Sabtu, 10 Oktober 2020

DAY 28: Write About Loving Someone

Sebaiknya gue meminta maaf kalau tulisan ini membuat kalian merinding disko. Kenapa, ya, beberapa tema tantangan ingin membuat gue berpikir keras. Hari ini contohnya. Bagaimana gue harus memulai dan apa yang harus gue tuangkan?

Write about loving someone, yang entah apa makna dari kata mencintai. Coba gue telisik sebentar, apa saja yang pernah gue rasakan selama jatuh cinta. Tunggu, ini bukan hanya soal pasangan, tetapi cinta gue terhadap orang-orang di sekeliling.

Ketika kita mencintai seseorang, rasanya perut penuh dengan sesuatu yang membuat sudut bibir terangkat tinggi. Ya, tentu, jatuh cinta enggak selalu manis.

Jatuh cinta itu juga mengizinkan seseorang menembus sesuatu dalam diri. Entah toleransi yang tinggi, kepercayaan yang penuh, atau harap yang kian menjulang. Padahal, riskonya besar; sakit hati dan kecewa.

Orang terdekat, kan, memang berisiko untuk menyakiti kita lebih kejam. Oh, tetapi gue tidak ingin skeptis banyak-banyak. Jatuh cinta pun mengajarkan gue untuk membagi rasa, agar senang bisa menular dan keterpurukan tidak banyak memberatkan.

Punya cinta untuk orang lain itu seringkali membuat kita melakukan sesuatu yang mungkin sebelumnya enggak kita lakukan. Menunggu, misalnya.

Ngaku! Siapa yang malas menunggu, tetapi kalau pacar yang lama ini-itunya tetap dimaafkan?! Atau jauh-jauh naik kendaraan umum demi bertemu sahabat?! Siapa yang khawatir kalau adik atau kakaknya belum pulang padahal kerjaannya bertengkar terus setiap hari?

Ya, kira-kira begitulah mencintai seseorang.

Jumat, 09 Oktober 2020

DAY 27: Someone Who Inspires Me

Gue paling enggak bisa, nih, kalau harus pilih seseorang sebagai insipirasi. Soalnya gue sudah menanamkan sejak dini kalau gue bisa belajar dari mana aja, jadi enggak akan hanya ada satu orang atau satu kejadian.

Gue akan buat bagian ini menjadi kumpulan dari sifat seseorang dengan satu inti. Seseorang yang tahu apa yang dirinya mau. Orang-orang dengan sifat ini sunggu menginspirasi gue, yang takut untuk melakukan perubahan dan sesuatu yang baru.

Gue, gue selalu tahu apa yang gue mau. Hanya saja, gue selalu takut memulai. Takut gagal. Padahal, mencoba aja belum. Pengecut banget, enggak, sih?

Gue punya beberapa teman yang ambisius. Selalu tahu apa yang dia mau dan apa yang enggak diperlukan dalam hidupnya. Mereka ini selalu gigih dan giat untuk mencapai itu. Dari mereka, gue belajar untuk tahu apa yang mau gue lakukan dalam beberapa waktu ke depan dan merencanakan prosesnya dengan baik. Biar hasilnya maksimal, enggak setengah-setengah.

Mereka juga mengajarkan gue untuk punya beberapa pilihan, biar kalau yang satu gagal, masih banyak pilihan lainnya. Enggak perlu terlalu lama pusing. Cepat fokus ke hal baru.

Ini enggak hanya teman, sih. Gue pengin sebut nama ini, Jackson GOT7, Kim Mingyu dan Xu Minghao Seventeen, inspired me lately. Jack dan Mingyu si pekerja keras, Hao yang suka mengeksplor hal baru.

Gue belajar dari mereka kalau enggak ada kata terlambat untuk belajar hal baru, seperti fotografi atau melukis. Enggak ada salahnya untuk baru memulai sesuatu di usia 20-an. Terkadang ini jadi boundaries tersendiri untuk gue memulai hal baru. Padahal enggak masalah, kalau gue tertarik dengan sesuatu, mau berapapun usia gue nanti.

Kamis, 08 Oktober 2020

DAY 26: Your School

Senior High School and College Life are the greatest time of my life but I will tell you from the Elementary - College life.

