"Dan Bandung bagiku bukan cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi." - Pidi Baiq
"Salah satu cara untuk mengetahui sifat atau karakter seseorang adalah mengajaknya traveling bareng.", kata-kata ini sering kali gue lihat, di Twitter, di Blog orang, atau di postingan Instagram. Siapapun penulisnya, menurut gue, kata-kata itu ada benarnya.
Mungkin Bandung emang enggak sedingin tahun 2009. Enggak lagi bikin gue pakai jaket saat keluar rumah dan memasukkan tangan gue ke kantong seperti waktu itu. Mungkin buat sebagian orang juga, Bandung enggak berarti apa-apa, tapi buat sebagian lainnya, Bandung itu kota penuh cerita. Buat gue, Bandung itu kota penuh cerita, yang menjadi salah tujuan untuk melepas penat.
Gue sudah beberapa kali mengunjungi Bandung, karena Papa dulu buka usaha rental di sana. Mulai dari ikut tour sekolah hingga liburan bareng keluarga. Gue suka Bandung dengan segala hiruk piruknya, dengan dinginnya, dengan pisang salenya, dengan CiWalknya, dengan Gedung Satenya, dan dengan kemacetannya. Ya, dulu Papa malas banget untuk keluar saat weekend, karena sama kaya Jakarta, macet.
Di tahun 2017 kemarin, hype banget, deh, pokoknya sama yang namanya Dilan. Iya. Astaga. Namun, gue bersyukur juga. Mungkin kehiruk-pirukan soal Dilan ini juga yang membawa gue dan teman-teman gue ke Bandung. Sebenarnya, beberapa temen gue, termasuk gue, penginnya ke Jogja, mengingat lebih murah juga biayanya.
Beberapa temen gue, tim ikut aja. Mau ke mana juga enggak masalah, tetapi satu orang tiba-tiba menjadi keras kepala padahal enggak pernah terjadi sebelumnya. Reyfanny Jullianty. Pokoknya dia mau ke Bandung. Katanya mau cari Dilan, kalau ke Jogja, dia enggak ikut. Dasar gila. Oke. Mari kita ke Bandung, Reyfanny Jullianty.
Oh, iya, bersyukur banget waktu itu keuangan dan waktu antara gue dan teman-teman gue akhirnya sama-sama cocok. Jadilah kita pergi bareng keluar dari ibu kota untuk pertama kalinya. Demi perjalanan yang efektif dan efisien, kita semua bikin rencana dari a-z. Gue dan Cici mencari promo tiket kereta dan penginapan, lalu gue dan Levi juga menjadwalkan semua tempat yang direquest dan yang lainnya menyesuaikan hasil pencarian.
Bahkan gue, Fanny, dan Eunike bela-belain ke KAI Travel Fair yang jauh itu untuk mencari tiket murah yang ternyata bisa dipesan lewat Traveloka. Pas pulang, gue sama Fanny pessn Gojek dengan keadaan baterai sama-sama sisa 1 persen. Kemudian enggak bisa keluar dari halte busway karena cuma Eunike yang punya kartu dan turunnya beda. Alhasil, harus menunggu orang untuk nebeng keluar. Astaga. Kenapa, sih, gue dan temen-temen gue ini?
Seharusnya yang ikut pergi waktu itu adalah Gue, Cici, Fanny, Vinka, Mifta Bunda, Eunike, dan Levi. Sisanya enggak bisa dan enggak ada kabar. Namun, tiba-tiba aja Eunike ada kerjaan, jadi sisa gue berenam.
Thanks untuk Vinka dan Bunda sebagai tim ikut aja. Meringankan beban karena enggak perlu jelasin banyak-banyak kita mau gimana, tidur di mana, dan naik apa pas di Bandung. Lalu, terjadi drama dengan Nada Noerhalimah saat gue mencoba tetap menghubungi dia untuk mengajaknya ikut.
