Sabtu, 25 November 2023

Jalan-jalan ke Singapura

 


Mungkin apa yang terjadi sekarang adalah impian dan harapan kita di masa lalu

Ini adalah salah satu impianku di masa lalu yang terwujud. Tumbuh dengan teman-teman yang pergi ke luar negeri saat liburan sekolah, membuatku berpikir 'bagaimana rasanya jalan-jalan ke luar negeri?' dan hari itu, meskipun-butuh-waktu-beberapa-tahun akhirnya terjawab.

Ada perasaan gembira saat aku ingin membuat paspor beberapa bulan lalu. Buku kecil bersampul hijau tua yang wajib kumiliki jika ingin berpergian ke luar negeri. Saat paspor sudah di tangan, ada diriku versi remaja yang sedang loncat kegirangan di sana.

Long story short, aku menghabiskan waktu 4 hari 3 malam di Singapura bersama temanku, Cici. Kami berangkat dari Bandara Soekarno Hatta pada Jumat, 25 Agustus 2023 sekitar pukul 11 siang waktu Jakarta dan tiba di Bandara Changi sekitar pukul 2 siang waktu Singapura.

Setelah urusan imigrasi dan Ez-Link (kartu MRT) selesai, kami pun menyempatkan diri untuk ke Jewel. Rasanya belum afdol kalau singgah di Bandara Changi, tetapi enggak ke Jewel.

It's really huge dan ada banyak spot untuk berfoto, dari lantai dasar hingga atas. Mungkin karena sudah lelah, kami hanya mengambil beberapa foto dan video saja. Kami juga sudah punya janji untuk bertemu Kak Mel, temanku yang tinggal di Singapura. 

Kami sedang kejar-kejaran dengan waktu.

Day 1: Makan Malam dan Minum Kopi di Orchard

Salah satu hal yang aku suka dari Singapura adalah transportasi umum yang sangat memadai. Kami menggunakan MRT dari bandara untuk ke hotel yang berada di Owen Road. Mungkin bisa jadi referensi kalian, kami menginap di Owen House by Hmlet, hotel bintang 3 yang lokasinya sangat strategis dan dekat MRT Farrer Park.

Aku suka banget sama hotel ini karena bersih dan wangi. Kamar bernuansa hijau ini cukup luas dengan desain kamar mandi yang menurutku cantik dan praktis. Aku akui, untuk harganya cukup mahal karena ada banyak hotel di Singapura yang lebih murah. Hanya saja, aku dan Cici punya preferensi soal hotel, yaitu strategis, ada jendela yang luas, dan kamar mandi yang bagus. Kami mendapatkan itu semua di Owen House by Hmlet.

Setelah tiba di hotel, kami pun beberes untuk untuk bertemu Kak Mel di salah satu mall di area Orchard. Aku dan Cici sampai di sana sekitar pukul 7 malam waktu Singapura. Kami putuskan untuk makan malam dengan kari ayam dan udang. Porsinya itu besar banget dan ternyata bisa di-sharing.

Setelah makan dan keliling mall, kami pergi ke area luar dan beli minuman di Luckin Coffee. Aku pesan mocha latte dan sumpah, ini kopi ternikmat yang pernah aku coba dalam hidup! Aku suka banget kopi di kedai ini. Meskipun secara harga jauh lebih mahal dari Jakarta, Luckin Coffee bakal jadi tempat kopi pilihanku kalau balik ke Singapura nanti!

Day 2: Main di Universal Studio Singapore dan Minum Kopi Marina Bay

Hari kedua adalah hari aku mewujudkan rasa penasarakanku saat remaja. Main ke Universal Studio Singapore atau USS. Aku versi remaja lagi-lagi teriak kegirangan di sana.

