Sabtu, 30 Oktober 2021

Review Novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya - Keigo Higashino

Teman gue membaca novel ini karena bias-nya membaca ini juga. Kalau gue, membaca Keajaiban Toko Kelontong Namiya karena novel ini ramai dibicarakan akun Twitter Literary Base. Para pecinta buku mungkin follow akun ini. Sejujurnya gue tidak menaruh harap dengan novel ini. Gue hanya ingin tahu kenapa orang-orang bilang novel ini bagus. Ssst, ada spoiler sedikit.

Shit. Yes, this novel is hella good. Sebelum beranjak lebih jauh, gue cuma punya dua kata untuk menyimpulkan novel ini: unfinished love. Cinta memang sederhana, tetapi keadaan seringkali rumit. Emang, ya, true love enggak akan ke mana. Kalau memang jodohnya pasti akan bertemu lagi. Akan ada banyak cara dan keanehannya untuk membuat mereka bersatu kembali. #pret

Review Novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya

Di awal-awal bab gue menyimpulkan kalau setiap bab di novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya ini tidak berkesinambungan. Memang, ya, poin tentang membaca dan mendengarkan secara keseluruhan itu benar adanya. Setelah lewat dari bab ke-4, gue sadar kalau semuanya memiliki kaitan. Gue baca novel ini versi Bahasa Indonesia dan menurut gue terjemahannya sangat apik.

Untuk cerita, sejujurnya ada sedikit dalam hati gue yang berkata "Ini dipaksa disambung-sambung enggak, sih?", tetapi karena diterjemahkan dengan baik dan tentu alurnya yang rapi, gue melupakan bagain jelek di hati gue tersebut. Lalu lanjut menikmati cerita. Fyi, teman gue yang membaca novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya ini juga punya opini yang sama dengan gue.

Gue sampai lupa kalau novel ini merupakan novel fantasi. To be honest, I'm not into this genre but this book makes me forget about its genre. Keajaiban Toko Kelontong Namiya dibuka dengan tiga pemuda yang sedang melarikan diri karena aksi pencurian yang dilakukan. Mulai dari drama mobil yang dicuri itu mogok hingga akhirnya mereka sampai di toko tua yang tidak berpenghuni.

Gue suka penggambarkan karakter Atsuya, Shota, dan Kohei dari cara mereka melakukan sesuatu. Kalian bisa merasakan karakter yang keras kepala, pembawaann tenang, hingga terkesan lugu. Di lain sisi, ada beberapa hal yang sangat relate dengan kehidupan nyata. Seperti beberapa orang yang enggak mau ikut campur sampai orang-orang yang feeding their curiosity about something.
Aku paham maksudmu, Atsuya, tapi aku tidak bisa diam saja. Aku ingin membantu karena sepertinya si Nona Kelinci benar-benar bingung. - Halaman 26

Rasanya pengin gue tulis ulang semua yang ada di novel ini, tetapi nanti namanya bukan review. Long story short, Toko Kelontong Namiya ini milik seorang kakek bernama Yuji yang seringkali memberikan jawaban atas pertanyaan anak-anak dan tidak sedikit yang konyol. Namun, Yuji tetap memberikan jawaban sebaik mungkin hingga akhirnya mulai datang banyak pertanyaan serius.

Sesi konsultasi ini terjadi di tahun 70-an oleh Yuji dan masa sekarang oleh Atsuya, Shota, dan Kohei. Semacam ada dunia paralel yang terjadi dalam suatu malam. Sudah gue sebutkan di awal bahwa semua kejadian di novel ini berkaitan, jujur, terkadang gue bingung dengan alur waktunya. Jadi, di beberapa bab gue harus baca pelan-pelan dan mengingat kembali apa yang ditulis sebelumnya. 

Di sesi konsultasi ini, pembaca akan disuguhkan dengan berbagai macam permasalah mulai dari gadis yang ingin menggugurkan kandungannya, pemusik yang bingung harus lanjut mengejar passion atau mewarisi toko ayahnya, seorang anak yang memutuskan kabur karena ayahnya yang terlilit hutang, hingga perempuan yang bekerja menjadi hostes untuk menyambung hidupnya.

Ternyata, memberikan saran itu enggak mudah, ya. Menghadapi orang yang sedang kebingungan itu rumit. Ada debat antara hati dan pikiran, dua hal yang memang susah bersatu. Salah dan kurang bijak menjawab, bisa bikin mereka yang kebingungan semakin hilang arah. Buat gue, setiap hal yang tertulis di novel ini punya banyak pesan tersirat yang mendalam.

