Rabu, 21 Maret 2018

Liburan Dua Minggu di Sumatera Barat



Dari Bandara Internasional Minangkabau menuju kampung halaman, gue melalui jalan yang berkelok-kelok yang gue pikir enggak ada akhir. Maklum, jalanan di bukit, sebelah tebing, sebelah lagi jurang, dan naik-turun enggak lempeng seperti jalan tol. 

Efek jalanan seperti ini ke badan itu bikin mual dan pusing. Apalagi kalau perut belum di isi sama Nasi Kapau. Duh! Sekarang gue tahu betapa enak dan nikmatnya Nasi Kapau. You have to try it. You have to eat Nasi Kapau! Apalagi langsung dari asalnya dan sekarang gue kangen Keripik Sanjai.

Setelah hampir 7 tahun lamanya gue enggak pulang kampung, pertengahan Juli 2017 lalu akhirnya gue datang ke tempat yang terkenal banget dengan Jam Gadang-nya. Siapa tahu perjalanan ini jadi one step to go to another city or country, right? Anyway, it was my first time for taking an air plane and Lion Air is on time, dude! So happy to hear that, huh?

Setelah beberapa kali pulang kampung, akhirnya tahu bagaimana, sih, bentuk dari Kelok Sembilan, Istana Pagaruyung, dan lain-lain. Anyway, terima kasih untuk om dan tante di sana atas tumpangan dan traktirannya yang bikin aku jadi tahu tempat-tempat yang selama ini cuma aku dengar tanpa tahu wujudnya seperti apa.

Kelok Sembilan, sebenarnya jalanan biasa dengan kelok yang terlihat jelas, yang menurut tante gue emang ada 9 jumlahnya. Akhirnya, sampai juga di kelok yang paling atas. Jalanan berkelok di antara bukit-bukit yang membuat banyak orang berhenti, lalu keluar dari kendaraannya untuk berfoto atau melepas penat. The view is really cool! Meskipun enggak sedikit juga kendaraan yang hanya berlalu-lalang melewatinya dengan tujuan masing-masing. Seperti hidup, mungkin kita di jalan atau tempat yang sama, tetapi tetap punya tujuan masing-masing.

Setelah foto-foto dan duduk-duduk di Kelok Sembilan, tujuan selanjutnya adalah Lembah Harau. Lembah Harau ini lebih deket dari rumah tante gue, but she took me to Kelok Sembilan first karena tante gue tahu kalau di Kelok Sembilan itu hanya sekedar liat-liat dan foto saja. Lembah Harau itu lebih ramai, seperti tempat wisata pada umumnya. Pengunjung bisa belok ke kiri untuk lihat air terjun dan ke kanan untuk lihat tebing yang mengelilingi dengan indah. We turn right first dan kata tante gue di sini tempat menginap anak-anak sekolah yang punya acara dari sekolah. Setelah itu kita ke air terjun dan banyak tukang foto langsung jadi di sana. I tried it in Kelok Sembilan tooBtw, i love the way my aunt manage the time, then i really get something from her: 

“Aturlah perjalananmu dengan baik, agar semua destinasi bisa kamu kunjungi dan kamu tetap menikmatinya.” –Felly, 2018.

Oke, gue lanjutin tulisan ini, setelah hampir enam bulan gue diemin. Tadinya, gue pengen nulis a la travel blogger, tapi yaudah, gini aja. Next, gue ke Danau Singkarak, yang kalo menurut gue, dilihat dari atas itu bagus, dari deketpun menarik perhatian. Banyak anak-anak yang berenang di sana, termasuk sepupu gue. Banyak juga orang yang naik perahu/kapal, entah dari mana ke mana. Gue? Menikmati sekitar. Lalu gue ke Istana Pagaruyung dan mendapat tour guide yang super baik, alias tukang foto yang secara suka rela menjadi tour guide gue di Istana Pagaruyung. It was a great place, dan gue merasa de javu saat itu, kayak pernah ke tempat kayak gini di Jakarta.