Buat kalian yang belum ke sini, USS berada di pulau yang berbeda, yaitu Sentosa Island. Kami menggunakan MRT untuk kesana. Kami berhenti di VivoCity dan beli sarapan sebelum lanjut naik kereta ke Sentosa Island. Sejujurnya aku bingung mau sarapan apa, jadi aku pilih makan KFC dan beli minuman di Mr. Coconut. Kata orang-orang ini adalah minuman yang wajib dicoba kalau ke Singapura.

Setelah sampai di USS, kami sempat berfoto di globe yang ikonik itu. Setelah scan tiket yang dibeli secara online, kami masuk dan berkeliling. Sejujurnya kami hanya ingin 'absen' saja karena rasanya kurang afdol main ke Singapura, tetapi enggak ke USS. 

Kami hanya naik dua permainan, yaitu Revenge of the Mummy dan Human, roller coaster indoor dan outdoor. Kalian harus coba Revenge of the Mummy karena seru banget! Sejujurnya, lebih banyak permainan di Dufan daripada USS. Cuma, kalau kalian pertama kali ke Singapura, rasanya tetap harus mengunjungi USS dan sabar mengantre. Aku dan Cici memang kurang tertarik untuk mengantre lama-lama, sehingga kami hanya berkeliling dan berfoto.

Sekitar jam setengah 4 sore, kami beranjak dari USS. Kami menyempatkan diri untuk makan fish noodle di VivoCity, lalu lanjut ke area Marina Bay untuk 'absen' ke patung Merlion dan minum kopi sambil menikmati angin sore Singapura.

Day 3: Makan Siang di Haji Lane dan Chinatown, Naik Kapal di Fort Canning, dan Nonton Garden by The Bays di Marina Bay

Selayaknya turis, tentu kami juga mengunjungi tempat-tempat yang populer. Di hari ketiga, sekitar pukul 10 berangkat ke area Haji Lane, gang aesthetic yang dipenuhi banyak kafe. Sebenarnya ada banyak jalan di area ini dan punya vibes yang sama. Setelah puas berkeliling dan kepanasan, aku dan Cici makan Nasi Padang yang berada di dekat Sultan Mosque.

Fun fact, setelah minum teh tarik di VivoCity, kami jadi pesan teh tarik di setiap kesempatan. Kami pun sepakat kalau teh tarik di Singapura itu enak banget!

Rasanya, sebagian besar perjalanan kami diisi untuk makan dan minum kopi karena setelah makan nasi padang, kami lanjut ke Chinatown untuk makan di The Populus, kafe di Neil Rd. Kami memesan spaghetti bolognese yang ternyata berukuran besar dan dua kopi. Aku suka kafe ini! Selain makanannya bisa sharing dan kopinya enak, tempat ini juga terasa hangat. Interiornya didominasi warna cokelat dengan lampu yang temaram.

Btw, Neil Rd. ini dekat dengan Maxwell Food Centre yang punya banyak stand makanan dan minuman khas Singapura. Cici pengin banget makan nasi hainan di sana, tetapi niat ini harus diurungkan karena kami sudah makan dua kali! 

Sekitar pukul 3 sore, kami lanjut ke area Fort Canning, sebuah terowongan aesthteic. Ini salah satu tempat yang ikonik dan banyak dikunjuni turis untuk berfoto. Setelah berfoto, kami lanjut ke WaterB River Cruise Singapore untuk naik perahu dari Fort Canning ke Marina Bay. Kami menghabiskan waktu berjam-jam di Marina Bay sambil menunggu pertunjukkan Garden by The Bays pada pukul 19:45 dan 20:45 waktu Singapura. 

Setelah pertunjukkan selesai, kami pulang dan beli oleh-oleh di dekat hotel karena rasanya enggak keburu kalau beli besok.

Day 4: Belanja di IMM, Makan Siang di Maxwell Food Centre, Minum Kopi di Orchard, dan Pulang ke Jakarta

Oh, Cici masih penasaran untuk makan di Maxwell Food Centre. Ada nasi hainan yang katanya enak menurut orang-orang di TikTok. Aku bilang ke dia, kalau mau makan di sana, bangunnya harus pagi. Dia pun setuju. Biasanya kami keluar hotel pukul 10 pagi, tetapi hari itu,  jam 9 pun kami sudah rapi.

