Kamis, 04 Maret 2021

Mencari Jawaban

Menurutku,
Karena manusia itu dinamis
Bergerak, berubah
Pun perasaannya

Namun,
Aku mulai tahu
Aku mulai paham
Perbedaannya bisa dirasakan

Apa perasaan itu menjadi maju
Apa perasaan itu menjadi mundur
Tak berhenti di sana
Kecepatannya pun bisa dihitung

Ya,
Pun bisa aku keliru
Perhitungan tak tepat
Yang dirasa menjadi ragu

Kalau kau ingin lebih yakin
Coba kau peluklah
Tatap matanya
Barangkali ada jawaban lain di sana

Minggu, 28 Februari 2021

Jalanin Perlahan Juga Tidak Masalah, Kok!

Gue memberikan judul ini karena teringat masa-masa mengerjakan skripsi. Setelah gue pikir-pikir, hidup gue agak lambat. Gue lulus 4,5 tahun. Molor dari rencana gue yang ingin lulus tepat waktu. 

Meskipun terdengar seperti butterfly effect, gue mensyukuri banyak hal atas terlambatnya kelulusan gue. Setelah resmi sendirian di kos, gue jadi lebih banyak main sama teman-teman gue yang lain.

Gue merasakan juga keseruan menginap di kontrakan teman, menghabiskan waktu di kedai kopi hampir setiap malam, hingga rencana dadakan main ke luar Malang. Kenapa gue mensyukuri hal ini? Karena sebagian besar teman gue perempuan dan all of us berada di zona nyaman yang sama.

Ya, itu sebagai contoh kalau tidak semua hal yang berjalan tidak sesuai rencana itu buruk. Kita bisa mengubah cara pandang terhadap sesuatu. Karena, kalau saja gue terus merasa putus asa (meskipun sempat), gue mungkin akan melewatkan hal-hal menyenangkan itu.

Setelah lulus dan kembali ke Jakarta sebagai fresh graduate, gue bisa magang di salah satu E-Commerce besar di Infonyaa. Senang? Oh, tentu. Meskipun demikian, setelah masa magang habis, gue mulai panik.

Gue harus cepat dapat kerja full time. Ini yang seharusnya dilakukan seorang fresh graduate. Dapat kerja.

Gue sempat tertekan yang membuat gue tidur jam 3 pagi dan bangun pukul 7 pagi. Apa yang langsung gue lakuin ketika bangun tidur? Melamar kerja.

Gue sempat wawancara, kok, dengan beberapa perusahaan. Ada yang ditolak, ada yang tidak sesuai dengan nilai yang gue yakini sehingga gue tolak, dan lainnya.

Ya, gue pernah menolak juga beberapa pekerjaan karena tidak cocok dengan nilai yang diyakini. (Gue terdengar visioner, tetapi masih pakai perasaan juga). *sigh*

Akhirnya, gue magang di salah satu media online di Indonesia. Ya, setidaknya gue punya pemasukan. Masalahnya, gue tahu kalau kemungkinan diangkat menjadi karyawan itu kecil. Soalnya banyak anak magang yang sudah lebih dari 6 bulan di sana.

But here's the thing. Gue ingat dan catat dalam hati. Jenis pekerjaan apa yang gue mau, rencana pekerjaan kalau sekiranya yang gue pengin tidak tercapai, apa saja toleransi gue terhadap keadaan, berapa lama gue harus menjadi idealis, dan lainnya.

Hal-hal ini juga yang membuat gue menolak beberapa pekerjaan. Tidak sesuai dengan perhitungan yang sudah gue punya. Btw, gue pengin bilang kalau gue punya sedikit privilege; tidak dituntut orang tua untuk segera mendapat kerja dan membiayai keperluan rumah.

Dua minggu menganggur sejak magang di media online, salah satu kompetitor E-Commerce tempat gue magang di awal tahun menghubungi gue. Kalian tahu? Di sini gue lagu proses melamar pekerjaan di tempat teman gue.

Apa rasanya ada full time di depan mata, tetapi tawaran intern di perusahaan besar dengan reputasi oke menghampiri? Gue pernah kehilangan dua kesempatan sekaligus. Gue tidak akan mengulanginya lagi.

Akhirnya gue bilang ke orang tua gue kalau gue lagi proses wawancara di perusahan tempat teman gue bekerja, tetapi gue juga mendapat tawaran intern di perusahaan besar. Gue akan pilih yang memberi kabar paling pertama.

Ternyata gue dinyatakan diterima sebagai intern. Besok, perusahaan teman gue memberi kabar bahwa gue lolos ke tahap terakhir. But I already make a promise and decision.

