Sabtu, 19 Oktober 2024

Jalan-jalan ke Malaysia

Niatnya setelah landing di Jakarta gue bakal bikin tulisan soal perjalanan gue ke Kuala Lumpur, Malaysia. It took nearly seven months for my travels to find their way into words.

Ide jalan-jalan ke Malaysia ini muncul karena gue kangen traveling, lebih tepatnya I'm a bit tired of living my adult life. Gue pun memborbardir Cici biar mau ke Malaysia. Pucuk dicinta ulam pun tiba, band asal Korea Selatan yang kita dengarkan, wave to earth, konser di Asia, termasuk Kuala Lumpur dan Jakarta.

So, tujuan utama jalan-jalan ke Malaysia ini adalah untuk menonton konser wave to earth di Kuala Lumpur. Namun, rasanya bukan gue dan Cici kalau nggak hunting kopi dan matcha tiap ke tempat baru. Bukan gue dan Cici juga kalau nggak melakukan hal aneh pas traveling.

Gue dan Cici liburan ke Kuala Lumpur tanggal 1-4 Maret 2024 karena konser wave to earth digelar pada Sabtu, 2 Maret 2024. Kita terbang dari Jakarta pukul 09:40 WIB dan tiba di Kuala Lumpur pukul 12:40 waktu Malaysia. Btw, Malaysia itu 1 jam lebih cepat dari Jakarta.

Hal pertama yang gue sadari ketika mau landing adalah bandara Kuala Lumpur dikelilingi pohon sawit yang luas banget, lalu cukup jauh dari kota. Untuk menuju hotel, kita naik bus yang tiketnya bisa dipesang langsung maupun online  dengan tuhuan KL Sentral, stasiun utama di Kuala Lumpur. Dari KL Sentral kita lanjut naik MRT dan jalan sedikit untu ke hotel.

Kita menginap di Pacific Regency Suit Hotel yang letaknya persis di sebrang KL Tower. Gue sangat merekomendasikan hotel ini karena harganya sebanding dengan ukuran dan fasilitas kamar yang dikasih. Cuma, hotel ini kurang strategis kalau kalian malas jalan kaki terlalu jauh buat ke MRT. Nah, cocok buat yang suka jalan kaki karena jarak hotel ini ke Petronas Tower dan Pavilion itu kurang dari 2 kilometer.

Day 1

Gue dan Cici sampai hotel sudah agak sore. Setelah bersih-bersih, malamnya kita ke Pavilion KL dan sekitarnya buat mengisi perut. At some point I still wonder, why are we going to the mall again for dinner, instead of going to Jalan Alor to look for delicious local cuisine. Kita makan nasi kandar di sebrang Fahrenheit88. Gue memutuskan makan sepiring berdua Cici karena porsinya besar banget. Ini pertama kalinya gue makan nasi kandar, yang mengingatkan gue dengan nasi padang atau nasi kapau. Nasi dengan lauk yang disiram berbagai macam kuah yang kaya akan bumbu rempah. Btw, selain rasa nasi kandarnya yang juara, teh tarik di sini juga enak banget, enggak terlalu manis seperti pada umumnya.

Setelah puas keliling area Pavilion, gue dan Cici memutuskan untuk balik hotel dengan jalan kaki. Sepanjang perjalanan, gue menyimpulkan bahwa KL itu mirip dengan Jakarta, lebih tepatnya area Blok M dan sekitar. Ada jalan MRT di bagian atas, jalanan di bawahnya macet dan sesekali klakson dibunyikan karena nggak sabar buat jalan, dan beberapa orang yang menyebrang sembarangan. Bedanya cuma di kontur jalanan KL yang agak naik-turun. Fyi, gue turun 4 kilogram selama liburan di sini!

Day 2

Gue bilang, kan, pasti akan ada kelakuan aneh selama traveling? Di hari kedua, kita memutuskan buka jastip nastar dan cokelat Beryl's. Jadi, ada nastar yang viral banget di sini dan banyak orang yang buka jastip, kita pun ikutan. Jadilah kita kejar-kejaran sama waktu karena hari ini mau ke kafe Niko Neko Matcha dan Zepp Kuala Lumpur buat nonton konser wave to earth.