Sebelum ke Maxwell Food Center, kami pergi ke IMM terlebih dahulu. Mungkin kalian pernah dengar kalau barang branded itu lebih murah di luar negeri. Akhirnya, kamu memutuskan untuk ke IMM karena banyak mid-high end brand dengan harga miring di sini. Aku baru sadar kalau mall di Singapura baru buka pukul 11 pagi, sedangkan kami sudah sampai sejak pukul 10 pagi. Alhasil, kami sarapan dulu di McD sembari menunggu toko-toko buka.

Setelah keliling di IMM, kami langsung ke Maxwell Food Center mengunakan MRT. Sayangnya, nasi hainan yang Cici mau tutup. Akhirnya kami makan kwetiau dan mie goreng dengan dua gelas teh tarik. 

Aku punya cerita menarik soal ini. Kalian pernah penasaran dengan tempat-tempat di novel yang kalian baca? Kalau ya, berarti relate dengan Cici. Dia mau minum kopi Alchemist di area Orchard karena tempat kopi itu disebut di novel favoritnya. Setelah makan, kami pun ke area Orchard untuk minum kopi itu. Syukurnya aku pun pecinta kopi dan turns out, kopi Alchemist enak. Kalau kalian suka kopi, kalian wajib coba!

Setelah itu, kami pergi beli oleh-oleh khas Singapura alias Garret Popcorn di salah satu mall di sana. Fun fact, ada satu hal yang kami lewatkan di area ini. Bisa-bisanya kami enggak beli es krim 1 dollar. Padahal ini salah satu hal yang rasanya wajib dilakukan kalau main ke Singapura.

Long story short, kami bergegas kembali ke hotel dan langsung berangkat ke Bandara untuk pulang ke Jakarta.

Rangkuman Jalan-jalan ke Singapore

Aku mau pengakuan dosa, sedikit. Sebenarnya, perjalanan ini adalah bentuk ketakutan dan kecemasanku atas suatu hal yang enggak bisa aku jabarkan di sini. Aku memohon pada Cici agar perjalanan ini terlaksana. Awalnya, kami mau ke Korea Selatan, tetapi rasanya tahun ini bukan waktu yang tepat.

Selain itu, awalnya aku juga takut dengan perjalanan ini karena jadi penguji pertemanan belasan tahun kami. Mungkin kalian pernah dengar, kan, salah satu cara mengetahui apakah cocok atau enggak dengan seseorang, pergilah traveling dengannya. 

Aku rasa ada benarnya karena di tempat baru ini aku dan Cici harus banyak kompromi. Soalnya, aku tidur dengan keadaan gelap total, sedangkan Cici sebaliknya. Kemarin, kami sepakat untuk tidur dengan lampu yang temaram. Itu baru contoh kecil dari perjalanan kami.

Syukurnya, caraku dan Cici menghabiskan uang itu mirip. Jadi enggak ada kesenjangan yang signifikan soal jajan. Menurutku ini penting banget karena perbedaan ini bisa jadi masalah.

Terlepas dari rasa takutku dan kompromi dengan Cici, aku suka Singapura. Meskipun secara pemandangan dan cuaca itu mirip Jakarta, aku suka transportasi di sana karena sangat memadai. Untuk aku yang baru pertama kali, MRT di Singapura sangat mudah untuk digunakan. Aku juga suka keteraturan di sana.  Bagaimana orang-orang berdiri di sisi kiri dan langsung jalan saat di sisi kanan eskalator. Soalnya, di Jakarta itu kebanyakan orang harus diteriaki satpam terlebih dahulu.

Selama 4 hari di Singapura, isi kepalaku sangat ringan. Aku hanya perlu memikirkan jurusan MRT apa yang harus aku pilih. Sitting and sipping coffee there would probably be my weekend's main activity. My hair and face feel so good when the fresh air meets them. All of the things that made my shoulders feel heavy seemed to be swept away.