Tentang ke Jam Gadang, gue berkali-kali ke sana saat itu, siangnya ke Pasar Atas, malamnya ke Jam Gadang, warnanya berubah-ubah pas malam, it's cool. Then, i had an experience when i was at Panorama. Di mana saat itu, gue disamperin monyet, yang mengira kalo gue itu bawa makanan, yang padahal itu adalah handphone gue. Astaga, dag-dig-dug perasaan ini dikelilingin monyet. Lalu semakin gue banyak gerak, monyetnya semakin nyamperin. And how can i fight with monkeys?! 
Next, mungkin yang pernah ke Danau Maninjau dan Puncak Lawang, tau gimana bentuk jalanan untuk ke sana. And that’s the only way to get there. Masalahnya gini, gapapa kalau sekali jalan, Danau Maninjau dan Puncak Lawang terlewati. Tapi seringkali kenyataan gak sejalan dengan harapan. Ketika gue mau ke Danau Maninjau, dan udah sampe di kelok 11, which means i had through 33 kelokan, jalanannya lagi di perbaiki, dan harus menunggu dua jam. Om gue sangat tidak bersedia untuk menunggu selama itu, lalu guepun balik, mampir ke Ngarai Sianok sebentar, lalu pulang. Such a great day. Mungkin ini cara semesta menyuruh gue biar cepet balik lagi ke Bukittinggi, untuk menyelesaikan 11 kelokan itu.
Besoknya, gue di ajak ke Puncak Lawang, yang kata om gue yang lain, “belum afdol liburan, kalo belum ke Puncak Lawang, Fel”. Bahagialah diriku, karena akan afdol liburannya. Setelah mulai perjalanan, gue memulai percakapan dengan “om, ini lewat mana jalanannya?” “lewat yang kemarin pas mau ke Danau Maninjau”, detik itu juga rasanya ingin gue batalin aja, gapapa gak afdol liburan gue daripada harus ngelewatin jalanan itu. Tapi, setelah sampai, whoa, kebayar semua rasa mual di perut. It was a really great view! Mungkin salah satu tempat tertinggi, seperti namanya juga, gue bisa melihat apapun dari sana, termasuk Danau Maninjau di bawahnya, lalu tibalah waktu saat gue bertemu tanpa sengaja dengan temen kuliah gue di Malang. LIKE, DUDE? REALLY?

Honestly, 2017 such a great year, one of a great year for me. Pulang kampung setelah hampir 7 tahun, setelah itu langsung liburan ke Bandung bareng temen-temen (lain kali gue ceritain, ya, ini juga seru dan penuh drama). Dan yang berkesan dari semua itu di 2017 adalah, naik pesawat untuk pertama kalinya. Dan sejak itu, gue akan sangat memahami kalau ada orang yang takut untuk naik pesawat, karena gue juga.

Selasa, 13 Maret 2018

Luka.

Silahkan menangis kencang
Hingga tak lagi terdengar

Menangislah
Agar engkau semakin kuat

Menangislah engkau sampai puas
Hanya satu yang kupinta

Berjanjilah..
Kau akan tersenyum setelahnya

Berjanjilah..
Tak ada lagi air mata untuknya

Tutup rapat segala rasa
Agar tak ada lagi luka

Karena jika cinta
Harusnya engkau bahagia


- f

Jumat, 23 Februari 2018

Scrub with Turmeric Powder for Brighter Face

Hello!

Setelah sekian lama engga menulis di blog, tiba-tiba kepikiran untuk share pengalamanku pakai bubuk kunyit ke wajah. Btw, pas nulis ini, aku lagi cari tempat magang, dan tiba-tiba pengen nulis blog. Kalian mudah teralihkan gini gak, sih? Apa aku aja, ya? Dan sembari nulis ini pun, kepikiran, enaknya tulisan santai kaya gini, atau dengan kalimat lebih formal, ya? 
Ok, back to the turmeric powder.

Jadi, sebenernya yang suka DIY gini tuh adik aku, karena dia punya masalah dengan kulit wajahnya, so yeah, she did everything to her face. Lalu pas liburan di rumah kemarin, aku coba pakai bubuk kunyitnya ke wajahku. Dengan berbekal informasi dari internet, ternyata khasiat kunyit salah  satunya adalah mencerahkan. 

Honestly, aku pakai pakai aja, bahkan lupa soal khasiat mencerahkannya, karena menurutku yang penting mukaku bersih karena aku nge-scrubThen i get a compliment from my friend "eh mukalu cerahan, deh" and i just wondering if it's true? Because i don't remember i use a night cream again until i realized all i did is scrubbing my face with turmeric powder three times a week. 

