Sabtu, 12 September 2020
Minggu, 06 September 2020
Piknik di Taman Tabebuya Jakarta Selatan & Curahan Hati Manusia
Kalian pasti tahu, kan, piknik ala-ala yang banyak orang-orang lakukan dan posting di Instagram atau Pinterest? Akhirnya gue melakukan hal itu. Berawal dari rencana main yang entah sudah enggak tahu mau ke mana lagi, muncul ide untuk melakukan piknik di taman.
Awalnya kita mau ke Kebun Raya Bogor karena sebelumnya kita sudah pernah jalan-jalan ke sana. Tahu, kan, Kebun Raya Bogor? Pas banget untuk piknik ala-ala. Sayangnya, salah satu teman gue enggak bisa ikut dan kita kekurangan mobil. Sebenarnya bisa, sih, naik KRL, tetapi sebagian besar teman gue enggak mau.
Setelah scroll sana-sini dan berunding panjang, akhirnya kita piknik di Taman Tabebuya yang berada di Jakarta Selatan. Fyi, kita tinggal di daerah Jakarta Barat dan Tangerang. Sebuah usaha besar untuk piknik ala-ala ini.
Oh, iya, gue selalu suka untuk terlibat dalam merencanakan sesuatu apalagi berpergian seperti waktu liburan ke Bandung. Sayangnya, dua hari sebelum pergi tubuh gue enggak bertenaga. Jadi, gue tim ikut ke mana pun hasil diskusinya. Selain itu, kita semua juga kebagian tugas untuk membawa makanan atau barang-barang lucu yang akan menambah estetika piknik nanti. Gue pun kebagian untuk menggoreng Pempek Arjei milik Reyfanny Jullianty.
Gue, Cici, Bunda, dan Reyfanny satu mobil dengan Vinka. Sedangkan Levi dan Ghisanda naik taksi online. One of the good things about my friendship is that general expenses are divided equally. Salah satu hal yang patut disyukuri dalam hidup. Biar semua sama-sama enak. Ini bisa jadi tips untuk kalian kalau mau berpergian bareng teman-teman. Ditotal aja semua lalu bagi rata.
Setelah keluar-masuk beberapa pintu tol dan menyanyikan lagu mulai dari Day6, BTS, ITZY, hingga Jessi, akhirnya kita sampai di Taman Tabebuya. Apa, sih, yang spesial dari Taman Tabebuya? Enggak ada. Hanya taman biasa seperti yang ada di setiap kecamatan atau kelurahan. Bedanya, daerah Jagakarsa entah kenapa masih asri dan adem banget.
Masuk ke Taman Tabebuya itu gratis, enggak dipungut biaya sepeser pun. Sebelum masuk tentu suhu tubuh kita harus dicek dan cuci tangan terlebih dahulu. Dari luar, Taman Tabebuya itu tampak kecil, tetapi ketika sudah masuk, cukup besar dan banyak orang datang ke taman ini untuk olahraga pagi. Iya, kita semua menyaksikan orang-orang pada lari pagi karena kita sudah tiba sekitar pukul 08.00 WIB.
Gue masih heran kenapa bisa kita semua berangkat sepagi itu.
I really want to say kalau Taman Tabebuya itu minim sampah alias bersih terawat, guys. Kita menggelar kain yang-sebenarnya-adalah-taplak-meja di rerumputan hijau enggak jauh dari pintu masuk. Setelah masalah tata letak kain agar estetik selesai, saatnya menata makanan agar terlihat indah di foto.
Okay, everything's fine, all set. Camera, roll, and action!
"Makan dulu atau foto-foto dulu?"
"Foto-foto dulu aja,"
"Sebentar, deh, ini kenapa mereka ke sini?"
"Bun, tolong, dong, Bun!"
"Hush! Hush! Hush! Sana, pergi!"
"Eh, dia ke sini. Aduh, woy, gue takut!"
"Bun, itu kamu doang yang berani, Bun!"
"Siram pakai air!"
"Siram! Siram! Siram!"
"Ah, dia bersin, dong!"
"AAAAA!!!"
Begitulah kira-kira percakapan kita semua satu menit setelah menata semua makanan. Entah apa yang mengundang makhluk yang menurut banyak orang ini lucu ke arah kita. Sampai akhirnya kita sadar bahwa salah satu bahan membuat pempek adalah ikan. Indera penciuman hewan itu tajam memang ada benarnya. Enggak hanya satu, tetapi tiga kucing sekaligus mengganggu ketenangan dan kesenangan kita saat itu.
Masalahnya, segala cara kita lakukan agar makhluk berkaki empat itu pergi, tetapi mereka malah semakin mendekat. Alhasil, cara paling ampuh untuk membuat mereka pergi adalah menghabiskan semua pempek agar enggak ada lagi bau amis.
Sialnya, ketika pempek itu sudah habis bahkan dibawa ke mobil Vinka, tiga makhluk lucu itu tetap berada di sekitar kita. Jadi, kesimpulan piknik ala-ala kita minggu lalu adalah mengusir kucing.
Enggak, deh. Tentu kita tetap foto-foto lucu nan menggemaskan. Sebenarnya enggak ada konsep spesifik untuk baju, tetapi baju yang kita pakai banyak yang senada. Gue satu frame dengan Bunda karena kita menggunakan baju bermotif, lalu Vinka dan Reyfanny dengan baju kuning-oranye, terakhir Levi, Ghisanda, dan Cici dengan baju pink-putihnya.