Gue pun berjanji ini menjadi magang terakhir. Sudah saatnya gue mencari pekerjaan full time. Teman gue pun sudah memberi label pada diri gue sebagai spesialis internship. Sungguh. (But, all those internships membawa banyak pengaruh baik ke setiap wawancara yang gue lakukan, loh!)

Dua minggu terakhir magang, gue memberanikan diri untuk bertanya tentang kesempatan untuk gue berkarir di sana. Kesempatan itu pun datang setelah penantian panjang.

Gue bersyukur banget. Perjalanan gue yang tidak sebentar ini akhirnya membuahkan hasil. Ya, meskipun perjalanan ini akan sangat panjang. Ini baru permulaan.

Gue sadar, kalau saja kemarin gue buru-buru, kalau saja gue tidak pakai perhitungan, kalau saja gue asal menerima, gue tidak bisa membayangkan, sih.

Akhirnya gue paham pentingnya berlaju dengan persiapan, berlaju dengan matang, berlaju dengan banyak rencana. Pun gue sedang tidak berlomba-lomba dengan siapapun.

Gue hanya berlomba dengan ketakutan akan ketinggalan, berlomba dengan pencapaian seseorang yang sebenarnya gue juga tidak tahu kerasnya jalan yang dia lewatkan, atau berlomba untuk mendapat pengakuan. Entah.

Dear self, selamat menempuh perjalanan baru. Fighting!

Rabu, 03 Februari 2021

Mengenal Kata Cukup dengan Gaya Hidup Minimalis


Belajar hidup miminalis

Belakangan ini gue lagi tertarik dengan gaya hidup minimalis. Entah kenapa, gaya hidup ini (sebagian besar) cocok dan masuk akal untuk gue. Salah satu poin dari gaya hidup minimalis yang gue pahami adalah merasa cukup atas sesuatu yang telah dimiliki.

Gue membaca buku Goodbye, Thing: Hidup Minimalis ala Orang Jepang karya Fumio Sasaki dan menonton film dokumenter Minimalism: A Documenter About the Important Things di Netflix. Sederhananya, dua hal ini memberikan gambaran tentang hidup dengan sedikit barang.

Dari buku yang gue baca, gue mendapatkan pencerahan bagaimana barang dan ruang yang kita punya itu dapat memberi sumbangan stres dan kebahagiaan yang cukup signifikan.

Fumio menjabarkan bagimana dahulu saat dirinya mengoleksi banyak barang yang pada akhirnya hanya menumpuk tanpa arti. Dirinya pun sudah terlalu lelah untuk sekedar merapikannya. Fumio juga memberi contoh bagaimana semakin sedikit barang bisa membuat perasaan menjadi lebih senang.

Ya, seperti hendak berpergian lalu tiba di hotel. Kamar hotel adalah salah satu contoh keadaan kamar yang terisi dengan barang secukupnya. Paham, kan, rasa lega melihat tempat dengan sedikit barang seperti kamar hotel? Lalu, perasaan stres dengan banyak barang ia umpakan saat pulang dari berpergian. 

Bagaimana kita harus menyusun barang ke dalam koper yang ditambah dengan barang-barang yang baru saja dibeli saat liburan. Bagaimana kita harus putar otak untuk membuat barang-barang tersebut masuk ke dalam koper.

Gue pun setuju dengan contoh yang Fumio berikan. Terkadang gue juga merasa gerah dengan barang-barang di kamar dan rumah gue yang berantakan. Apalagi kalau barang tersebut sudah lama tidak digunakan. Namun, atas nama takut nanti diperlukan, disimpanlah barang itu.

Lanjut ke film dokumenter, ada dua pemeran di sana, Joshua dan Ryan. Mereka sudah berteman sejak kecil dan banyak kejadian yang akhirnya membuat mereka memutuskan untuk hidup minimalis dan membangun web theminimalists.com untuk menceritakan perjalanan mereka.

Sejujurnya gue banyak menerima insights dari sisi Joshua. Bagaimana ia menceritakan perjalanan karier, rumah tangga, hingga ibunya yang jatuh sakit. Singkatnya, pada satu titik terendah dalam hidupnya, Joshua mencari arti dari semua barang-barang yang telah ia miliki. Rupanya nihil. Perasaannya hampa.

Mulai dari sana Joshua belajar untuk memilah dan menyortir barang yang dimilikinya. Di suatu waktu, Ryan menyadari perubahan yang terjadi pada hidup sahabatnya. Akhirnya Ryan pun memutuskan untuk ikut mencoba gaya hidup minimalis dan mulai menyortir barang-barangnya.

