Hai, apa kabar? Sudah lama saya tidak bercerita di sini. Oh, iya, saya punya website baru. Tetapi, tangan saya tetap memilih blog ini untuk bercerita.
Baru saja saya membahas tentang ketakutan yang saya alami sekitar 10 tahun lalu. Tentang bayang-bayang masa depan yang menghantui.
Sekitar 10 tahun lalu, saya pulang ke Bukittinggi. Di sana saya melihat foto tante saya yang menggunakan toga. Dalam hati saya berpikir "Apa saya mampu untuk kuliah? Apa saya sanggup untuk kuliah? Apa saya bisa menjadi sarjana?"
Ada sedikit ketakutan di sana. Saya juga sudah mengenal sedikit-sedikit tentang skripsi yang katanya bikin tidak bisa tidur dan sulit. Saya takut jika saya tidak mampu menjadi seperti tante saya; menjadi seorang sarjana.
Sepuluh tahun itu telah berlalu. Lika-liku kehidupan menjadi anak sekolah saya lalui. Dengan segala keluh kesah dan kenangannya.
Di tahun 2015 saya merantau jauh dari Jakarta, untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi lagi. Ah, ternyata saya mampu dan sanggup untuk kuliah.
Di semester ke-4 saya mulai dibayangi tugas akhir yang harus dilakukan seorang diri. Penelitian yang harus saya lakukan sendiri.
Ah, apa yang harus saya teliti? Bagaimana kalau saya tidak sanggup? Bagaimana kalau saya menyerah nanti? Bukankah semua menjadi sia-sia?
Ketakutan itu semakin menghantui seiring berjalannya perkuliahan. Mulailah saya harus mencari magang di semester tujuh dan memikirkan judul penelitian yang ingin saya lakukan.
Menjalani perkuliahan di semester akhir benar-benar menguras pikiran. Iya, pikiran. Saya sudah tidak punya kelas untuk didatangi, tetapi saya selalu merasa lelah. Sempat putus asa dan ingin menyerah. Tetapi saya ingat perjuangan saya meyakinkan orang di rumah untuk merantau ke Jawa Timur. Saya harus selesaikan apa yang saya mulai.
Bulan Desember 2019, saya dinyatakan lulus oleh dosen penguji. Ah, akhirnya, hampir setahun penuh saya mengerjakan tugas akhir ini dengan segala kepanikan yang saya punya.
Setelah itu saya tersadar akan ketakutan saya 10 tahun yang lalu. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul tentang masa depan.
Ternyata saya mampu dan bisa menjadi seorang sarjana. Woah. Apa, ya, yang terjadi kalau waktu itu saya tidak melihat foto tante saya? Entahlah.
Ketakutan-ketakutan itu seringkali datang bergantian. Memunculkan rasa ragu yang besar dalam diri. Entah untuk menakuti atau menyemangati. Mungkin kita hanya perlu terus percaya diri. Dengan semua kerja keras dan cerdas, hasil tak pernah mengkhianati.