Apakah jastip ini berhasil? Sayangnya nggak karena kita sampai di Suria terlalu siang, yaitu jam setengah 11. Padahal mall juga buka jam 10, tapi ternyata banyak orang yang antre di depan toko nastar itu dari jam 9! Dari sana kita langsung ke Pavilion buat beli cokelat Beryl's. Fyi, kita keliling dengan jalan kaki pas hari itu. What a tough-fun day.

Setelah sampai hotel, kita memutuskan buat tidur siang sebentar sebelum pergi lagi. Kita sudah nggak sanggup jalan kaki ke MRT, akhirnya kita putuskan untuk naik Grab saja ke kafe. Honestly, I’m completely enchanted by the cafe and shop atmosphere in KL. It feels like stepping into a charming modern old town, where every corner is filled with warmth and nostalgia.

Pas sampai, kafenya itu penuh banget, jadi kita harus take away. Pas lagi antre, pelayannya bilang ada bangku kosong buat kita. Atas rekomendasi pelayan yang ganteng itu, gue pesan Sayamakaori yang rasanya ringan dan agak manis, cocok buat semua orang. Sementara Cici pesan Gokou yang rasanya pahit, mirip kayak kulit kuaci yang putih. 

Btwdi kafe ini nggak ada makanan berat, jadi kita memutuskan buat cari makan di tempat konser. Jujur, tempat konsernya punya vibes kayak Ashta! Depannya itu gedung kantor, tapi bagian belakangnya mall. Kita pun makan nasi hainan dan keliling mall buat killing time.

Setelah nonton konser wave to earth ini, gue makin suka sama mereka! Cuma, gue nggak mau lagi nonton konser di luar Indonesia, terutama kalau berdiri. Sumpah, semua pada angkat hp setinggi harapan orang tua. Gue enggak bisa melihat para personil wave to earth dengan jelas karena sangat terhalang. Beda kalau di Indonesia, terutama KPop yang punya kesepakatan untuk angkat hp maksimal di eye level.

Day 3

Gue melakukan kebodohan di hari ketiga. Rencananya kita bakal main di Genting Highlands dan Batu Caves. Gue dan Cici naik bus dari KL Sentral buat ke Genting Highlands. Setelah sampai, kita langsung antre buat naik gondola sampai. Sumpah, gue kira nggak akan semenyeramkan itu, ternyata cukup bikin deg-degan. Kalau kalian takut ketinggan, jangan beli yang lantainya kaca.

I thought Batu Caves was in Genting Highlands, but it turns out they are two different places! Jadinya gue cuma mampir ke Chin Swee Caves Temple karena balik lagi pun nggak bisa dan kita sudah punya tiket pulang. Setelah itu, kita keliling Genting Highlands Premium Outlets dan makan mi kari yang super enak itu! Personally, Genting Highlands ini mirip kayak Lembang, dingin, gerimis, dan berkabut. Kalau baru pertama kali ke KL, oke untuk ke sini.

One of the most exciting things about traveling with Cici is that she is always excited to buy snacks! Setelah sampai di KL Sentral, kita memutuskan untuk ke Hanifa, swalayan di Kuala Lumpur yang vibes-nya Tanah Abang banget. Kita beli cokelat dan berbagai macam mi kari. Dari sini, harusnya kita makan malam di Pavilion, tapi karena terlalu lelah, kita memutuskan untuk balik ke hotel dan pesan Grab Food saja.

See? Orang gila mana yang pesan makanan online pas traveling.

Day 4

Btw, kita belum menyerah sama usaha jastip ini! Di hari keempat, kita sengaja bangun lebih pagi buat ke Suria. And you know what? Kita tetap kehabisan! Kita pun memutuskan untuk mencari kopi dulu sebelum balik ke hotel dan pulang ke Jakarta. Ini adalah salah satu agenda kita pas traveling, cari kopi dan matcha terbaik di berbagai belahan dunia!

The atmosphere in KL is unique, with many tall buildings, but surrounded by hills. It feels modern and nostalgic at the same time. The sidewalks in KL are much better than in Jakarta. The streets are also nicer and cleaner, although I still find beggars and street vendors in KL, but not as many as in Jakarta. Btw, we also took Grab there several times. I swear, no one drives smoothly, it makes me nauseous and scared.

