Minggu, 06 September 2020

Piknik di Taman Tabebuya Jakarta Selatan & Curahan Hati Manusia

Piknik Ala-ala di Taman Tabebuya

Di Sabtu siang menjelang sore ini gue mencoba untuk produktif dengan memaksa diri untuk membuka laptop dan menulis kalimat ini. Gue ingin menceritakan pengalaman piknik ala-ala di Taman Tabebuya untuk pertama kalinya dalam hidup ini. Omg, where have you been, Felly?

Kalian pasti tahu, kan, piknik ala-ala yang banyak orang-orang lakukan dan posting di Instagram atau Pinterest? Akhirnya gue melakukan hal itu. Berawal dari rencana main yang entah sudah enggak tahu mau ke mana lagi, muncul ide untuk melakukan piknik di taman.

Awalnya kita mau ke Kebun Raya Bogor karena sebelumnya kita sudah pernah jalan-jalan ke sana. Tahu, kan, Kebun Raya Bogor? Pas banget untuk piknik ala-ala. Sayangnya, salah satu teman gue enggak bisa ikut dan kita kekurangan mobil. Sebenarnya bisa, sih, naik KRL, tetapi sebagian besar teman gue enggak mau.

Setelah scroll sana-sini dan berunding panjang, akhirnya kita piknik di Taman Tabebuya yang berada di Jakarta Selatan. Fyi, kita tinggal di daerah Jakarta Barat dan Tangerang. Sebuah usaha besar untuk piknik ala-ala ini.

Oh, iya, gue selalu suka untuk terlibat dalam merencanakan sesuatu apalagi berpergian seperti waktu liburan ke Bandung. Sayangnya, dua hari sebelum pergi tubuh gue enggak bertenaga. Jadi, gue tim ikut ke mana pun hasil diskusinya. Selain itu, kita semua juga kebagian tugas untuk membawa makanan atau barang-barang lucu yang akan menambah estetika piknik nanti. Gue pun kebagian untuk menggoreng Pempek Arjei milik Reyfanny Jullianty.

Gue, Cici, Bunda, dan Reyfanny satu mobil dengan Vinka. Sedangkan Levi dan Ghisanda naik taksi online. One of the good things about my friendship is that general expenses are divided equally. Salah satu hal yang patut disyukuri dalam hidup. Biar semua sama-sama enak. Ini bisa jadi tips untuk kalian kalau mau berpergian bareng teman-teman. Ditotal aja semua lalu bagi rata.

Setelah keluar-masuk beberapa pintu tol dan menyanyikan lagu mulai dari Day6, BTS, ITZY, hingga Jessi, akhirnya kita sampai di Taman Tabebuya. Apa, sih, yang spesial dari Taman Tabebuya? Enggak ada. Hanya taman biasa seperti yang ada di setiap kecamatan atau kelurahan. Bedanya, daerah Jagakarsa entah kenapa masih asri dan adem banget.

Masuk ke Taman Tabebuya itu gratis, enggak dipungut biaya sepeser pun. Sebelum masuk tentu suhu tubuh kita harus dicek dan cuci tangan terlebih dahulu. Dari luar, Taman Tabebuya itu tampak kecil, tetapi ketika sudah masuk, cukup besar dan banyak orang datang ke taman ini untuk olahraga pagi. Iya, kita semua menyaksikan orang-orang pada lari pagi karena kita sudah tiba sekitar pukul 08.00 WIB.

Gue masih heran kenapa bisa kita semua berangkat sepagi itu.

I really want to say kalau Taman Tabebuya itu minim sampah alias bersih terawat, guys. Kita menggelar kain yang-sebenarnya-adalah-taplak-meja di rerumputan hijau enggak jauh dari pintu masuk. Setelah masalah tata letak kain agar estetik selesai, saatnya menata makanan agar terlihat indah di foto.

Okay, everything's fine, all set. Camera, roll, and action!

"Makan dulu atau foto-foto dulu?"
"Foto-foto dulu aja,"
"Sebentar, deh, ini kenapa mereka ke sini?"
"Bun, tolong, dong, Bun!"
"Hush! Hush! Hush! Sana, pergi!"
"Eh, dia ke sini. Aduh, woy, gue takut!"
"Bun, itu kamu doang yang berani, Bun!"
"Siram pakai air!"
"Siram! Siram! Siram!"
"Ah, dia bersin, dong!"
"AAAAA!!!"