Masa-masa pas gue SD seru, sih! Gue punya kelompok main. Paham, kan, maksudnya. Gue sering banget berenang setiap minggu sama dua teman gue sampai suatu hari gue kecelakaan dan berhenti melakukan rutinitas mingguan itu.

Gue dekat dengan beberapa orang hingga kini. Walaupun pas SMP & SMA cukup renggang karena sebagian besar kita semua semua beda sekolah atau beda kelas.

Kalau pas SMP, waktu terbaik itu pas kelas delapan. Semuanya seseru itu. Gue ikut ekstrakurikuler bulu tangkis dan beberapa kali ikut latihan basket. Sisanya, I can't tell you any further. There's a pain that I want to make a peace with. That's all.

Kalau SMA, wah, one of the best year of my life, sih. Gue menikmati setiap waktu di sana. Mulai dari kelas 10 - 12. Pernah merasa jadi siswa paling bodoh karena enggak bisa matematika dasar dan dianggap pintar Bahasa Inggris karena nilai gue pernah paling besar. Ini kejadian waktu kelas 10.

Waktu di mana gue suka sama orang dan berani make a move. Gue merasa satu sekolah tahu, deh, gue suka sama ini manusia. Ya, Allah. Enggak ada malunya kalau gue pikir-pikir.

Punya geng namanya GECE, isinya 13 orang. Ya, kalau sekarang, sih, seadanya yang bisa diajak main aja.

Waktu SMA gue aktif di ekstrakurikuler Tari Saman. Pernah ikut SOTR juga. Apalagi, ya? Oh, di skors karena gue ada di tempat kejadian padahal terbukti tidak bersalah (hukuman gue paling ringan sendiri). Tampil di bulan Bahasa sama anak cewek IPB semua angkatan.

Gue juga jadi panitia BTS. Lalu, foto BTS bareng IPB jauh-jauh ke Sentul pas hujan. Ah, lucu juga. Oh, soal IPB, ini kelas one and only di setiap angkatan. Suka dianggap kelas anak buangan. Huh. Tagline kelas gue adalah #IPBnich. Ah, kangen itu kelas yang banyak tempelan kayak kelas anak TK.

Udah, ah. Pusing gue memikirkan ini.

Move to college life. Ini kali pertama gue menginjakkan kaki di Jawa Timur. Merantau. Asli, ini keputusan paling sotoy yang pernah gue buat. Namun, gue enggak pernah menyesalinya.

Punya geng di kampus namanya Pandapuff, isinya sembilan perempuan. Asli. Ini nama terlalu imut untuk gue. Namun, kalau enggak ada mereka, kehidupan perkuliahan gue akan ambyar dan berantakan, deh.

Selalu saling bantu kalau sama anak-anak Pandapuff, tuh! Terpacu untuk belajar atau minimal nilai enggak ada yang bikin sakit mata. Gue enggak pernah punya hubungan manis dengan teman, sih. Emang bukan style gue. Ketemu Pandapuff, ya, pelan-pelan belajar bersikap manis dan kasih perhatian dengan baik ke teman.

Di semester kedua gue ikut gabung ke komunitas JSC yang isinya anak-anak Jabodetabek yang kuliah di Malang. Main sama anak-anak JSC itu dari kumpul karena acara sampai kumpul karena iseng. Enggak nyangka gue bisa bikin JSC Thrift Shop dengan lancar dan buka puasa di Villa. One of the best moment in my college life, sih!

Lalu, ada Sucipto yang kalau gue jabarkan apa artinya kalian akan malas bacanya. Mereka adalah teman kosan, teman hidup, teman berkeluh-kesah, teman berdosa, dan teman apapun namanya. Anak asuh Mr. Anto. Kosannya di Jl. Kertoraharjo yang kalau ada dua mobil beda arah langsung macet.

Gue enggak tahu mau jelasin Sucipto seperti apalagi. Mau masuk kamar tinggal masuk. Mau pinjam make-up tinggal ambil. Mau minta makanan enggak perlu permisi. Ketinggalan barang? Tinggal lempar dari lantai tiga.

Banyak dosa dan kebodohan yang gue lakukan bersama Sucipto, sih. Ada yang gue suruh solat malah foto langit subuh lalu tidur lagi. Ada yang tiba-tiba bawa teman baru ke kosan padahal kita semua kenal semua circle-nya. Ada. Sucipto itu ibarat tempat pulang. Apalagi kalau jam 12 malam.