Overall, I really enjoyed my trip to KL with Cici this time! We had a lot of fun together, and even the little bumps along the way made our adventure even more memorable.

Minggu, 23 Juni 2024

Review Novel Pulang-Pergi: Yang Dibawa dan Ditinggalkan - Alexander Thian


Baca novel Pulang-Pergi: Yang Dibawa dan Ditinggalkan karya Koh Alex ini seperti disuguhkan satu loyang kue favorit, yang sebelumnya dikasih per slice. Buatku, rasanya jadi jauh lebih menyenangkan dan nikmat! Mengikuti Koh Alex dari kelas 3 SMP dan sekarang usiaku 26 tahun, aku tahu beberapa potongan cerita di novel ini pernah kubaca di media sosialnya. Senang bukan main, aku bisa baca versi lengkapnya.

Tulisan Koh Alex itu punya magis tersendiri yang sampai hari ini aku kagumi. Berhasil bikin aku selalu baca sampai habis dan merasakan emosi di tulisan itu. Bercerita soal perjalanan hidupnya yang pernah melarat, merasa tidak dicintai Mamanya, hingga berhasil wujudkan mimpi untuk lihat Aurora borealis berkat semangat dari Papanya. Aku nangis berkali-kali karena sedih sekaligus terharu saat baca novel ini.

Aku rasa kalimat 'Hanya karena kamu mencintaiku, bukan berarti aku merasa dicintai olehmu.' bisa terjadi pada hubungan anak dan orang tua. Anak butuh validasi dan pengakuan orang tua, sedangkan orang tua bingung mengutarakan cintanya. Bagian Koh Alex bertemu dan mengonfrontasi Mamanya bikin aku sadar kalau memaafkan orang tua itu banyak manfaatnya. Membuka banyak pintu nikmat yang awalnya tertutup rapat.

Aku punya sedikit cerita soal ini. Dulu, Mamaku selalu mencari kesalahan kecil aku dan adikku. Cuma, kami berdua adalah anak yang keras kepala dan tidak senang diperlakukan seperti itu. Suatu hari kami bicara dengan lantang 'Ma, kalau mau ngobrol, enggak gitu caranya. Mama bisa tanya tadi kita punya kegiatan apa di sekolah. Bukan cari kesahalan yang enggak ada.'

Sejak hari itu, Mamaku berubah jadi lebih lembut. Sejak hari itu, aku sadar kalau banyak orang tua yang bingung untuk memulai obrolan dengan anaknya. Sejak hari itu, kutanya hal-hal kecil yang sebenarnya ada di depan mata. Sejak hari itu, kudengarkan semua cerita Mama dan Papa meskipun sudah diulang untuk kesekian kalinya.

Selain itu, rasanya seperti dipeluk dari jauh setelah baca novel ini. Sedang berada di titik terendah dan mau menyerah atas impianku yang segunung, aku diingatkan Koh Alex melalui tulisannya untuk terus memupuk dan membawa harapan ke mana pun aku melangkah. Prosesnya boleh jadi menyebalkan dan waktu terwujudnya juga belum tahu kapan, tapi jangan menyerah.

Soalnya, harapan yang dipupuk dan dibawa Koh Alex inilah yang bikin ia berhasil lihat Aurora Borealis di Islandia. Btw, rasanya seperti aku yang sedang melakukan perjalanan ini. Aku ikut merasakan takut saat Koh Alex tertahan di imigrasi, kebingungan cari hotelnya di Paris, keseruan main di tumpukan salju di Islandia, hingga motret orang di Belanda. The storytelling is a delightful mix of charm and humor, weaving a story that will keep everyone hooked and laughing!

Oh, ada satu pesan lagi dari novel Pulang-Pergi: Yang Dibawa dan Ditinggalkan yang aku dapatkan. Sometimes fear is only in your head, and just face it. The more you deal with it, the more you realize that in the end, you will be okay.

So here is the review. I highly recommend this novel for those of you who carry a lot of things and your bag feels very full. There may be a lot of things you don't need to carry, like hatred towards yourself, your parents, and your life. Hopefully, after you read this novel, all hatred, miscommunication, and doubt will be reduced, so that your journey towards your goal will become easier and more enjoyable.

Shout out to Koh Alex for the warmth this novel offers!