Due to that fear and anxiousness, seeing the Garden by the Bay show truly made me a little teary-eyed. The show was very outstanding. That doesn't mean Cici isn't fun, but imagine how amazing it would be to watch a show like this with someone special. My heart will be overflowing with joy. You know what I'm saying.

Aku, suka sekali dengan perjalanan ini. Liburan bareng Cici juga menyenangkan dan semoga dia merasakan hal yang sama. Syukurnya sampai hari ini dia masih mengirimiku destinasi-destinasi di negara lainnya.

P.S. Tulisan ini sebagian besar aku persembahkan untuk Cici karena mau mewujudkan permohonanku.

Image: Freepik/@tawatchai07

Rabu, 07 Juni 2023

A Love Letter



This note shouldn't be here,
but here it is

I have written this love letter years ago
You are the destination that is on my mind
I've been thinking the whole time
I'm going to give you this love letter someday,
because I want you to be the one to read and reply to it

But I think I should keep this love letter in the envelope longer
And I will never hand it to you

'What kind of house do we need?
should the walls be painted blue or beige?'
'What kind of food do you like?
the spicy or the sour one?'
'What kind of coffee would you like me to serve you every morning?
should I put some sugar in it?'
'Will you massage my body after long hours of work,
like you always do when I say I feel tired?'
'What school we must choose for our future kids?'

It's just some of them,
the full one will never be read by you
Those curiosities of mine will never be answered by you

Those places in the West that we have talked about will never be visited by us
And the stadium of your favorite football club will never be visited by us too
I'll never be able to hold your hand while we're walking around Paris someday
They will be sad because they have never felt how strong our love is

It feels strange and I feel sad

But I want you to know and remember

I love you
I do love you with all of my heart
I wish I had been shown you right
I wish you could feel my love well
I wish that I had more time to show love again

I made mistakes and it hurts you too

But sometimes love is just not enough

And you have the right too
You have the right to choose
You have feelings to feel

Perhaps the love for me also disappeared

You left me with lots of questions hanging,
with wounds that may never heal,
with the pain that may be, I always feel

Sometimes the memories come up,
while at the coffee shop we used to visit,
and while in the cinema we used to go

It has always been a part of my life

Your presence was once like a summer breeze,
a relief like water found in the middle of a desert

Now I hope you find what you've been longing for,
the things from my offer that may not be enough for you

I will keep this envelope of love letters
Perhaps one day I will hand a love letter to someone,
who is willing to read the full one,
and answer them wholeheartedly,
and I am willing to know what the answers are

Kamis, 25 Mei 2023

Seperempat Abad


Hai, apa kabar?

Dari judulnya, sebenarnya gue ingin menuliskan cerita ini sejak 17 Mei, ulang tahun gue. Enggak terasa kalau gue sudah seperempat abad alias 25 tahun. Secara umum, sih, usia segini waktunya cari barang-barang untuk seserahan, ya. Sayangnya gue masih sibuk untuk war tiket konser berbagai macam band.

Kalau dari hitungan 100, angka 25 itu seperempat alias quarter. Ya, benar! Mungkin kalian juga enggak asing dengan quarter life crisis ini. Btw, bahas quarter ini seakan-akan manusia bakal hidup sampai seratus tahun, ya. Padahal rata-rata usia orang Indonesia itu cuma sampai 70 tahunan.

Oke, kembali ke quarter life crisis

Gue merasakan sendiri kebingungan atas hidup yang gue pikir sudah berjalan sesuai rencana. Banyak banget yang mengingatkan gue kalau usia 25 itu sudah tua. Waktunya memantapkan langkah untuk masa depan. Namun, enggak sedikit juga yang kasih tahu ke gue kalau usia 25 itu masih muda. Waktunya untuk explore banyak hal di kehidupan.

