghampiri tanpa permisi. Salah satunya adalah soal kepergian.
Perihal pergi, tahun ini aku banyak merasakannya. Mulai dari kepergian seseorang yang memang waktu hidupnya sudah habis hingga kepergian beberapa orang karena saat di sebuah persimpangan jalan, tujuanku dengan orang-orang tersebut berbeda. Harusnya ini hal yang mudah dipahami, tetapi rasanya sulit untuk diterima dan aku harus beradaptasi lagi.
Aku percaya bahwa manusia memang memiliki perannya masing-masing. Bisa jadi, setiap manusia memang harus bertemu untuk melengkapi cerita satu sama lain. Sialnya, aku sampai lupa kalau setiap cerita itu pasti memiliki rentang waktu dan akhir. Aku jadi kelimpungan sendiri ketika harus berperan di cerita lainnya meski beberapa bagian favoritku sudah berakhir.
Pun enggak selalu manis, beberapa cerita punya akhir terbuka, menggantung, hingga tragis. Andai saja aku dikasih kisi-kisi kehidupan setiap tahunnya, akan kusiapkan hati yang lapang untuk masalah yang bisa membuat lubang besar di hati. Kupelajari cara menjalani hidup saat enggak sesuai prediksi. Kalau saja dikasih, aku yakin akan ada banyak hati yang cepat pulih.
When we do the best we can, we never know what miracle is wrought in our life or the life of another. - Helen Keller
Senin, 15 November 2021
Fragmen Memori
Namun, perasaan aneh ini tiba-tiba muncul ketika aku mengirim pesan untuknya. It feels like "Damn, we used to spend time together.", lunch, dinner, hangout after class, dan masih banyak lainnya. Time flies so fast. Karena kami sudah lulus kuliah dan kembali ke Jakarta-yang-memang-luas, kami pun jadi jarang bertemu dan bertukar cerita secara langsung.
Setelah perasaan aneh itu muncul tanpa diundang, aku pun memutuskan untuk membuka WhatsApp. Mengirim pesan ke grup yang cukup usang berisi sembilan orang perempuan. Iya, usang. Setelah kami lulus kuliah, obrolan di grup jadi jarang terjadi. Memang ketika kami kembali ke kota masing-masing, semua punya kesibukan yang berbeda.
Pasti kalian paham, kan, ketika enggak ada lagi kepentingan yang sama, maka intensitas interaksi pun bisa berkurang. Ya, ini bukan masalah dan umum terjadi dalam hidup. Long story short, aku minta foto-foto semasa kuliah karena aku enggak punya banyak di ponsel ini. I want to recall some memories. I want to feel what I felt at that moment.
Beberapa temanku di grup pun mengirimkan banyak foto waktu kami kuliah. Mulai dari foto setiap semester setelah ujian, setiap ada yang ulang tahun, hingga wisuda. And something goes wrong. I just realized about it. Bicara soal I want to feel what I felt at the moment, sialnya aku enggak bisa mengingat kejadian di foto tersebut dengan baik.
Shit, when was this photo taken? What are we really doing besides coming to our friend's graduation? Why do I do this pose? I can't remember it well. Rasanya seperti disuruh menceritakan kembali mimpi yang baru gue alami. Kesusahan. No matter how beautiful the dream is, I still can't tell it completely. Aku hanya bisa mengingat bagian sebelum benar-benar kebangun.
Kamis, 21 Oktober 2021
Aku Harus Bergegas
Senin, 23 Agustus 2021
Unrelease
Sabtu, 14 Agustus 2021
Sebuah Pertanyaan
Dalam berisiknya keheningan, aku selalu bertanya pada gelap, 'Apa cerita ini memang benar-benar sudah berakhir? Apa sudah harus kububuhi tanda titik di akhir kalimatnya?'. Sial. Malamku seringkali tidak tenang karena ini.
Sabtu, 31 Juli 2021
Perubahan dan Adaptasi
Sejak gue kecil hingga remaja dan mulai sadar akan eksistensi gue sebagai manusia, bintang atau zodiak kelahiran kerap dibicarakan. Bahkan, hingga kini gue berusia 23 tahun, perbincangan zodiak ini semakin mendalam. Kalau sebelumnya gue hanya paham 12 zodiak yang masuk ke dalam kategori sun sign, ternyata ada yang namanya moon sign dan rising sign. Apa kalian paham apa itu semua, sobat?
Meskipun enggak sepenuhnya percaya zodiak, bohong kalau gue enggak pernah membaca tentang tahun kelahiran gue beserta tetek bengeknya. Selain dengan logo banteng dan keras kepalanya, ternyata Taurus masuk ke dalam earth sign (Tahu earth sign, enggak? Ada Taurus, Virgo, dan Capricorn) yang susah menerima perubahan. Menarik. Sulit menerima perubahan bisa berarti sulit beradaptasi?
Konon katanya, seorang Taurus agak susah menerima perubahan karena sifat dasarnya adalah kestabilan. Rutinitas adalah sesuatu yang disukai Taurus. Lalu, gue pun berpikir. Kalau begini ceritanya, enggak perlu pakai tameng zodiak lagi. Beberapa manusia memang suka kestabilan, rutinitas, dan rasa familiar. Dengan begitu, akan ada rasa aman. Meski di sisi lain, terus di zona nyaman bisa bikin stuck.