  • Judul Buku: Pulang-Pergi: Yang Dibawa dan Ditinggalkan
  • Penulis: Alexander Thian
  • ISBN: 9786230933004
  • Penerbit: Akhir Pekan Press
  • Halaman: 340

Senin, 10 Juni 2024

Proses dan Biaya Pasang Behel di Dokter Gigi

Pakia behel selama 8 tahun, bagaimana proses dan berapa biaya pasang behel di dokter gigi? Aku mau berbagi pengalaman memakai behel atau kawat gigi beberapa tahun lalu. Tenang! Infonya bakal yang terbaru karena beberapa waktu lalu aku ke dokter gigi untuk scaling dan tanya-tanya soal pemasangan kawat gigi.

Aku pernah pakai behel di 2012 pada bagian atas dan bawah gigi. Kemudian, pada 2015 aku sudah bisa melepas bagian bawah dan pada 2022 akhirnya aku melepaskan bagian atas. Kalau dihitung secara keseluruhan, aku pakai behel sekitar 8 tahun lamanya. Fyi, aku pakai selama itu karena kuliah di luar kota dan tidak ingin ganti dokter. Jadi, aku kontrol behel setiap 3-6 bulan sekali, sehingga progresnya lambat.

Apa, sih, yang harus dilakukan sebelum pasang behel atau kawat gigi? Waktu itu, aku melakukan research dan menemukan bahwa pemasangan behel harus dilakukan oleh dokter gigi spesialis ortodonti. Setelah itu, ada beberapa proses yang harus dilakukan mulai dari rontgen, scaling, hingga pencabutan gigi. Dokter akan menjelaskan semua prosesnya secara detail. Berapa biaya pasang behel di dokter gigi? Aku membayar Rp5.000.000 untuk pemasangan atas bawah pada 2012. Aku pakai behel jenis metal. Di dokter yang berbeda, aku bertanya soal pasang behel metal dan harganya Rp6.000.000 untuk atas bawah. Tidak begitu jauh harganya, mengingat aku pasang 10 tahun lalu. Mungkin harga pasang behel turun dan setiap dokter punya tarif yang berbeda.

Back to the topic, gigiku itu besar, tetapi rahangnya sempit. Oleh karena itu, aku harus mencabut empat gigi agar ada ruangan untuk gigiku yang lain. Long story short, gigiku dipasangi bracket dengan karet warna-warni. Aku harus menunggu sekitar 1 jam sebelum makan apapun. Penderitaanku pun dimulai. Gigiku mulai terasa ngilu karena mulai beradaptasi dengan behel yang dipasang. Selama 2 minggu, aku hanya makan bubur saja karena gigiku tidak sanggup mengigit apapun. Selama pakai behel, aku menghindari makanan yang keras karena bisa membuat bracket lepas. Aku harus memotong makananku jadi lebih kecil. 

Di sisi lain, ada satu hal yang juga wajib dilakukan selama pakai behel, yaitu kontrol gigi setiap bulan. Dokter akan mengganti karet dan kawat sesuai dengan kebutuhan. Kadang aku pakai karet yang satuan (O-rings), kadang aku juga pakai karet yang sambung (Power chain). Selama pakai behel, aku bayar kontrol gigi dari Rp150.000 hingga Rp300.000 per bulannya. Aku bertanya pada teman-temanku yang pasang behel, untuk kontrol gigi sekarang harganya di kisaran Rp350.000 per kontrol. Namun, perlu kalian ketahui kalau setiap dokter gigi punya aturannya masing-masing. Ada yang harus bayar pemasangan bracket jika copot dan ada yang tidak. Selain itu, selama aku pakai behel, aku menggunakan sikat gigi khusus. Namun, karena harganya cukup mahal, aku memutuskan pakai sikat gigi anak-anak saja. 

Berdasarkan pengalamanku dan survey kecil-kecilan, rata-rata biaya pasang behel di dokter gigi sekarang sekitar Rp6.000.000 dengan biaya kontrol Rp350.000 per datang. Durasi pemakaian pun tergantung kerumitan dan frekuensi kontrol. Sekarang banyak banget klinik yang memberikan promo. Kalian bisa tanya-tanya langsung, ya!