Setelah gue pertimbangkan, sepertinya konsep kedua lebih masuk ke hidup gue. Kenapa gue harus takut untuk mencoba hal baru hanya karena usia gue sudah 25 tahun? Kenapa orang yang usianya 25 tahun enggak boleh punya pilihan baru yang mungkin berbeda dari kebiasaan sebelumnya?

Sialnya juga, di usia segini gue mulai mempertanyakan angan-angan yang pernah terbayang di kepala. Kebanyakan dari mereka terbentur dengan realita. Rasanya mau gue kubur dalam-dalam dan hidup dengan apa yang ada di depan mata. Namun, ada sedikit bagian di diri gue bilang kalau gue masih punya banyak jalan untuk ke sana. Ada banyak jalan menuju Roma.

Bukannya hidup itu memang perkara untuk terus mencoba?

Selain kegundahan soal kehidupan, usia segini bikin emosi gue sedikit lebih matang. Gue sadar kalau gue enggak lagi punya banyak energi untuk mendebat dan menantang kalau ada yang bertingkah konyol. Di usia segini, gue juga enggak takut untuk melepaskan sesuatu yang memberikan energi negatif ke gue.

Di usia 25 ini gue juga lebih paham apa yang dimaksud dengan tanggung jawab, terutama soal pekerjaan. Gue yakin kalian pernah mengeluh dan menghela nafas atas kerjaan yang menumpuk, tetapi tetap dikerjakan sesuai arahan dan deadline. Rasanya muak banget, tetapi tubuh tetap bergerak untuk menyelesaikannya.

Lalu, soal waktu. Pas sekolah itu waktu gue banyak, tetapi uangnya terbatas. Sekarang uangnya ada, waktu gue terbatas. Memang memasuki kehidupan dewasa ini harus pintar-pintar memprioritaskan berbagai hal dalam hidup. Selain itu, di usia segini jarang banget gue bisa pergi dadakan sama teman-teman gue. Minimal gue harus buat janji 2 minggu sebelumnya.

Kangen juga punya waktu yang fleksibel. Hari ini janjian, besok jalan. Sore ditelfon, malamnya ketemu. Sekarang setiap orang punya kehidupan masing-masing, ya. Tenaga juga sudah habis di jalanan dan kantor. Rasanya sudah enggak sanggup untuk main dadakan.

Di lain sisi, gue beranjak dewasa, tetapi orang tua juga semakin tua. Ya, seperti pada umumnya juga. Orang tua gue mulai mempertanyakan kapan gue menikah. Masalahnya, ini Kim Mingyu masih sibuk comeback dan tour keliling dunia.

Enggak. Bercanda.

Pengin, sih. Namun, gue paham atas diri gue sendiri. Rasanya masih banyak hal yang gue ingin lakukan dan lebih baik dilakukan ketika gue sendiri. Kalau ada orang lain, ada banyak hal yang harus gue kompromikan dan gue belum mau melakukan itu. Masih banyak daftar di hidup gue yang harus gue diceklis. Gue harus selesai dengan diri gue terlebih dahulu. One day. The day will come.

Btw, gue termasuk anak yang percaya kalau semakin tua, pertemanan semakin sempit. Namun, enggak menutup kemungkinan kalau bisa punya teman baik yang baru. Gue melakukan dan merasakan itu. Ada banyak orang baru yang gue kenal di usia 24-an dan I feel loved by them. Gila, gue bersyukur banget dikasih orang-orang baik, meskipun enggak sedikit yang pergi.

Jadi, ya, begitulah rangkuman asal-asalan tentang memasuki usia 25 tahun dari gue. Selamat merayakan seperempat abad, Felly!

Selasa, 07 Maret 2023

Dua Bungkus Indomie Soto di Tengah Malam


Waktu di kantor beberapa hari lalu, aku dan beberapa temanku membicarakan hal terkait keluarga. Ternyata, dinamika setiap keluarga itu berbeda-beda. Ada yang berjalan mulus dan lembut, tetapi juga ada yang berjalan diiringi dengan tanda tanya.