Begitulah kira-kira percakapan kita semua satu menit setelah menata semua makanan. Entah apa yang mengundang makhluk yang menurut banyak orang ini lucu ke arah kita. Sampai akhirnya kita sadar bahwa salah satu bahan membuat pempek adalah ikan. Indera penciuman hewan itu tajam memang ada benarnya. Enggak hanya satu, tetapi tiga kucing sekaligus mengganggu ketenangan dan kesenangan kita saat itu.

Masalahnya, segala cara kita lakukan agar makhluk berkaki empat itu pergi, tetapi mereka malah semakin mendekat. Alhasil, cara paling ampuh untuk membuat mereka pergi adalah menghabiskan semua pempek agar enggak ada lagi bau amis.

Sialnya, ketika pempek itu sudah habis bahkan dibawa ke mobil Vinka, tiga makhluk lucu itu tetap berada di sekitar kita. Jadi, kesimpulan piknik ala-ala kita minggu lalu adalah mengusir kucing.

Enggak, deh. Tentu kita tetap foto-foto lucu nan menggemaskan. Sebenarnya enggak ada konsep spesifik untuk baju, tetapi baju yang kita pakai banyak yang senada. Gue satu frame dengan Bunda karena kita menggunakan baju bermotif, lalu Vinka dan Reyfanny dengan baju kuning-oranye, terakhir Levi, Ghisanda, dan Cici dengan baju pink-putihnya.

Bonus foto aku dengan Bunda. 😝

Taurus x Scorpio. 😉

Enggak cuma olahraga, ada sekelompok perempuan yang sedang meng-cover dance dari GFriend dan beberapa orang yang bersantai di taman ini. Namun, entah kenapa orang-orang ini satu per satu membereskan barangnya dan bergegas untuk keluar taman. Ternyata, selama pandemi Taman Tabebuya ada sistem buka-tutup. Kalau pagi, di buka dari jam 07.00-10.00 dan lanjut 14.00-17.00 WIB.

Gue enggak jadi mengeluh berangkat sepagi itu. Kalau aja kita berangkat lebih siang lagi, pasti waktunya enggak enak banget. Di menit terakhir pun kita jadi buru-buru fotonya. Eh, ini salah kucing juga! Mereka menyita 87% waktu kita untuk mengusir mereka.

Apakah kita kembali ke rumah begitu saja? Oh, enggak semudah itu, kawan. Masa jam 10 pagi balik ke rumah? Malu, dong, sama Mama Lisa yang sudah mengoceh karena harus masak pempek pagi-pagi. Rapat dadakan pun terjadi. Akhirnya, kita memutuskan untuk pergi ke Happiness yang enggak jauh dari Taman Tabebuya. Bukan enggak jauh lagi, bahkan kelihatan dari taman ini.

Cuma, jalan hidup memang enggak selalu mulus, kawan. Semesta kadang suka bercanda dengan kita. ((SEMESTA)). Ibaratnya jalan, pasti ada aja lubang atau kerikil yang bikin kita oleng ke kanan dan kiri. Kecerdasan kita di sini adalah memesan taksi online dan belok ke kiri ketika posisi itu kafe ada di sebelah kanan. What a stupid wonderful time.

Setelah pesan minuman, kita duduk untuk bersantai sejenak setelah memikirkan betapa bodohnya kita. Jangan heran kenapa kita enggak pesan makanan karena kimbab Vinka masih sisa banyak. Ah, senangnya alias hemat, cuy!

Tentu enggak akan lupa dan terlewatkan sesi foto-foto bagian dua di kafe.



Entah kenapa waktu berjalan begitu lambat hari itu. Setelah foto ke sana-sini pun waktu masih menunjukkan pukul setengah dua siang. Hal ekstrim yang sebenarnya ingin dilakukan salah satu teman gue adalah mencari hotel untuk kita sambangi beberapa jam untuk bersantai.

Setelah rapat dadakan (lagi) akhirnya kita memutuskan untuk main ke kosan Levi yang berada di Meruya. Sayangnya, perjalanan kali ini kita lalui tanpa Ghisanda karena dia mau pacaran. Bye, Ghis. Berakhir pula perjalanan kita di daerah Jakarta Selatan ini dengan Levi naik taksi online sendiri dan sisanya di mobil Vinka.

Setelah sampai, tentu gue tidak lupa membeli es di depan gerbang kosan Levi terlebih dahulu. Kali ini gue jajan bersama Bunda. Kalau gue itu Levi, gue akan membeli es di sana setiap hari. Sepertinya gue hidup untuk minum es coklat dan kopi, deh.