Temenku ikutan coba dan dia scrub ke bibir juga, kata temenku itu juga mencerahkan bibir. Lalu pas balik ke Malang, semua teman kosan mulai ikutan juga. I think turmeric powder is working on us.

Bubuk kunyitnya kaya gimana, Fel?

Aku cobain dua produk ini:



Aku lebih suka si Koepoe Koepoe, meskipun teksturnya lebih kasar daripada yang Desaku (but it doesn't hurt, anyway). Udah gitu, menurutku si Koepoe Koepoe ini enggak sekuning Desaku. Btw, ini bakal cocok-cocokan, sih. Some of my friends ngerasa agak panas pakai yang Koepoe Koepoe. 

How i used it?
  • Campur bubuk kunyit + air (satu sendok teh cukup semuka, atau dikira-kira aja).
  • Ratain ke wajah, diemin 10 menitan, jangan langsung di bilas.
  • Basahin tangan, terus pijat wajah kaya lagi scrub.
  • Cuci, deh, pakai sabun. 
  • Pakai toner di kapas, usapin ke wajah, deh. Selesai
But all we have to remember is muka jadi kuning setelah pakai ini. Saranku, pakainya pas mau tidur aja. Besok pagi pas cuci muka pakai sabun lagi juga hilang, kok! Don't worry!

So yeah, see you on next post! xx 



Jumat, 15 Desember 2017

Jerawat Punggung dan Dada

Sebenernya draft tulisan ini udah aja sejak berbulan-bulan yang lalu. Gatau kenapa males banget ngelanjutin tulisan yang ini. Dan tiba-tiba aja detik ini, yang seharusnya ngerjain laporan untuk uas, malah pengen nulis di blog. Jadi, yaudah, mending tuntasin dulu yang ada di draft. Sesuai judulnya, iya, jerawat juga bisa ada di punggung dan dada, bukan cuma di wajah aja.

Mungkin sebagian besar pernah mengalami ini, dan kesiksa karena gatal dan perih, serta bikin gak pede karena bekasnya. Anyway, bekas jerawat yang di wajah aja kadang hilangnya lama banget, padahal rutin di kasih krim malam dan teman-temannya. Gimana di punggung, bagian yang susah di jangkau?

Jerawat di punggung saya alamin saat SMA, ini masa-masa terparah, kadang di dada juga, meskipun gak separah di punggung. Dari yang kecil-kecil, sampai yang "matang" bikin perih. Saya berasumsi karena kegiatan sekolah dari pagi hingga sore, bikin punggung jadi "pengap" juga ditambah keringat. And you know how hot Jakarta's weather is.

Akhirnya, saya ke Sumber Waras untuk periksa ke dokter dan dikasih salep. It works untuk mengempeskan dan mengeringkan jerawat-jerawatnya, tapi keganggu aja gitu pake salep di punggung dan nempel di baju. Sesekali saya juga pakai bedak gatal untuk meredakan gatalnya.


Akhirnya, setelah baca sana-sini, saya coba Betadine sabun antiseptik. Honestly, sabun ini bikin kulit kering banget (di saya), dokter di Sumber Waras pun bilang gitu waktu saya tanya soal sabun ini, bahkan dia tidak menyarankan. Tapi, setelah coba sabun ini, jerawat kempes dan mengering, so i use it anyway. Saya menyarankan pakai sabun ini di bagian yang ada jerawatnya aja, bagian lain pakai sabun biasa.

Setelah jerawat mulai kempes dan kering, saya rutin scrub punggung untuk menghilangkan bekas-bekasnya. Scrubnya pakai apa aja yang cocok di kalian, ya. Kalau saya pakai scrub dari Shinzui. Did it works? Yes, of course, sangat memudarkan bekas jerawat. Mungkin seharusnya di kasih whitening cream juga biar hilang total bekasnya...uhm, no, i'm just kidding.


