Hai, apa kabar?
Dari judulnya, sebenarnya gue ingin menuliskan cerita ini sejak 17 Mei, ulang tahun gue. Enggak terasa kalau gue sudah seperempat abad alias 25 tahun. Secara umum, sih, usia segini waktunya cari barang-barang untuk seserahan, ya. Sayangnya gue masih sibuk untuk war tiket konser berbagai macam band.
Kalau dari hitungan 100, angka 25 itu seperempat alias quarter. Ya, benar! Mungkin kalian juga enggak asing dengan quarter life crisis ini. Btw, bahas quarter ini seakan-akan manusia bakal hidup sampai seratus tahun, ya. Padahal rata-rata usia orang Indonesia itu cuma sampai 70 tahunan.
Oke, kembali ke quarter life crisis.
Gue merasakan sendiri kebingungan atas hidup yang gue pikir sudah berjalan sesuai rencana. Banyak banget yang mengingatkan gue kalau usia 25 itu sudah tua. Waktunya memantapkan langkah untuk masa depan. Namun, enggak sedikit juga yang kasih tahu ke gue kalau usia 25 itu masih muda. Waktunya untuk explore banyak hal di kehidupan.
Setelah gue pertimbangkan, sepertinya konsep kedua lebih masuk ke hidup gue. Kenapa gue harus takut untuk mencoba hal baru hanya karena usia gue sudah 25 tahun? Kenapa orang yang usianya 25 tahun enggak boleh punya pilihan baru yang mungkin berbeda dari kebiasaan sebelumnya?
Sialnya juga, di usia segini gue mulai mempertanyakan angan-angan yang pernah terbayang di kepala. Kebanyakan dari mereka terbentur dengan realita. Rasanya mau gue kubur dalam-dalam dan hidup dengan apa yang ada di depan mata. Namun, ada sedikit bagian di diri gue bilang kalau gue masih punya banyak jalan untuk ke sana. Ada banyak jalan menuju Roma.
Bukannya hidup itu memang perkara untuk terus mencoba?
Selain kegundahan soal kehidupan, usia segini bikin emosi gue sedikit lebih matang. Gue sadar kalau gue enggak lagi punya banyak energi untuk mendebat dan menantang kalau ada yang bertingkah konyol. Di usia segini, gue juga enggak takut untuk melepaskan sesuatu yang memberikan energi negatif ke gue.
Di usia 25 ini gue juga lebih paham apa yang dimaksud dengan tanggung jawab, terutama soal pekerjaan. Gue yakin kalian pernah mengeluh dan menghela nafas atas kerjaan yang menumpuk, tetapi tetap dikerjakan sesuai arahan dan deadline. Rasanya muak banget, tetapi tubuh tetap bergerak untuk menyelesaikannya.
Lalu, soal waktu. Pas sekolah itu waktu gue banyak, tetapi uangnya terbatas. Sekarang uangnya ada, waktu gue terbatas. Memang memasuki kehidupan dewasa ini harus pintar-pintar memprioritaskan berbagai hal dalam hidup. Selain itu, di usia segini jarang banget gue bisa pergi dadakan sama teman-teman gue. Minimal gue harus buat janji 2 minggu sebelumnya.
Kangen juga punya waktu yang fleksibel. Hari ini janjian, besok jalan. Sore ditelfon, malamnya ketemu. Sekarang setiap orang punya kehidupan masing-masing, ya. Tenaga juga sudah habis di jalanan dan kantor. Rasanya sudah enggak sanggup untuk main dadakan.
Di lain sisi, gue beranjak dewasa, tetapi orang tua juga semakin tua. Ya, seperti pada umumnya juga. Orang tua gue mulai mempertanyakan kapan gue menikah. Masalahnya, ini Kim Mingyu masih sibuk comeback dan tour keliling dunia.
Enggak. Bercanda.
Pengin, sih. Namun, gue paham atas diri gue sendiri. Rasanya masih banyak hal yang gue ingin lakukan dan lebih baik dilakukan ketika gue sendiri. Kalau ada orang lain, ada banyak hal yang harus gue kompromikan dan gue belum mau melakukan itu. Masih banyak daftar di hidup gue yang harus gue diceklis. Gue harus selesai dengan diri gue terlebih dahulu. One day. The day will come.
Btw, gue termasuk anak yang percaya kalau semakin tua, pertemanan semakin sempit. Namun, enggak menutup kemungkinan kalau bisa punya teman baik yang baru. Gue melakukan dan merasakan itu. Ada banyak orang baru yang gue kenal di usia 24-an dan I feel loved by them. Gila, gue bersyukur banget dikasih orang-orang baik, meskipun enggak sedikit yang pergi.
Jadi, ya, begitulah rangkuman asal-asalan tentang memasuki usia 25 tahun dari gue. Selamat merayakan seperempat abad, Felly!