Ya Allah, ya Tuhan, berikan hambaMu ini kekuatan dalam menghadapinya. Ini anak, pas gue ajak malah bikin drama. Dia berpikir, seolah-olah, temannya itu enggak suka sama kehadirannya dia. Padahal, ya, enggak gitu. Nad. Kalau lo baca, orang pertama yang bakal benci sama lo itu bukan anak-anak yang lain, tetapi gue. Iya. Gue. Astagfirullah. Setiap ingat isi chat sama dia, pengin buang handphone rasanya. Sumpah enggak bohong.
Si Nada pun bilang enggak mau ngikut. Jadi gue menyerah untuk membujuk dia. Sumpah, yang lain menyerahkan ke gue dan gue menyerah ke keajaiban. Lalu, h-3 atau beberapa hari sebelum berangkat, ini anak tiba-tiba bertanya soal jadwal kereta pulang-pergi.
Ekspresi menghadapi Nada |
Si Nada pun bilang enggak mau ngikut. Jadi gue menyerah untuk membujuk dia. Sumpah, yang lain menyerahkan ke gue dan gue menyerah ke keajaiban. Lalu, h-3 atau beberapa hari sebelum berangkat, ini anak tiba-tiba bertanya soal jadwal kereta pulang-pergi.
Ternyata dia mau ikut, tetapi gengsi untuk bilang. Makan, tuh, gengsi. Akhirnya dia jadi ikut, tetapi enggak satu gerbong sama kita semua. Rasakan itu Nada Noerhalimah. Itu adalah sebab dari drama dan gengsi yang lo bikin sendiri. Astagfirullah. Eh, tetapi gue enggak bisa marah sama dia waktu itu. Gue menyesal kenapa enggak marah-marah sama dia. Sudahlah, mari lupakan drama dengan Nada Noerhalimah ini.
Kalau pas kecil pergi bareng keluarga, belum seberapa "sadar" sama keadaan Bandung. Ketika perginya barenh teman-teman di usia ini, ada perasaaan tersendiri. Perjalanan kemarin buat gue pribadi seru abis, sih. Mulai dari main ke tengah kota naik Uber yang bayarnya dua kali lipat karena dibawa muter-muter. Jauh-jauh ke Bandung malah makan Gokana di CiWalk, dan jauh-jauh ke Bandung malah ke Chingu Cafe perkara K-Pop.
Mulai dari bingung mau naik apa ke Lembang, pesan rental mahal, pakai Grab/Gojek ribet karena kita bertujuh, dan berujung pakai rental juga. Berakhir gue di kasih uang karena yang supirin itu partner Papa dulu hahaha.
Perjalanan pertama ke Farmhouse Susu Lembang, lalu ke Grafika Cikole yang mendapat pertanyaan dari supir "Lah emang ada apa di sana?", ya gimana ya om, namanya juga anak Ibu Kota, jarang lihat pinus dan pepohonan. Tadinya, hampir enggak jadi ke The Lodge Maribaya, karena kata Om Yanto ada longsor, tetapi akhirnya dicari jalan lain untuk menuju ke sana. Meskipun kemarin enggak jadi ke Floating Market.
Besoknya, kita jalan-jalan di Braga dan jalan Asia-Afrika, kota tuanya Bandung. Sejujurnya, gue akan memilih Braga dan sekitarnya kalau ada kesempatan untuk tinggal di Bandung. Meskipun Lembang masih seasri dan sedingin itu, tetapi gue suka aja lihat keramaian dan orang lalu lalang dengan kesibukannya masing-masing.
Bandung, 13 - 15 Agustus 2017, sebuah perjalanan yang cukup singkat dengan banyak kesan, perjalanan dengan berbagai destinasi penuh kenangan, perjalanan yang selalu di akhiri dengan dongeng di setiap malam, perjalanan penuh ocehan di setiap kesempatan, perjalanan penuh pencarian akan Dilan, perjalanan yang penuh dengan drama kecil-kecilan, dan mungkin sebuah perjalanan yang gak akan terlupakan.
Mengingat semakin tua usia, semakin sempit lingkar pertemanan, semakin sedikit waktu untuk ketemuan, dan semakin susah berhubungan. Jadi kalo ada kesempatan, ya langsung dilakukan, contohnya jalan-jalan.
Ayok, kapan?