Ketika merantau, scrub punggung jadi enggak pernah dilakuin. Muncul lagi jerawat di punggung. Akhirnya saat ke Guardian, saya langsung nanya sama mbaknya obat buat jerawat punggung. Kata mbaknya, jerawat punggung bisa terjadi juga karena kelebihan kelenjar minyak di area tersebut. Ya, sama kaya jerawat di wajah kali, ya? Kalo kulit berminyak banget lebih mudah jerawatan. CMIIW. Akhirnya, saya beli dan rutin minum suplemen di atas untuk mengatur kelenjar minyak. It works too! Bikin kulit tubuh jadi lebih kering, tapi enggak parah, kok. Untuk jerawat di punggung, kayaknya ngebantu biar gak timbul jerawat lainnya, tapi, enggak bikin jerawat menghilang. 

Dan pada akhirnya saya enggak pakai keduanya. Cuma scrub aja, itupun kalau lagi pulang ke Jakarta. Terus jerawat punggungnya gimana?  I don't really know at all, mungkin kulit udah beradaptasi dengan cuaca di Malang, jadi jerawat kecil-kecil maupun yang perih lama-lama kempes dan hilang dengan sendirinya, tinggal bekasnya aja. Dan belakangan mandi pake shower puff, jadi berasa "menggosok" lebih bersih, karena sebelumnya gak pake shower puff. So yeah, that's all, what i have done for that. 

Semoga tulisan ini membantu. 






Rabu, 18 Oktober 2017

Thing Called Friendship Goals

"I think friendship is more important than love but love that grows out of friendship is the very best of all" - Jane Green

Pernah bayangin nggak indah dan serunya punya banyak temen? Ke mana-mana selalu rame-rame, semua mata bakal tertuju kalo kita lewat, seakan-akan pertemanan paling sempurna itu milik kita, kalo kata anak-anak jaman sekarang sih “friendship goals banget, kak!”

Kayanya semua orang pernah melalui masa-masa ini dalam pertemanannya, punya squad, ke mana-mana selalu bareng, tapi lama-lama kandas sendiri, atau kesaring sendiri siapa yang bertahan dan enggak. Kalo begini, kira-kira siapa yang mau disalahkan, ya?

Sejujurnya, gue sendiripun udah pernah melalui ini. Gue, gue yang meninggalkan, eh atau ternyata gue yang ditinggalkan, ya? Entahlah, sampe saat ini juga gue enggak tau jawabannya apa. But, that’s okay, semua udah lewat. Dengan ngelewatin hal itu jadi bikin gue tau, siapa yang tetap bertahan di samping gue, bahkan sampai sekarang. Ada hikmah di setiap kejadian, bukan?

Pertemanan juga kaya pacaran gak, sih? Ada masa pdkt-nya juga. Mungkin bedanya kalo orang pacaran mah, pengen cepet-cepet dapet kepastian status, ya?

Temen gue baru aja melewati masa pdkt ini, dan berakhir dengan ucapan “sakit hati gue sama omongannya, apa-apaan nyindir kaya gitu”. Dari cerita versi temen guepun, gue gak bisa menyalahkan siapa-siapa. Bisa aja temen gue yang baper atau emang temennya keceplosan ngomong gitu. Iya, kan? Ya, menurut gue sih begitu..

Dari beberapa hal yang gue tau, karena gue udah pernah melalui masa-masa itu, ya pada dasarnya pertemanan itu emang enggak bisa dipaksain. Dan, mau diomongin sejelek apapun temen kita, kalo kita tau hal-hal baik tentang dia, kita juga akan tetep bertahan, bukan?

Kalo menurut gue, daripada kita pusing-pusing memaksakan pertemanan dengan orang lain, yang belum tentu sejalan juga, mending pertemanan yang udah ada, dijaga dan dirawat baik-baik. Atau sekiranya ada orang ingin berteman, kita yang buka diri, siapa tau cocok kan? Biasanya sih gitu, yang enggak direncanain yang berjalan.

Tapi...

Kalo emang sama temen yang lama kita enggak cocok, mungkin kita emang gak bisa bareng-bareng. Tapi kalo sama teman yang baru dan teman-teman yang lainnya juga kita engga bisa cocok, mungkin ada yang salah sama diri kita..

Mungkin ini hanya ada di kepala gue atau di kalian juga? Pada akhirnya kita juga tau siapa yang benar-benar ada. Mungkin ini atatan untuk kita, atau bahkan diri gue sendiri: Rawatlah dengan baik dan benar setiap hubungan yang kita miliki, baik teman, pasangan, bahkan keluarga.