Sabtu, 12 Februari 2022

Point of View


Sepanjang aku hidup kurang lebih 24 tahun, aku tahu bahwa aku menyukai kota ini bagaimana pun keadaannya. Kota yang selalu bising dengan klakson kendaraan saat lampu lalu lintas berubah kuning. Kota yang selalu tergenang air ketika musim hujan datang. Kota yang punya banyak gedung tinggi dan lampunya menghiasi gelap malam.


Karena kota ini punya sesuatu yang aku suka. Ada kamu yang membuat menunggu lampu merah ke hijau menjadi lebih menyenangkan. Ada kamu yang menemaniku ketika panik kala petir dan hujan turun dengan deras di musim hujan. Ada kamu yang menemaniku menikmati lampu di gedung tinggi saat malam hari. Setiap sudut di kota ini berarti.


Seperti lampu lalu lintas yang berubah, musim yang berganti, dan lampu di gedung tinggi yang mati karena memang sudah waktunya, aku pun memiliki waktuku sendiri. Waktu saat aku harus menghadapi kota ini sendirian. Tidak ada yang menemani saat menunggu lampu lalu lintas berubah, datangnya musim hujan, dan menikmati lampu di gedung tinggi.


Kota yang aku sukai tidak pernah semenakutkan ini. Menunggu lampu lalu lintas tidak pernah semenjengkelkan ini. Musim hujan kini aku rutuki dengan sumpah serapah agar tidak pernah kembali. Lampu di gedung tinggi tidak pernah terasa indah lagi. Aku, ingin cepat pergi dari kota ini. Kota yang setiap sudutnya pernah begitu berarti.


Kucoba berpikir lagi sebelum membuat keputusan besar dan menyerah dengan kota ini. Apa aku ingin pergi karena rasa takut atau hanya belum terbiasa untuk melihat kota ini dengan sudut pandang yang baru? Rasa terbiasa terkadang memang menyulitkan dan adaptasi adalah kegiatan yang cukup menakutkan. Namun, bukan berarti aku tidak bisa, kan?


Kupelankan kendaraanku saat lampu lalu lintas berwarna kuning. Ketika warnanya merah, aku edarkan pandanganku ke sekeliling. Rupanya, dua orang dengan kostum badut yang sedang berjoget di pinggir kiriku menarik bibirku ke atas. Aku tersadar, bahwa ada banyak cara untuk menanti lampu hijau dan menunggu tidak selalu menjengkelkan.


Beberapa waktu lalu saat aku sedang duduk di rumah, dari jendela yang tidak tertutup gorden itu aku melihat anak-anak yang sedang berlarian di lapangan, menikmati setiap rintik hujan yang turun. Ternyata, hujan tidak selalu menakutkan dan bisa dinikmati dengan banyak cara. Di tengah udara yang dingin dan menusuk tulang, hatiku menghangat.


Kupilih kendaraan umum untuk membawaku pulang dari kantor petang itu. Gedung tinggi menjadi pemandangan utamaku selama di perjalanan. Perlahan, lampu-lampunya menyala. Kupikir tidak ada lagi yang spesial karena kini aku duduk sendirian, tetapi aku tetap takjub dengan kilaunya. Aku, tetap menikmati lampu di gedung tinggi itu.


Mungkin rasanya tidak pernah akan sama lagi karena melihat dan menikmati kota yang aku sukai ini dengan sudut pandang yang baru. Namun, kini aku tahu bahwa aku mampu membuat setiap sudut kota ini terus berarti. Aku hanya perlu mengizinkan diriku untuk lebih berani, mengedarkan pandangan lebih jauh saat berjalan dan merasakan lebih dalam.


Image: Unsplash