Kadang, aku masih suka terjaga di tengah malam. Enggak peduli seberapa keras aku berusaha untuk terlelap, kepalaku terlalu berisik dan minta untuk diberi perhatian. Dia memintaku untuk mengingat hal-hal yang telah berlalu bernama kenangan. Sialnya, banyak kenangan yang sebenarnya ingin aku lupakan dan kubur dalam-dalam.
Belum lagi ketika aku berhasil terlelap. Kenangan itu tetap menghantuiku di alam mimpi. Memohon kepadaku agar tidak dilupakan dan selalu diingat. Bukannya apa, mengingat potongan-potongan kenangan ini bikin aku susah bergerak ke mana-mana. Rasanya itu seperti hidup di masa lalu dan terjebak di gelembung bernama andai.
Bukankah menyedihkan ketika seharusnya aku lebih banyak menatap ke depan, tetapi malah diam di tempat dan menghadap ke belakang? Rasanya aku juga ingin memohon ampun kepada semesta. Pasti ada banyak salah yang luput dari ingatan dan aku berlalu begitu saja. Apa di kehidupan sebelumnya aku pernah melakukan hal yang merugikan negara, ya?
Aku juga ingin seperti subjek mimpiku yang rasanya mudah untuk tertawa dan menikmati kehidupan yang sedang berjalan. Namun, kenapa kakiku terasa berat untuk melangkah? Kenapa rasanya masih ada tali tipis yang begitu kuat mengikat? Memang, apa yang aku usahakan belakangan ini belum masuk ke kategori ikhlas, ya, makanya aku jadi begini?
Aku paham, sih, bukan negara saja yang punya musim, tetapi kehidupanku juga. Masalahnya, kenapa rasanya dingin terus? Badainya kenapa enggak juga mereda dan hilang? Kenapa suhunya naik-turun dengan ekstrim? Aku, kan, jadi kesulitan untuk beradaptasi. Tahu, kan, hanya yang mampu beradaptasi yang dapat bertahan? Rasanya aku masih jauh dari sana.
Bukannya salah siapa-siapa, sih. Perasaanku, ya, tanggung jawabku. Aku satu-satunya orang yang bisa mengendalikan isi hati dan kepala ini. Meski kadang banyak diambil alih sampai aku kelimpungan sendiri. Aku, ingin lepas dari ini semua dan melangkah meski perlahan. Rasanya aku sudah enggak lagi tahan menanti terang di gelembung gelap bernama andai.