Konser di mobil selama 40 menit membuat perut kita semua minta dimasukkan makanan. Pesan bakmi di GoFood adalah jalan ninja kita. Ya, seperti biasa, sambil menunggu bakmi, ini adalah waktunya kirim foto setelah banyak berpose di taman dan kafe. Bakmi selesai dimakan, cerita berurai air mata pun dimulai.

I will end this story here. But I want to express my feelings about everything that happened that day. It was a beautiful and memorable day.

Ternyata seru, ya, mencoba hal baru seperti piknik ala-ala begini. Setelah bertahun-tahun menghabiskan waktu kalau enggak di mal, ya, kafe. Kenal manusia-manusia ini sejak SMA. Tentu, perjalanan pertemanan ini enggak semulus itu. Banyak banget drama yang kita lalui yang kalau diingat suka bikin ketawa sendiri. Pasti akan ada banyak hal yang menanti juga di depan sana yang entah apa. Gue enggak suka janji dan kata selamanya, sih, tetapi kalau gue boleh pinta, let's always try to stick together, okay?

Teman gue di kampus pernah mengenalkan konsep kalau keluarga itu enggak harus selalu sedarah. It sounds cheesy, but now I know and feel the concept.

I am grateful they trusted me to be someone they could count on. Sometimes I am surprised, how strong they are. If I were them, I don't know what to do. Hey, thanks for not giving up, and please don't. There are many places we promised to visit together. There are many concerts we want to watch together.

Life is not always beautiful, but there are many beautiful things that we can find. Let's find it together!

Yours,
Felly E. Putri



Minggu, 30 Agustus 2020

Rasa Tidak Enakan yang Membawa Huru-Hara

Kalian pernah, enggak, memikirkan sesuatu ketika lagi beres-beres rumah atau apapun itu, deh? Ketika gue lagi cuci piring, gue memikirkan hal kecil yang ternyata sering banget gue temui di kehidupan sehari-hari yang bisa berdampak besar kalau dibiarkan begitu aja.

Beberapa waktu lalu, gue lagi beli es di tempat langganan. Ada dua orang lelaki yang sudah lebih dulu datang di sana. Ketika mereka ingin membayar, keduanya sama-sama mengeluarkan uang dan terjadi percakapan ini:

"Udah, ini gue aja. Gapapa,"
"Eh, mbak, ini uang saya aja,"
"Enggak, udah simpen. Gue aja,"

Si mbak ini juga jadi bingung harus mengambil uang yang mana karena keduanya mengatakan hal yang sama. Akhirnya, si mbak mengambil yang nominalnya paling besar.

Gue tersenyum ketika melihat kejadian ini. Menurut gue lucu aja dan hal seperti ini sering banget terjadi dalam hidup. Bagaimana orang merasa tidak enak antara satu sama lain dan terkadang membuat riuh suasana.

Kenapa gue bilang kejadian tidak enakan ini bisa berdampak besar kalau dibiarkan begitu aja? Teman gue berantem sama tantenya perkara enggak ditawari makanan. Mungkin kalian akan setuju dengan si tante, tetapi gue satu kepala dengan teman gue.

"Sumpah, dia ngomong ke sebelah rumah. Katanya gue pelit, enggak pernah nawarin makan,"
"Emang awalnya gimana?"
"Ya, gue pulang bawa donat. Gue masukkin ke kulkas, dong. Ya, gue, sih, mikirnya kalau mau makan, ya, makan aja. Enggak perlu gue tawarin lagi. Toh, dia juga tau pas gue bawa ke rumah. Tante gue maunya ditawarin dulu,"

Ah, oke. Perbedaan prinsip hidup yang membawa huru-hara dalam kehidupan tante dan keponakan. Anyway, kalian tim yang mana?

Surprisingly, gue menemukan hal ini di rumah. I really want to laugh that hard! Jadi, kakek gue itu suka banget sama makanan. Apa aja dimakan. Ya, mungkin ini cikal bakal gen suka makan di dalam diri gue.

Waktu itu gue lagi makan pempek yang sudah gue goreng banyak. Dalam hati gue berpikir, "Kok enggak minta, sih? Cuma nengok-nengok aja?", padahal kakek gue sudah bertanya sebelumnya gue masak apa. Akhirnya gue inisiatif untuk mengatakan "Nih, mau pempek, gak?" dan kakek gue langsung beranjak dari kursi dan menghampiri gue untuk minta.

Wow, gue langsung berpikir, bagaimana kalau kakek gue juga berpikiran gue pelit karena enggak mau bagi-bagi makanan? Ketika di kepala gue adalah gue enggak masalah kalau orang lain minta makanan gue bahkan ketika gue tidak menawarkannya.