Rabu, 05 Juni 2024

Hampir Tengah Malam

“Sa, gimana kalau gue nggak jadi apa-apa?”
“Memang kamu mau berubah jadi apa?”
“Nggak… bukan begitu.” “Terus?”
“Kayak… nggak punya kerjaan yang mentereng, jabatan yang tinggi, kayak yang lain…”
“Oh… memangnya harus jadi apa-apa, ya? Nggak boleh jadi biasa-biasa aja?”
“Soalnya, rasanya kayak ketinggalan jauh, Sa…”
“Oh… memangnya kamu diajak lomba siapa-sampai-lebih-dulu?” 
Nggak, sih…”
“Ya… terus?”
“…………”
“Kamu, tuh, lagi perang sama isi kepalamu sendiri. Dari awal juga nggak ada yang ajak kamu lomba, siapa lebih dulu sampai. Kalau kamu ikut lari bareng mereka itu, belum tentu kamu puas sama hasilnya. Tujuan kamu sama mereka belum tentu sama. Tolak ukur keberhasilannya pasti beda. Mending kamu pulang, istirahat. Bapakmu telepon dari tadi kamu bahkan nggak sadar!”

Senin, 22 Januari 2024

Courage and Honesty

Kalau dibandingkan dengan 2021-2022, memang 2023 lebih baik. Tahun ini, aku banyak melakukan hal secara sadar, termasuk berkata tidak dan menolak ajakan orang-orang terdekat. Tahun ini, aku lebih banyak memilih dan mengikuti kemauanku sendiri. Aku, jadi lebih berani.

Sebelum aku bercerita lebih panjang, aku mau berterima kasih untuk akun Instagram @austeread yang sering banget bikin konten berbeda dari kebanyakan. Akun Instagram ini kasih banyak insight buatku tentang hidup. Dari akun ini, aku paham bahwa hidup enggak selalu soal menanjak dan aku juga belajar tentang being content.

Di 2023 ini, aku belajar soal waktu. Aku menyadari bahwa keinginan enggak langsung terwujud, ya, karena memang belum waktunya. Aku ingat banget, pada 2020 aku pernah mengoceh tentang kerja dekat rumah dengan banyak freelance. Aku bilang begitu mengingat jarak kantorku cukup jauh dari rumah. Rumahku di Cengkareng, kantor lamaku di SCBD. Awal Januari 2023, aku mendapat offering kerja di dekat rumah dan tawaran menjadi freelance writer untuk beberapa perusahaan. 

The power of what I was thinking.

Waktuku kecil, aku suka banget ngomong pakai bahasa asing yang saat itu pun aku enggak tahu lagi ngomong bahasa apa. I was just mumbling. Aku waktu kecil juga penasaran rasanya jalan-jalan ke luar negeri. Di 2023, keinginan itu kesampaian. Jalan-jalan ke Singapura bersama teman baikku. Di sana pun aku menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi dengan warga lokal. Aku mengunjungi tempat yang dulu cuma bisa aku lihat dari internet dan dengar dari cerita teman-temanku.

Di 2023, ini tahun pertamaku bertemu psikolog. Kalau dipikir-pikir, apa yang membuatku ke psikolog bukan hal yang menggelegar, tetapi buatku tetap memuakkan.

Rinduku Kian Serakah

Aku paham, sih. Sebagai manusia, aku dititipkan dengan berbagai macam perasaan, termasuk merindu. Masalahnya, belakangan ini rinduku kian serakah. Ia mengecilkan perasaanku yang lain dan membesarkan diri. Membuat dadaku terasa penuh dan sesak.

Sudah membesarkan diri dan memaksa yang lain untuk mengecil, rindu yang kian serakah ini juga minta untuk dikeluarkan dan disampaikan. Gila, ya? Mau ditaruh mana mukaku.

Sudah kusuruh ia diam sejak beberapa hari lalu, tetapi ia malah menggila dan menjadi-jadi. Ia mulai menggangguku lewat mimpi. Seakan-akan berkata, kalau tidak segera dikeluarkan, maka tidurku tidak akan tenang.

Sudah, ya. Hanya segini kemampuanku untuk mengeluarkan kamu. 

Jangan lagi membesarkan diri dan membuatku malu seperti ini. 

Jangan datang lagi ke mimpiku. 

Sungguh, aku ingin tidur dengan tenang. 

Segeralah merindu yang lain.