Maksudku ajukan pertanyaan yang lebih detail. Dari pembicaraan kalian, menurutku kalian berdua sama-sama ada benarnya. Bagaimana kalau  kita pastikan dulu keseriusan gadis ini, baru memikirkan langkah selanjutnya? - Halaman 302

Di sisi lain, ada tempat sama ajaibnya di novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya, yaitu rumah perlindungan anak Taman Marumitsu. Jadi, semua karakter di novel ini punya hubungan dengan tempat tersebut. Taman Marumitsu ini didirakn oleh seorang perempuan bernama Akiko yang sangat peduli dengan pendidikan dan anak-anak yatim piatu.

Ada bagian yang bikin perasaan gue hangat dari cerita Akiko. Dirinya memutuskan untuk tidak menikah hingga akhir hayat karena cintanya hanya untuk seseorang. Membuat gue berpikir, ada enggak orang seperti itu di dunia nyata? Karena tidak bisa bersatu dengan orang yang dia cintai, maka memilih untuk hidup sendiri dan melakukan hal yang disukainya saja?

Buat gue, novel ini sungguh ajaib sesuai namanya. Pesannya juga banyak banget. Mulai dari mengikuti kata hati, enggak menyerah sama keadaan, dan cinta itu kekuatannya sungguh luar biasa. Meskipun sedikit membingungkan alur waktunya, tetapi semua akan jelas pada akhirnya. Semacam "Ah, that is why all of this happened." akan keluar dari mulut pembaca.

  • Judul Buku: Keajaiban Toko Kelontong Namiya
  • Penulis: Keigo Higoshino
  • ISBN: 978-602-06-4828-6
  • Penerbit: Gramedia
  • Halaman: 400

Image: goodreads

Kamis, 21 Oktober 2021

Aku Harus Bergegas


Di kamar berukuran 4x4 ini, semua yang pernah terjadi dalam 23 tahun hidupku datang tiba-tiba. Seakan memohon untuk diingat, pun muncul sebagai godaan agar aku menetap. Rasanya mereka berniat untuk mengaburkan keteguhan hatiku akan keputusan yang kupikir sudah bulat dan mantap. Namun, rasanya aku salah. Ternyata ada ruang di hatiku yang terasa aneh penuh gelisah. 

Buku setebal 7 senti yang menjadi saksi bisuku selama kuliah. Tas tote bag yang warnanya sudah kucal. Keranjang baju kotor di pojok ruangan. Rasanya, mereka semua sedang menatapku dengan sendu. Jangan melihatku seperti itu. Aku tahu aku memang menyedihkan. Di ambang bingung atas keputusan yang kubuat sendiri. 

Pernah kubaca sebuah kalimat bahwa hidup itu perkara berani. Kali ini, aku ingin mengambil bagianku. Berani keluar dari tempat lama untuk menuju tempat baru. Setelah menanti dengan penuh harap serta kecemasan, hari ini tiba juga. Waktu untuk menyelesaikan kegiatan mengemas dan memilih barang mana yang harus kubawa dan kutinggalkan.

Perkara berani dan pindah tempat itu memaksa orang untuk beradaptasi. Beradaptasi dengan alamat baru. Beradaptasi dengan rute baru. Beradaptasi dengan lingkungan baru, dan beradaptasi dengan hal-hal baru lainnya. Sanggupkah aku melaluinya? Sanggupkah aku beradaptasi dengan semuanya? Kalau ternyata nanti tidak nyaman, bagaimana? Ah, aku harus bergegas.

Rasa takut dan ragu pun menyerangku yang sedang berhadapan dengan beberapa kardus kecil yang sudah dinamai sesuai isinya. Seketika ingin kubongkar semua dan kutata seperti semula. Seketika aku ingin melakukan rutinitas harianku saja. Mereka bilang 'if you never try, you’ll never know’. Memang, tetapi perasaan aneh ini menghantamku dengan kejam.

‘Coba dulu. Jangan takut’, katanya. Sialnya, mereka tidak pernah memberi peringatan bahwa perubahan itu akan diikuti rasa takut. Seperti bayangan di ruangan penuh cahaya. Tidak bisa dihindari dan selalu mengikuti. Aku edarkan pandanganku sekali lagi. Lucu, ya. Sesuatu akan selalu lebih berharga ketika waktu untuk bersama telah usai. Meskipun sesekali aku akan kembali.

Tidak pernah kusadari sebelumnya bau khas kayu dari lemari pakaianku. Kini aromanya masuk ke penghidu. Aroma yang mungkin saja kutemukan di tempat lain, tetapi kutahu, mereka tidak sama. Ruang yang telah lama kutempati kini terasa lebih lega. Bunyi klik dari pintu pun masuk ke telinga. Aku harus bergegas. Pesawat yang akan membawaku tidak akan menunggu lebih lama.

Image: Pixabay