Halo komunikasi, sepertinya kita punya masalah di sini.

Mungkin, kalian juga familiar dengan kejadian ini:

"Eh, udah, enggak usah diganti. Ini gue aja yang bayar. Gapapa,"
"Eh, seriusan? Jangan, deh. Nih, duit gue,"
"Seriusan, gapapa. Udah,"
"Eh, dalam rangka apa, nih? Beneran gapapa?"
"Iya, udah. Beneran, gapapa. Gak usah diganti,"

Kalau itu terjadi di gue, percakapannya hanya sampai pada baris ke dua dan gue akan mengganti kalimatnya dengan "Eh, seriusan? Makasih banyak, nih. Kapan-kapan gantian, ya."

Menurut gue pribadi, orang itu akan melakukan sesuatu dengan sadar. Jadi, kalau seseorang ingin melakukan hal tersebut, ya, sudah. Karena di kepala gue, gue bisa menggantinya dengan melakukan hal yang sama di lain waktu. Jadi, enggak perlu ada perdebatan panjang.

Tentu, ini hanya akan terjadi dengan manusia-manusia sedikit basa-basi seperti gue. Kalau tidak enakan x tidak enakan, percakapannya akan terjadi seperti yang gue tulis di atas.

It will hurt you but I also want to say this, "Bahkan lo enggak wajib untuk melakukan hal yang sama.". Namun, ini akan kembali lagi ke hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Kalau enggak ada timbal balik atau saling menguntungkan dalam hidup, ya, buat apa dipertahankan?

Oke, kembali lagi. Menurut gue, manusia memang kompleks aja, sih. Apa yang menurut gue biasa aja, belum tentu buat orang lain. Begitu pun sebaliknya. Rasa tidak enakan ini juga enggak hanya terjadi pada perkara kecil seperti kejadian di atas. Banyak hal-hal serius yang terjadi dalam hidup bermula dari perasaan ini. Memang perlu komunikasi dan pengertian yang lebih jelas antara satu sama lain. Sisanya, ya, terus berusaha biar bisa saling mengerti dengan baik.

Ya, tetapi di sanalah tantangan dan masalahnya hadir. Manusia punya ego dan prinsip masing-masing. Mencapai suatu mufakat di antara dua orang atau lebih itu yang sulit. Ya, sudah. Selamat terus berusaha dan mencoba, wahai manusia.

Jumat, 07 Agustus 2020

Dilema Menjadi Orang Baik


Gue menyadari dan mengakui, saat menonton film atau serial televisi, seringkali gue menyukai dan mengagumi karakter antagonis. Ya, meskipun tidak selalu.

Hanya saja, menurut gue, karakter antagonis ini seringkali lebih realistis dalam menjalankan sesuatu dan mengambil keputusan. Tidak seperti karakter protagonis yang membuat hati penonton tersentuh akan tindakannya, namun juga membuat gerah karena seringkali dimanfaatkan.

Setidaknya itu yang gue pikirkan.

Salah satu karakter antagonis favorit gue sampai saat ini adalah Damon Salvatore dari serial televisi The Vampire Diaries yang diangkat dari novel dengan judul yang sama karya L. J. Smith. Ada salah satu ucapan di sana yang masih gue ingat sampai saat ini.

"When people see good, they expect good. I don't want to have to live up to anyone's expectations." - Damon Salvatore, The Vampire Diaries.

Sejak gue melihat kalimat ini, gue semakin setuju bahwa ketika seseorang mendapat label sebagai orang baik, itu menjadi hal yang tricky dan riskan. Iya, menjadi tricky dan riskan kalau orang tersebut sedang lelah menjadi baik atau ketika ia ingin menjadi egois di waktu-waktu tertentu.

Di kepala gue, ya, orang baik adalah orang-orang yang selalu membantu, selalu ada, dan seringkali selalu mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri. Tentu, tidak ada yang salah menjadi orang baik. Sayangnya, banyak manusia di luar sana yang juga licik dan jahat. Tahu bagaimana memanfaatkan orang lain untuk kepentingan dirinya sendiri.

Menurut gue juga, orang baik itu seringkali jadi yes person. Tahu, kan, maksudnya? Susah untuk menolak dan mengatakan tidak. Padahal tahu kalau itu bisa menyakitkan atau menyusahkan dirinya sendiri.

Berbeda sama orang yang mendapatkan label bahwa dia tidak sebaik itu atau bahkan egois. Ketika orang tersebut memang tidak sedang ingin membantu dan ssmacamnya, entah kenapa orang lain cepat memaklumi. "Ya, dia memang begitu orangnya."

