Minggu, 27 September 2020

DAY 15: If You Could Run Away, Where Would You Go?

Awalnya gue mau jawab ke museum, tetapi seperti ada yang kurang. Mau jawab ke pantai, gue enggak sesuka itu dengan laut. Mau jawab ke gunung, gue juga enggak sebegitunya dengan kegiatan alam.

Terlintaslah suatu kota yang enggak pernah terbayang akan menjadi salah satu tempat penuh dengan kenangan.

Kalau gue bisa pergi sekarang, gue akan memilih ke Malang. Alasan paling cepat, sih, gue pengin wisuda. Namun, gue akan coba jelaskan kenapa gue memilih pergi ke kota perantauan ini.

Gue akan pilih ke Malang dengan tujuan menuntaskan tugas sebagai perantau. Bukan hal wajib, tetapi seperti belum afdol saja rasanya.

Hal yang ingin gue lakukan pertama kali adalah main ke Paralayang. Iya, gue belum pernah ke sana dari pertama kali menginjakkan kaki hingga mengucapkan selamat tinggal di akhir Desember tahun lalu.

Gue juga pengin main ke Museum Angkut. Ini juga belum pernah. Astaga, perantau macam apa gue, nih?! Gue pengin ke Sendiki dan berangkat dari pagi.

Pengin lihat pantai yang menurut orang-orang itu bagus. Sebenarnya gue pernah ke Sendiki, hanya saja kemalaman. Gue enggak bisa lihat apapun selain ribuan bintang di gelap malam.

Gue, gue ingin menikmati setiap momen di Malang dengan baik. Gue mau meninggalkan kota itu dengan perasaan lega. Terakhir gue sadar, sih, gue sedikit mengumpat kenapa gue harus merantau jauh.

Padahal kalau gue pikir lagi, banyak banget hal seru dan kenangan manis di sana yang mungkin enggak akan gue temui di Jakarta. Ya, gue pilih ke Malang untuk menuntaskan yang mengganjal di hati.

Sabtu, 26 September 2020

DAY 14: Describe Your Style

It's bad. It is.

Terlahir sebagai perempuan, tentu ada konsep feminin yang melekat. Namun, gue malah sebaliknya. Sejak kecil, ketimbang menggunakan pakaian yang feminin, gue lebih sering pakai kaus dan jeans. Hal ini tentu membuat label tomboy melekat dalam diri gue. Ditambah rambut gue selalu pendek.

Label tomboy ini sebenarnya mengurungkan niat gue untuk melakukan beberapa hal, seperti menari waktu di SD. Ah, gue menyesal. Padahal gue sangat tertarik dengan menari.

Style gue itu malah bisa dibilang jelek karena gue enggak sebegitu pedulinya. Kalau kata teman gue, sih, sudah bisa bikin malu sekitar. Gue suka enggak peduli dengan motif celana dan baju yang bertolak belakang.

Ya, biasanya, sih, gue pakai kaus dan jeans aja. Semenjak kuliah, ya, ada celana bahan dan kemeja. Ya, tetapi begitu aja. Gue selalu pilih warna basic. Hitam, cokelat, biru gelap, dan warna-warna basic lainnya.

Hal feminin yang melekat di gue sepertinya hanya make-up dan flatshoes. Gue sesuka itu sama dua hal ini.

These days gue memberanikan diri menggunakan dress. Ah, gue suka banget dengan diri gue kalau lagi pakai dress. Teman gue yang gue percaya punya selera bagus pun bilang kalau long dress fits well on me. Yeah, noted!

Belakangan ini isi keranjang di toko online adalah berbagai macam dress. Gue pun mulai menggunakan dress gue yang sudah lama tersimpan di lemari. Memberanikan diri menggunakan pakaian yang bermotif. 

Ah, senangnya. I hope I can figure out more about myself. What's about you? What's your style?

Jumat, 25 September 2020

DAY 13: Favorite Book

Gue tidak menyangka akan menuliskan nama ini. Gue pikir gue akan menulis judul buku yang memberi gue inspirasi pergi ke suatu tempat. Ternyata enggak. Gue akan menulis judul buku yang ditulis Mas Aih alias Galih Hidayatullah.

Beberapa waktu lalu Mas Aih memberika dua pdf bukunya secara gratis untuk menemani kita di rumah selama PSBB berlangsung. Syukur, gue sempat mengunduhnya.

Ini pertama kalinya gue membaca karya Mas Aih dan gue jatuh cinta dengan Seperti Bianglala, pada Sebuah Akhir Kita Memulai. Kumpulan cerita pendek dan percakapan beberapa tokoh di sini benar-benar memberikan banyak pesan tersirat.

Beberapa cerita punya plot twist yang cukup membuat hati gue kosong sesaat. Kenapa gue pilih buku ini? Kejadian-kejadian yang Mas Aih gambarkan itu dekat dengan kehidupan sehari-sehari. Kita akan merasa tertampar.

Berkali-kali gue unggah potongan-potongan cerita itu, berkali-kali juga gue mendapat balasan dari followers gue "Bukunya siapa, Fel?"

Yes, I know! This book is worth to read. Ketampar juga, kan, kalian ketika baca potongan-potongan yang gue unggah?

Cerita ini mengisahkan bagaimana akhir dari sesuatu itu bisa menjadi sesuatu yang baru. Kebukanya kesempatan-kesempatan lain. Yang lalu biarlah berlalu. Jangan sampai putus harapan.

Kamis, 24 September 2020

DAY 12: Favorite TV Series

Series ini berakhir pada 2018 dengan jumlah 8 musim. Meskipun gue tahu series ini hanya tiga tingkat lebih baik dari sinetron Indonesia penuh dengan drama, tetapi The Vampire Diaries menjadi salah satu series favorit gue.