"PLEASE MASUK GERBANG BARENG."
"CEPETAN ITU PAK ANTO DI GERBANG."
"TITIP JAJAN DI WARUNG 2 REBU. COKLAT-COKLAT."
"PAK WIFI LEMOT, NIH, PAK. RESTART DULU, PAK."
"ANJENG, SIAPA NYANYI JAM SEGINI?! BENTAR LAGI DIMATIIN, NIH, LISTRIK."

*gelap*

Rabu, 07 Oktober 2020

DAY 25: Something Inspired of The 11th Image on Your Phone

I don't have any story behind the 11th on my phone. It's just a wallpaper, a pink one, with a blessed letter. It's just a reminder for me to always feel blessed for everything. That is all. 

Selasa, 06 Oktober 2020

DAY 24: Write About Lesson You've Learned

Wah, banyak banget. Gue akan mencoba menjabarkan pelan-pelan. Semoga bermanfaat.

Gue pernah menjadi orang yang mudah meremehkan sesuatu, terutama yang bisa dibayar dengan uang. Sampai suatu ketika, gue ditampar keadaan sulit. Kalau biasanya gue minta uang lancar, datang waktu saat gue meminta uang yang keluar adalah ocehan. Sejak saat itu, gue sadar betapa berartinya omongan teman gue "Ah, enggak, deh. Sayang uangnya. Itu enggak penting." ketika yang gue lontarkan sebelumya adalah "Bayar aja, sih, Segitu doang, kok!".

Ya, sejak itu gue belajar untuk tidak meremehkan sesuatu. Namun, apakah hal ini membuat gue menjadi irit? Oh, tentu tidak, sobat. Boros adalah jalan ninjaku.

Lalu, akhir-akhir ini gue belajar tentang hidup minimalis. Ini bukan berarti hidup dipenuhi dengan barang-barang minimalis yang estetik, ya. Secara garis besar, gue memaknainya dengan menghargai apa yang gue sudah miliki, membeli barang ketika gue butuh, menggunakan sesuatu sesuai keperluan, dan menghindari tindakan impulsif.

Meskipun gue tahu kalau gue enggak akan sepenuhnya bisa 100% minimalis, tetapi cukup membantu menekan pemborosan yang selama ini terjadi dalam hidup gue. Sekarang gue selalu mencoba menereka-nerka terlebih dahulu, apakah gue butuh, apakah gue harus membelinya, apakah gue harus menyimpannya, apakah gue harus membuangnya, dan semacamnya.

Tahun lalu, gue belajar banyak tentang keadaan diri sendiri. Gue jadi tahu banyak banget hal yang enggak terjadi sesuai dengan harapan gue dan gue harus bersiap akan itu. Gue belajar, hanya karena gue baik dengan orang lain, bukan berarti orang akan melakukan hal yang. Gue. Harus. Menerima. Kenyataan. Itu.

Gue belajar untuk melepaskan hal-hal yang melelahkan hati gue. Terkadang berjalan bersama bukanlah opsi yang baik.

Tahun lalu, gue juga belajar untuk enggak menyerah meski gue tahu rasanya enggak bisa tidur padahal sudah terjaga selama dua hari. Ya, menyelesaikan masa studi memberi tahu kalau ternyata gue sanggup melalui sesuatu yang gue kira mustahil.

Di tahun ini, ah, tahun ini nano-nano banget! Tahun ini gue semakin sadar kalau kesehatan mental itu penting. Kalau memang butuh pertolongan jangan takut untuk pergi berobat. Gue juga belajar apa yang biasa di gue, belum tentu di orang lain. Apa yang orang lain bisa lalui, belum tentu sama hasilnya di gue.

Tahun ini gue belajar untuk lebih mendengarkan. Belajar lebih memahami. Belajar untuk tidak menghakimi. Belajar kalau gue mungkin enggak tahu apa-apa tentang apa yang telah dilalui orang lain.

Mungkin gue seorang extrovert, tetapi membuka diri bukanlah pilihan pertama gue. Gue yang akan menentukan siapa yang gue izinkan untuk masuk. Namun, tahun ini gue belajar pelan-pelan untuk menerima orang-orang yang sekiranya terlihat ingin membangun hubungan dengan gue. Ternyata, enggak dikit manfaat baik yang gue rasakan dari membangun relasi.