Efek jalanan seperti ini ke badan itu bikin mual dan pusing. Apalagi kalau perut belum di isi sama Nasi Kapau. Duh! Sekarang gue tahu betapa enak dan nikmatnya Nasi Kapau. You have to try it. You have to eat Nasi Kapau! Apalagi langsung dari asalnya dan sekarang gue kangen Keripik Sanjai.
Setelah hampir 7 tahun lamanya gue enggak pulang kampung, pertengahan Juli 2017 lalu akhirnya gue datang ke tempat yang terkenal banget dengan Jam Gadang-nya. Siapa tahu perjalanan ini jadi one step to go to another city or country, right? Anyway, it was my first time for taking an air plane and Lion Air is on time, dude! So happy to hear that, huh?
Setelah beberapa kali pulang kampung, akhirnya tahu bagaimana, sih, bentuk dari Kelok Sembilan, Istana Pagaruyung, dan lain-lain. Anyway, terima kasih untuk om dan tante di sana atas tumpangan dan traktirannya yang bikin aku jadi tahu tempat-tempat yang selama ini cuma aku dengar tanpa tahu wujudnya seperti apa.
Kelok Sembilan, sebenarnya jalanan biasa dengan kelok yang terlihat jelas, yang menurut tante gue emang ada 9 jumlahnya. Akhirnya, sampai juga di kelok yang paling atas. Jalanan berkelok di antara bukit-bukit yang membuat banyak orang berhenti, lalu keluar dari kendaraannya untuk berfoto atau melepas penat. The view is really cool! Meskipun enggak sedikit juga kendaraan yang hanya berlalu-lalang melewatinya dengan tujuan masing-masing. Seperti hidup, mungkin kita di jalan atau tempat yang sama, tetapi tetap punya tujuan masing-masing.
Setelah foto-foto dan duduk-duduk di Kelok Sembilan, tujuan selanjutnya adalah Lembah Harau. Lembah Harau ini lebih deket dari rumah tante gue, but she took me to Kelok Sembilan first karena tante gue tahu kalau di Kelok Sembilan itu hanya sekedar liat-liat dan foto saja. Lembah Harau itu lebih ramai, seperti tempat wisata pada umumnya. Pengunjung bisa belok ke kiri untuk lihat air terjun dan ke kanan untuk lihat tebing yang mengelilingi dengan indah. We turn right first dan kata tante gue di sini tempat menginap anak-anak sekolah yang punya acara dari sekolah. Setelah itu kita ke air terjun dan banyak tukang foto langsung jadi di sana. I tried it in Kelok Sembilan too. Btw, i love the way my aunt manage the time, then i really get something from her:
“Aturlah
perjalananmu dengan baik, agar semua destinasi bisa kamu kunjungi dan kamu tetap menikmatinya.” –Felly, 2018.
Oke, gue lanjutin tulisan ini, setelah hampir enam bulan gue diemin. Tadinya, gue pengen nulis a la travel blogger, tapi yaudah, gini aja. Next, gue ke Danau Singkarak, yang kalo menurut gue, dilihat dari atas itu bagus, dari deketpun menarik perhatian. Banyak anak-anak yang berenang di sana, termasuk sepupu gue. Banyak juga orang yang naik perahu/kapal, entah dari mana ke mana. Gue? Menikmati sekitar. Lalu gue ke Istana Pagaruyung dan mendapat tour guide yang super baik, alias tukang foto yang secara suka rela menjadi tour guide gue di Istana Pagaruyung. It was a great place, dan gue merasa de javu saat itu, kayak pernah ke tempat kayak gini di Jakarta.
Tentang ke Jam Gadang, gue berkali-kali ke sana saat itu, siangnya ke Pasar Atas, malamnya ke Jam Gadang, warnanya berubah-ubah pas malam, it's cool. Then, i had an experience when i was at Panorama. Di mana saat itu, gue disamperin monyet, yang mengira kalo gue itu bawa makanan, yang padahal itu adalah handphone gue. Astaga, dag-dig-dug perasaan ini dikelilingin monyet. Lalu semakin gue banyak gerak, monyetnya semakin nyamperin. And how can i fight with monkeys?!
Next, mungkin yang pernah ke Danau Maninjau dan Puncak Lawang, tau gimana bentuk jalanan untuk ke sana. And that’s the only way to get there. Masalahnya gini, gapapa kalau sekali jalan, Danau Maninjau dan Puncak Lawang terlewati. Tapi seringkali kenyataan gak sejalan dengan harapan. Ketika gue mau ke Danau Maninjau, dan udah sampe di kelok 11, which means i had through 33 kelokan, jalanannya lagi di perbaiki, dan harus menunggu dua jam. Om gue sangat tidak bersedia untuk menunggu selama itu, lalu guepun balik, mampir ke Ngarai Sianok sebentar, lalu pulang. Such a great day. Mungkin ini cara semesta menyuruh gue biar cepet balik lagi ke Bukittinggi, untuk menyelesaikan 11 kelokan itu.
Besoknya, gue di ajak ke Puncak Lawang, yang kata om gue yang lain, “belum afdol liburan, kalo belum ke Puncak Lawang, Fel”. Bahagialah diriku, karena akan afdol liburannya. Setelah mulai perjalanan, gue memulai percakapan dengan “om, ini lewat mana jalanannya?” “lewat yang kemarin pas mau ke Danau Maninjau”, detik itu juga rasanya ingin gue batalin aja, gapapa gak afdol liburan gue daripada harus ngelewatin jalanan itu. Tapi, setelah sampai, whoa, kebayar semua rasa mual di perut. It was a really great view! Mungkin salah satu tempat tertinggi, seperti namanya juga, gue bisa melihat apapun dari sana, termasuk Danau Maninjau di bawahnya, lalu tibalah waktu saat gue bertemu tanpa sengaja dengan temen kuliah gue di Malang. LIKE, DUDE? REALLY?
Honestly, 2017 such a great year, one of a great year for me. Pulang kampung setelah hampir 7 tahun, setelah itu langsung liburan ke Bandung bareng temen-temen (lain kali gue ceritain, ya, ini juga seru dan penuh drama). Dan yang berkesan dari semua itu di 2017 adalah, naik pesawat untuk pertama kalinya. Dan sejak itu, gue akan sangat memahami kalau ada orang yang takut untuk naik pesawat, karena gue juga.