Kalau orang baik yang melakukan itu, pasti lebih banyak yang terkejut dan mencibir. "Ih, kok, lo begini sekarang?", "Dia berubah, ya, sekarang."

No, babe, they're not changing. They just know what's good for them and what's not.

Gue selalu percaya bahwa manusia pasti memiliki hati nurani. Hanya saja, gue ingin bilang kalau saat ingin membantu orang lain, lakukan saja secukupnya dan semampunya. Tetapi, jangan menjadi jahat juga. Lakukan saja kebaikan semampu yang bisa diusahakan. Jangan sampai menyusahkan atau bahkan kehilangan diri sendiri. Beberapa hal memang bukan tanggung jawab kita, kok. Cheers!

Sabtu, 01 Agustus 2020

Huru=Hara Para Pencari Kerja


Hai! Sekarang jam 03:35 saat gue memulai tulisan ini. Entah dari mana gue harus memulai cerita ini. Semoga gue bisa mengurutkan dengan baik dan benar, ya. Sebelumnya gue ingin menempeleng diri sendiri karena projek yang gue janjikan dengan diri sendiri terbengkalai. Akibat tidak konsisten dan disiplin dengan diri sendiri.

Sebagai lulusan baru, tentu hal pertama terlintas di kepala adalah mencari kerja. Alhamdulillah, gue akan melakukan magang di salah satu media online di Indonesia. Tetapi, gue akan cerita bagaimana proses mencari kerja ini berlangsung. Sebenarnya, sejak lulus dari bulan Desember 2019, gue sudah melakukan magang di salah satu E-commerce ternama di Indonesia. Salah satu pengalaman terbaik dan cukup berpengaruh untuk gue.

Singkat cerita, di bulan April kemarin, masa magang gue habis. Gue cukup sedih karena tidak bisa perpanjang magang gue di sana karena satu dan lain hal, termasuk pandemi Covid-19 yang sedang melanda hampir di seluruh dunia.

Berbulan-bulan gue galau karena ada sedikit perasaan tertekan. Kalimat 'Gue harus segera dapat kerja karena hampir semua teman gue sudah bekerja' itu menemani gue hampir setiap malam. Membuat gue cukup gegabah untuk melamar yang sekiranya cocok tanpa benar-benar memastikan diri sendiri apakah gue terima konsekuensi dari berbagai sisi dari pekerjaan tersebut.

Dari sekian ratus lamaran, gue melakukan beberapa proses wawancara. Mulai wawancara bagian hrd sampai user. Perlahan gue juga belajar bagaimana menjawab pertanyaan dengan baik dan urut, serta tidak nervous. Gue juga belajar menerima penolakan. Berbagai keadaan sudah gue temui sampai akhirnya membuat gue takut dengan weekdays karena menanti kabar dari perusahaan.

Jujur, mencari kerja ini cukup bikin gue pusing, galau, dan bingung. Akhirnya, memberanikan diri untuk sharing dengan teman dan senior yang sudah bekerja. Ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada mereka semua yang merespon dan memberikan masukan ke gue. Memberikan pencerahan dari berbagai sisi sampai akhirnya gue bisa mengatakan 'Ah, iya. Betul juga. Gue sekarang tahu langkah apa yang harus gue pilih'. Salah satu rezeki dalam hidup yang harus disyukuri adalah teman yang suportif.

Tentu banyak banget yang melalui hal ini. Gue pun melalui ini bersama beberapa teman yang membuat isi chat dan telepon hanya seputar 'Gimana? Lanjut enggak wawancaranya?', 'Gimana? Lo follow up enggak?', dan berbagai macam jenis obrolan seputar mencari kerja lainnya.

Di beberapa minggu terakhir bahkan membuat gue selalu bangun jam 7 pagi di saat gue baru tidur jam 4 pagi. Bingung dan galau karena lamaran tidak kunjung dibaca atau dilihat. Interview tidak lanjut dan berbagai hal lainnya.

I know how it feels. It sucks. But, please don't give up. The storms will pass. It will. Keep fighting!

Kamis, 23 Juli 2020

Berapa Banyak Malam?


Berapa banyak malam yang kamu habiskan untuk memikirkan apa yang seharusnya kamu lakukan?

Berapa banyak malam yang membuat kamu terjaga dari bisingnya kehampaan?

Berapa banyak malam yang membuat kamu sulit terlelap memikirkan apa yang akan kamu lakukan?

Berapa banyak malam yang kamu habiskan?