Minggu, 30 Agustus 2020
Rasa Tidak Enakan yang Membawa Huru-Hara
Kalian pernah, enggak, memikirkan sesuatu ketika lagi beres-beres rumah atau apapun itu, deh? Ketika gue lagi cuci piring, gue memikirkan hal kecil yang ternyata sering banget gue temui di kehidupan sehari-hari yang bisa berdampak besar kalau dibiarkan begitu aja.
Beberapa waktu lalu, gue lagi beli es di tempat langganan. Ada dua orang lelaki yang sudah lebih dulu datang di sana. Ketika mereka ingin membayar, keduanya sama-sama mengeluarkan uang dan terjadi percakapan ini:
"Udah, ini gue aja. Gapapa,"
"Eh, mbak, ini uang saya aja,"
"Enggak, udah simpen. Gue aja,"
Si mbak ini juga jadi bingung harus mengambil uang yang mana karena keduanya mengatakan hal yang sama. Akhirnya, si mbak mengambil yang nominalnya paling besar.
Gue tersenyum ketika melihat kejadian ini. Menurut gue lucu aja dan hal seperti ini sering banget terjadi dalam hidup. Bagaimana orang merasa tidak enak antara satu sama lain dan terkadang membuat riuh suasana.
Kenapa gue bilang kejadian tidak enakan ini bisa berdampak besar kalau dibiarkan begitu aja? Teman gue berantem sama tantenya perkara enggak ditawari makanan. Mungkin kalian akan setuju dengan si tante, tetapi gue satu kepala dengan teman gue.
"Sumpah, dia ngomong ke sebelah rumah. Katanya gue pelit, enggak pernah nawarin makan,"
"Emang awalnya gimana?"
"Ya, gue pulang bawa donat. Gue masukkin ke kulkas, dong. Ya, gue, sih, mikirnya kalau mau makan, ya, makan aja. Enggak perlu gue tawarin lagi. Toh, dia juga tau pas gue bawa ke rumah. Tante gue maunya ditawarin dulu,"
Ah, oke. Perbedaan prinsip hidup yang membawa huru-hara dalam kehidupan tante dan keponakan. Anyway, kalian tim yang mana?
Surprisingly, gue menemukan hal ini di rumah. I really want to laugh that hard! Jadi, kakek gue itu suka banget sama makanan. Apa aja dimakan. Ya, mungkin ini cikal bakal gen suka makan di dalam diri gue.
Waktu itu gue lagi makan pempek yang sudah gue goreng banyak. Dalam hati gue berpikir, "Kok enggak minta, sih? Cuma nengok-nengok aja?", padahal kakek gue sudah bertanya sebelumnya gue masak apa. Akhirnya gue inisiatif untuk mengatakan "Nih, mau pempek, gak?" dan kakek gue langsung beranjak dari kursi dan menghampiri gue untuk minta.
Wow, gue langsung berpikir, bagaimana kalau kakek gue juga berpikiran gue pelit karena enggak mau bagi-bagi makanan? Ketika di kepala gue adalah gue enggak masalah kalau orang lain minta makanan gue bahkan ketika gue tidak menawarkannya.
Halo komunikasi, sepertinya kita punya masalah di sini.
Mungkin, kalian juga familiar dengan kejadian ini:
"Eh, udah, enggak usah diganti. Ini gue aja yang bayar. Gapapa,"
"Eh, seriusan? Jangan, deh. Nih, duit gue,"
"Seriusan, gapapa. Udah,"
"Eh, dalam rangka apa, nih? Beneran gapapa?"
"Iya, udah. Beneran, gapapa. Gak usah diganti,"
Kalau itu terjadi di gue, percakapannya hanya sampai pada baris ke dua dan gue akan mengganti kalimatnya dengan "Eh, seriusan? Makasih banyak, nih. Kapan-kapan gantian, ya."
Menurut gue pribadi, orang itu akan melakukan sesuatu dengan sadar. Jadi, kalau seseorang ingin melakukan hal tersebut, ya, sudah. Karena di kepala gue, gue bisa menggantinya dengan melakukan hal yang sama di lain waktu. Jadi, enggak perlu ada perdebatan panjang.
Tentu, ini hanya akan terjadi dengan manusia-manusia sedikit basa-basi seperti gue. Kalau tidak enakan x tidak enakan, percakapannya akan terjadi seperti yang gue tulis di atas.
It will hurt you but I also want to say this, "Bahkan lo enggak wajib untuk melakukan hal yang sama.". Namun, ini akan kembali lagi ke hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Kalau enggak ada timbal balik atau saling menguntungkan dalam hidup, ya, buat apa dipertahankan?
Oke, kembali lagi. Menurut gue, manusia memang kompleks aja, sih. Apa yang menurut gue biasa aja, belum tentu buat orang lain. Begitu pun sebaliknya. Rasa tidak enakan ini juga enggak hanya terjadi pada perkara kecil seperti kejadian di atas. Banyak hal-hal serius yang terjadi dalam hidup bermula dari perasaan ini. Memang perlu komunikasi dan pengertian yang lebih jelas antara satu sama lain. Sisanya, ya, terus berusaha biar bisa saling mengerti dengan baik.
Ya, tetapi di sanalah tantangan dan masalahnya hadir. Manusia punya ego dan prinsip masing-masing. Mencapai suatu mufakat di antara dua orang atau lebih itu yang sulit. Ya, sudah. Selamat terus berusaha dan mencoba, wahai manusia.