The more you stay the same, the more they seem to change. Don't you think it's strange? - Put your records On, Corinne Bailey Rae
Well, meskipun enggak salah dan banyak juga perubahan yang sifatnya baik, gue pernah membaca tulisan seseorang bahwa sah-sah saja untuk hidup stabil dan enggak terus berambisi. Karena dengan terus berambisi, kita dituntut untuk selalu bergerak maju dan mengambil taktik sebaik mungkin. Pergerakan itulah yang menuntut kita untuk terus berpikir agar tidak salah dalam melangkah.
Namun, bukan perubahan semacam itu yang ingin gue bahas, tetapi perubahan kecil dalam kehidupan yang tanpa kita sadari akan membuat kita berucap "Oh, dulu kita begini, ya...", "Seru banget dulu kita di sekolah begini...", dan disertai rentetan memori yang bermain di kepala. Meskipun secara kasat mata enggak terlihat, ternyata perubahan itu ada. Enggak jarang jadi menciptakan resah.
I remember when I was in high school, Twitter became one of the most used social media by me and my friends. We were fine until the semester break came. We didn't see each other for two weeks, we never chatted again on Twitter. There's nothing wrong, people are just busy with their lives and enjoying the holidays, but then I think it's not like it used to be. Hey, why don't you guys come on Twitter? Hey?
The more things seem to change, the more they stay the same. Oh, don't you hesitate? - Put Your Records On, Corinne Bailey Rae
Sungguh, terkadang gue benci kalau sadar akan sesuatu seperti di atas. Padahal, ya, enggak muncul di Twitter juga enggak apa-apa. Orang sibuk sama hidupnya sendiri, begitu pun gue, kan? Cuma, gue yang sudah terbiasa dengan hal tersebut jadi planga-plongo sendiri. Padahal kalau dipikir-pikir, ya, enggak ada masalah. Bahkan ini bukan masalah. Cuma, rasanya di hati, tuh, enggak enak. Rungsing.
Sama halnya dengan dua tahun belakangan ini. Meskipun perubahan selalu ada dan enggak pernah bisa dihindari banyak-banyak, dua tahun ini perubahan yang terjadi cukup drastis. Rasanya semua orang dituntut untuk menjadi benda cair yang selalu siap mengikuti bentuk wadah yang menampungnya. Nyatanya, manusia bukanlah air dan banyak orang yang butuh waktu untuk paham, lalu beradaptasi.
Semenjak selesai kuliah dan balik ke Jakarta, beberapa agenda yang akan gue lakukan adalah bertemu tatap muka dengan teman, hangout ke kafe dan mall sesering mungkin, dan ke tempat-tempat seru di Jakarta. Biasalah, angan-angan manusia yang baru beranjak dewasa dan punya penghasilan. Having fun with friends. Sialnya, angan-angan itu harus gue simpan entah sampai kapan sejak Februari 2020.
The more things change, the more they stay the same. The same sunrise, it's just another day. - The More Things Change, Bon Jovi
Setelah bekerja dan harus di rumah selama pandemi, tentu ada beberapa hal yang membuat gue harus ke kantor. Laptop enggak bisa di-charge contohnya. Gue, si extrovert ini harusnya senang karena akhirnya keluar rumah dan bertemu dengan beberapa orang di kantor nantinya. Sialnya, bukan senang yang gue rasa, tetapi rasa aneh yang menyelimuti. Entah alasannya apa juga gue enggak bisa paham.
Di luar soal perkantoran dan jalanan ini, ternyata gue yang-self-claimed susah menerima perubahan ini sepertinya hanya takut. Takut sama sesuatu yang baru dan enggak familiar. Takut kalau nanti akan ada masalah baru dan enggak bisa menghadapi masalah yang akan menerpa. Takut kalau hal baru enggak sesuai sama ekspektasi di kepala dan perkiraan. Padahal, perubahan juga banyak yang baiknya.
Things change. Stuff happens. Life goes on. - Elizabeth Scott
Jadi ingat perkataan Jay B baru-baru ini. Dia merasa jauh lebih merasakan kebebasan dari sebelumnya. Merasa dia adalah dirinya yang sesungguhnya. Cuma, karena dia salah satu member grup yang memang terbiasa promosi ramai-ramai, hal itu cenderung membuat Jay B merasa sendirian kalau lagi aktivitas solo. Duh, bapak leader, semoga perubahan ini bawa banyak kebaikan dan kebahagiaan, ya!
Mungkin ini juga yang membuat seseorang susah move on? Karena memulai hubungan yang baru itu seperti beranjak dari tempat yang sudah familiar ke tempat yang asing. Apalagi kalau kata Katy Perry di Thinking of You, sih, comparisons are easily done once you've had a taste of perfection, takut kalau yang baru enggak sebaik yang lama. Lanjutan dari Katy Perry juga how do I get better once I've had the best?
Betapa random-nya gue. Mulai dari zodiak hingga move on gue bahas. Bicara soal perubahan, semoga kita bisa menjadi bunglon yang selalu bisa beradaptasi di banyak keadaan. Semoga teka-teki dan puzzle dalam hidup terjawab dan menemukan tempat yang tepat. Semua perubahan personally dan profesionally memberikan banyak pengaruh baik. Rasa cemas dan takutnya dibayar dengan rasa senang.
Image: Pixabay