Mengisahkan kehidupan vampire dan manusia, ya, klasik, mereka saling jatuh cinta. Diperankan oleh Nina Dobrev (Elena Gilbert), Paul Wesley (Stefan Salvatore), dan Ian Somerhalder (Damon Salvatore). 

Gue enggak mungkin menceritakan setiap bagian, kan? Karena beneran panjang dan drama banget series ini, tuh! Namun, kenapa gue tetap menyelesaikannya? The Vampire Diaries itu pelopor dalam hidup gue menonton series.

Di The Vampire Diaries universe ini ada vampire, penyihir, serigala, dan berbagai makhluk astral lainnya. Gue dibuat baper berkali-kali dengan kisah cinta Elena - Stefan dan Elena - Damon. Jujur, gue tim Elena - Damon. Cocok di serial ini, membuat Nina dan Ian pacaran di dunia nyata. Ah, gila!

Sayangnya, di musim ke-6 Nina memutuskan hengkang. Di sana gue tahu rasanya kehilangan ditinggal seseorang. Sumpah, gue patah hati. Sempat terpikir untuk enggak melanjutkan menonton serial ini, tetapi gue selesaikan juga. Syukur, tetap seru!

Awalnya gue enggak kebayang ditinggal pemeran utama. Bakal seperti apa jalan ceritanya? Ternyata penulisnya emang keren! Malah bikin penonton tambah penasaran.

Di sisi lain, saking sukanya gue dengan serial ini, membawa gue untuk menonton spin off-nya, The Original. Gila, The Original universe lebih menyayat hati karena tentang keluarga. Original vampire yang enggak bisa mati dengan mudah. Ah, parah!

The Original pun membuat universe lanjutan, Legacies, yang menceritakan anak-anak dengan kemampuan khusus. Cerita di universe ini sedikit kombinasi dari peran-peran yang ada di The Vampire Diaries dan The Original.

Gue mengikuti tiga serial drama ini. Wow, ini bukan hanya satu. Ya, tetap, semua berawal dari The Vampire Diaries. Para pemainnya terkadang masih suka bertemu dan ini bikin gue kangen berat. Namun, gue enggak sanggup kalau harus menonton ulang. Banyak banget, cuy!

Sepertinya banyak orang yang tahu The Vampire Diaries, tetapi enggak tahu dua serial lanjutannya. Jadi, kalau kalian suka drama bergenre percintaan dan keluarga, tiga serial ini bisa jadi pilihan, guys!

Rabu, 23 September 2020

DAY 11: Talk About Your Sibling

Ya, Allah. Ini manusia pasti bakal membaca tulisan ini karena kita saling mengikuti di Twitter. Namun, namanya tantangan, ya, harus dikerjakan.

Tiga tahun lebih muda, manusia ini lahir 19 tahun lalu tepat pada Hari Pendidikan Nasional. Tentu, hal ini membuat gue dan manusia ini memiliki zodiak yang sama. Iya, gue suka membahas zodiak. Emang kenapa?!

Selain zodiak yang sama, nama gue dan manusia ini pun hanya berbeda dua huruf. Kenapa orang tua gue kurang kreatif, ya? Literally beda dua huruf! Terkadang kita pun enggak tahu siapa yang lagi dipanggil.

Meskipun zodiak dan nama kita berdua sama, tetapi sifat dan sikap kita menghadapi sesuatu itu sangat berbeda.

Dengan tubuh langsing dan ramping membuat manusia ini sering dibilang enggak dikasih makan. Berbeda dengan gue. Malah aneh kalau gue enggak makan.

Punya rambut lurus dan bertekstur halus membuat manusia ini berbeda sendiri di rumah. Namun, suatu kejadian membuat rambutnya tumbuh enggak seindah dulu. Akibat potong rambut enggak izin.

Kalau gue membeli sesuatu karena butuh, manusia ini membeli sesuatu karena rasa penasaran. Kalau gue bisa setia terhadap apa yang gue lagi kerjakan, manusia ini menyerah karena rasa bosan.

"Kalau bisa menumpuk cucian kotor, kenapa tidak?" adalah motto hidup manusia ini. Dia bisa mengganti baju beberapa kali dalam sehari. Ya, meskipun gue akui everything she wears fit well on her.

Manusia ini enggak humoris, tetapi setiap ocehan dan tingkah bodohnya selalu berhasil membuat gue tertawa.
"Kenapa, sih, lu no brain banget?"
"No brain."
"Lu kerja, gih, biar gue cepet-cepet minta duit sama lu."
"Beli kopi, yuk! Tapi lu yang beliin, lah!"

Waktu gue kecil, manusia ini menjadi lawan terbaik untuk berantem. Kalau sekarang, sih, sakit juga dipukul manusia ini.

Kerjaan dia akhir-akhir ini kalau enggak bikin gue naik darah, ya, minta jajan. Kenapa juga selalu gue kasih?

Sekarang sudah membawa pacarnya ke rumah. Salim sama gue dan yang lain untuk izin pergi keluar. Woah, padahal dia akan selalu menjadi adik kecil no matter how old she is.

Gue selalu gregetan dengan anak kecil, sementara manusia ini bisa mengayomi. Gue akan mengatakan yang gue enggak suka, sementar manusia ini hanya perlu dibaca mimik wajahnya.

Apalagi, ya? Gue sudahi saja, deh, tema hari ini. Gue enggak ingin lama-lama mengizinkan manusia berada dalam otak gue. Bye.