Salah satu temanku bilang bahwa dirinya merasa aneh ketika Ibunya bersikap lembut. Bukan karena selama ini bersikap kasar, tetapi kesibukan Ibunya di tempat kerja membuat mereka jarang menghabiskan waktu bersama (ini kesimpulanku dari ceritanya).

Hal itu membuat temanku merasa aneh ketika Ibunya menawarkan perhatian dan kasih sayang. Menurutku, itu adalah sikap yang wajar. Saat dihadapi situasi baru, tubuh akan lebih waspada. Sayangnya, beradaptasi dengan hal baru bukan perkara mudah.

Setelah aku pikir-pikir, aku juga kehilangan banyak waktu bersama Papa. LDR Jakarta-Bandung selama 21 tahun penuh dan Papa hanya pulang dua kali dalam sebulan, tentu memoriku bersama beliau itu sedikit. Meskipun memoriku bersama beliau itu banyak bahagianya.

Namun, saat masih sekolah dulu, aku memang kerap bertanya 'Eh, teman-temaku ke sekolah diantar Papanya, ya? Kenapa aku jarang banget?'. Oh, ternyata aku memang kehilangan peran Papa di banyak aspek kehidupan, terutama saat aku sekolah dulu.

Saat sudah menetap di Jakarta, ternyata peran Papa juga tidak terlalu signifikan. Aku jadi teringat cerita temanku tadi. It would be strange if I suddenly become clingy to my dad and vice versa. Namun, kalau tidak dibangun, kami bisa kehilangan peran sebagai anak dan orang tua.

Selain mendengarkan YouTube dan merokok, salah satu kebiasaan Papa di tengah malam adalah makan Indomie Soto di ruang tamu. Ya, aku menyadarinya karena belakangan ini aku bekerja sampai tengah malam di ruang tamu bersama beliau.

Lapar di tengah malam terkadang membuatku minta Indomie yang beliau sedang makan. Rasanya biasa saja, lebih enak Indomie Soto buatan Mama, to be honest. Meskipun begitu, terkadang aku melahapnya sampai habis dan Papa tidak masalah.

Oh, I just spent my time with my dad dengan dua bungkus Indomie Soto di tengah malam. 

Sejak saat itu, aku mencoba peruntungan dengan meminta beliau membuatkan mi saat aku harus bekerja sampai tengah malam, meskipun terkadang aku tidak lapar. Sejauh ini, Papa selalu mau membuatkannya. Dua bungkus Indomie Soto yang ditambah saus dan irisan cabai.

Saat aku menuliskan cerita ini, aku baru saja selesai melahap dua bungkus Indomie Soto bersama Papa. Meskipun rasanya tidak seberapa dan waktu makan kurang dari satu jam, makan mi yang dibuatkan beliau membuatku ingat kalau aku akan selalu jadi gadis kecilnya. 

Rasanya itu seperti 'I am always your little daughter and I want to lean on you even if you just make me Indomie in the middle of the night.' dan mengingat hal ini membuatku senang. Meskipun tidak besar, kebiasaan makan Indomie di tengah malam bersama Papa berbuah manis.

Hari ini, bukan aku lagi yang minta dibuatkan Indomie, tetapi Papa yang tanya padaku saat sedang duduk di depan laptop. 

'Kakak kerja sampai malam?'
'Kayaknya iya.'
'Ya sudah. Nanti kita bikin mi, ya.'

The little girl inside me was screaming with joy! Kalau waktu itu aku tidak berani meminta Papa membuatkan aku mi, mungkin tidak ada kegiatan makan dua bungkus Indomie Soto di tengah malam yang ditambah saus dan irisan cabai bersama beliau.

Even though the time that has been lost will never be repaid, having beautiful little memories like this with my dad makes me happy. Aku berharap kegiatan makan dua bungkus Indomie Soto di tengah malam bersamaku menciptakan memori yang indah di ingatan beliau.

