|
|
Waktu di kantor beberapa hari lalu, aku dan beberapa temanku membicarakan hal terkait keluarga. Ternyata, dinamika setiap keluarga itu berbeda-beda. Ada yang berjalan mulus dan lembut, tetapi juga ada yang berjalan diiringi dengan tanda tanya.
Salah satu temanku bilang bahwa dirinya merasa aneh ketika Ibunya bersikap lembut. Bukan karena selama ini bersikap kasar, tetapi kesibukan Ibunya di tempat kerja membuat mereka jarang menghabiskan waktu bersama (ini kesimpulanku dari ceritanya).
Hal itu membuat temanku merasa aneh ketika Ibunya menawarkan perhatian dan kasih sayang. Menurutku, itu adalah sikap yang wajar. Saat dihadapi situasi baru, tubuh akan lebih waspada. Sayangnya, beradaptasi dengan hal baru bukan perkara mudah.
Setelah aku pikir-pikir, aku juga kehilangan banyak waktu bersama Papa. LDR Jakarta-Bandung selama 21 tahun penuh dan Papa hanya pulang dua kali dalam sebulan, tentu memoriku bersama beliau itu sedikit. Meskipun memoriku bersama beliau itu banyak bahagianya.
Namun, saat masih sekolah dulu, aku memang kerap bertanya 'Eh, teman-temaku ke sekolah diantar Papanya, ya? Kenapa aku jarang banget?'. Oh, ternyata aku memang kehilangan peran Papa di banyak aspek kehidupan, terutama saat aku sekolah dulu.
Saat sudah menetap di Jakarta, ternyata peran Papa juga tidak terlalu signifikan. Aku jadi teringat cerita temanku tadi. It would be strange if I suddenly become clingy to my dad and vice versa. Namun, kalau tidak dibangun, kami bisa kehilangan peran sebagai anak dan orang tua.
Selain mendengarkan YouTube dan merokok, salah satu kebiasaan Papa di tengah malam adalah makan Indomie Soto di ruang tamu. Ya, aku menyadarinya karena belakangan ini aku bekerja sampai tengah malam di ruang tamu bersama beliau.
Lapar di tengah malam terkadang membuatku minta Indomie yang beliau sedang makan. Rasanya biasa saja, lebih enak Indomie Soto buatan Mama, to be honest. Meskipun begitu, terkadang aku melahapnya sampai habis dan Papa tidak masalah.
Oh, I just spent my time with my dad dengan dua bungkus Indomie Soto di tengah malam.
Sejak saat itu, aku mencoba peruntungan dengan meminta beliau membuatkan mi saat aku harus bekerja sampai tengah malam, meskipun terkadang aku tidak lapar. Sejauh ini, Papa selalu mau membuatkannya. Dua bungkus Indomie Soto yang ditambah saus dan irisan cabai.
Saat aku menuliskan cerita ini, aku baru saja selesai melahap dua bungkus Indomie Soto bersama Papa. Meskipun rasanya tidak seberapa dan waktu makan kurang dari satu jam, makan mi yang dibuatkan beliau membuatku ingat kalau aku akan selalu jadi gadis kecilnya.
Rasanya itu seperti 'I am always your little daughter and I want to lean on you even if you just make me Indomie in the middle of the night.' dan mengingat hal ini membuatku senang. Meskipun tidak besar, kebiasaan makan Indomie di tengah malam bersama Papa berbuah manis.
Hari ini, bukan aku lagi yang minta dibuatkan Indomie, tetapi Papa yang tanya padaku saat sedang duduk di depan laptop.
'Kakak kerja sampai malam?'
'Kayaknya iya.'
'Ya sudah. Nanti kita bikin mi, ya.'
The little girl inside me was screaming with joy! Kalau waktu itu aku tidak berani meminta Papa membuatkan aku mi, mungkin tidak ada kegiatan makan dua bungkus Indomie Soto di tengah malam yang ditambah saus dan irisan cabai bersama beliau.
Even though the time that has been lost will never be repaid, having beautiful little memories like this with my dad makes me happy. Aku berharap kegiatan makan dua bungkus Indomie Soto di tengah malam bersamaku menciptakan memori yang indah di ingatan beliau.