Sabtu, 07 Januari 2023

The Rose - Heal Together World Tour

The Rose Heal Together World Tour

Mau mendengar pengakuanku, tidak? Aku bukan Black Rose, tetapi sudah mengetahui The Rose sejak aku suka KPop di pertengahan 2018. Aku pun hanya mengenal Woosung sebagai vokalisnya tanpa mengenali tiga member The Rose lainnya. Kalau kucoba ingat, mungkin aku benar-benar mendengarkan The Rose di awal 2020 hingga sekarang.

Berarti, sekitar tiga tahun penuh aku mendengarkan album Void, EP Dawn, dan berbagai single lainnya hanya dengan mengenali Woosung. Ya, mungkin karena dia vokalis utama dan suaranya pun khas, sehingga lebih mudah kuingat. Namun, aku memang seringkali begini. Tahu banyak lagu dari sebuah band tanpa tahu siapa saja member-nya.

Setelah sekian lama, akhirnya muncul album Heal dengan wacana Heal Together World Tour. Fun fact, aku itu hanya pendengar aktif di platform musik tanpa mengulik The Rose lebih dalam. Malah, temanku yang baru mendengarkan The Rose yang mengulik dan bercerita bahwa setiap lagu di album Heal itu memiliki kisahnya masing-masing.

Aku memang ingin menonton The Rose, tetapi banyaknya konser yang kutonton membuatku mengurungkan niat. Namun, temanku yang baru suka The Rose itu menggebu-gebu dan mengusahakan berbagai macam cara agar kami menonton The Rose di Jakarta. Terpantau, Jumat, 6 Januari 2023 kami sedang mengantre tukar tiket di Balai Sarbini.

Sebenarnya, aku menonton The Rose berempat dan memilih section Gold. Jarakku ke panggung tidak begitu jauh dan aku bisa melihat penampilan mereka dengan jelas. Selain lagu di album Heal, banyak lagu di album dan EP lama yang dibawakan. Overall, aku suka penampilan mereka karena sangat energik dan membuat suasana semakin hidup.

Semua lagu dibawakan The Rose dengan baik dan Black Rose pun bernyanyi dengan aktif. Salah satu momen mengesankan ketika lagu Modern Life milik Woosung dibawakan. Black Rose dengan lantang berteriak 'So fuck this modern life!'. Lagu lainnya yang sangat mengesankan untukku adalah See-Saw, Time, Childhood, She's in The Rain, dan California.

Saat jeda, Woosung dan Dojoon itu yang paling aktif dan banyak berinteraksi dengan Black Rose. Di sisi lain, aku baru tahu kalau semua member The Rose itu bisa bernyanyi dengan baik seperti main vocalistI was really impressed when Hajoon and Jaehyeong sang because during the concert it was Woosung and Dojoon who were singing all the time.

Aku termasuk orang yang suka konser di tempat yang tidak begitu besar, sehingga konser The Rose ini bakal jadi salah satu konser terbaik dalam hidupku. Apalagi ditambah dengan Goodbye Session yang membuatku melihat para member dengan jarak yang dekat. Aku pun dibuat terpana oleh Hajoon dan Jaehyeong. They're cute and handsome at the same time!

Sayangnya, Black Rose tidak boleh merekam acara Goodbye Session tersebut. Padahal love sign yang kuberikan dibalas oleh Woosung. Lucunya, Dojoon malah aktif merekam saat Goodbye Session. Lalu, Hajoon dan Jaehyeong memberikan senyuman dan tatapan yang intens untuk Black Rose. It was one of the best things that happened in my life.

The Rose bilang bahwa mereka akan kembali lagi ke Indonesia tahun depan. Mereka berharap bisa bertemu dengan Black Rose di tempat yang lebih besar. Aku pun berharap demikian. So, I have other reasons to hold on a little longer, to be healthier, and to be richer. With this, I'm officially Black Rose and hopefully someday I can meet The Rose again.