Long story short, ketika ibunya Joshua meninggal, ia datang ke rumah ibunya dan menemukan banyak barang. Ada sebuah kotak yang ternyata isinya foto-foto Joshua saat masih kecil.

Ada keterkaitan poin ini dengan buku Fumio. Poinnya adalah seringkali kita memberikan nilai sentimentil terhadap benda. Jadi, barang-barang banyak menumpuk atas nama kenangan. Padahal, kenangan itu adanya di pikiran kita.

Gue tidak sepenuhnya setuju karena terkadang dengan melihat album lama itulah kenangan lama muncul dengan jelas di kepala. Lalu, Fumio memberikan jalan alternatif untuk foto-foto yang sudah dicetak; di-scan dan simpan di file komputer dan semacamnya. Yes, it makes sense to me.

Dari film dan buku ini juga memberikan pencerahan tentang keberadaan benda dalam hidup. Apakah kita benar membutuhkan barang-barang tersebut atau sekadar bentuk nilai atas diri kita? Maksudnya begini, rak yang dipenuhi buku, meja rias yang dipenuhi dengan make-up, lemari dengan berbagai model pakaian, dan koleksi lainnya, apakah benar kita membutuhkannya?

Apa buku di rak sudah dibaca semua? Apakah paham dengan semua isi buku yang dibeli? Atau jangan-jangan, kita hanya ingin terlihat cerdas karena mengoleksi banyak buku? Begitu pula dengan koleksi barang lainnya.

Kalau menurut gue, tidak ada yang benar atau salah untuk gaya hidup yang orang pilih. Hanya saja, ya, gaya hidup minimalis ini bisa menjadi pengingat untuk tidak bertindak impulsive terutama saat berbelanja.

Oh, iya. Gaya hidup minimalis ini bukan juga soal pilihan warna barang yang harus netral. Bukan juga harus membeli barang yang murah dan tidak boleh beli barang yang mahal. Bukan. Selain itu, seseorang yang tidak memiliki televisi belum tentu menerapkan gaya hidup minimalis dan seseorang yang memiliki televisi bisa saja menerapkan gaya hidup minimalis.

Gaya hidup minimalis ini mengajarkan gue untuk tahu apa saja barang yang sebenarnya dibutuhkan, untuk tahu apa saja barang yang dimiliki, dan untuk tahu apa saja barang yang sering dan tidak digunakan.

Gue memahami gaya hidup ini sebagai pengingat untuk merasa cukup. Mengenali dengan baik apa itu kebutuhan dan keinginan. Bagaimana gue harus menggunakan dan memanfaatkan barang sebijaksana mungkin agar tidak menjadi tumpukan barang yang tidak berguna di rumah.

Bagaimana cara memulai hidup minimalis? Berani membuang barang itu salah satu jawabannya. Banyak orang yang terjebak dengan kalimat yang gue sebutkan di atas; takut nanti dibutuhkan. Padahal tahu kalau barang itu tidak akan tersentuh dalam satu tahun ke depan.

Ya, memang harus pelan-pelan. Bisa dilihat dari barang-barang terdekat, mungkin. Make-up misalnya? Coba diingat-ingat, lipstick apa yang sudah lama tidak digunakan? Segera buang ke tempat sampah. Selamat mencoba! 

p.s
I know I will never fully adopt this lifestyle even though I-can-decluttering-my-clothes-and-make-up because I still collect albums from my beloved boy bands GOT7 and Seventeen. *clown*

Sabtu, 30 Januari 2021

Rindu

Hai, apa kabarmu?
Masih terlintaskah aku di benakmu?
Atau kini telah menjadi abu?

Rasa itu terkadang menghampiri
Tak jarang dibayar lewat mimpi
Namun kutahu, kuharus beradaptasi

Ditertawai sesal yang diam-diam menyulut
Digoda malam beringsut-ingsut
Membuat kepalaku semakin tersudut

Sebab malam semakin dingin dipeluk kalut
Keyakinan semakin menyusut
Isi kepala semakin kusut

Mungkin kulengah dalam mengira
Mengkin kutergesa saat memutus asa
Mungkin kutelah berburuk sangka

Semoga dipertemukan bahagia denganmu
Semoga dipertemukan bahagia untukku
Atau semoga dipertemukan saja kau dan aku?

Selasa, 05 Januari 2021

Skincare Routine: Review Rangkaian Skincare Whitelab

Sumber: Whitelab

Woah, it's been a long time aku enggak bahas soal skincare, ya? Ya, dengan adanya tulisan ini, aku mau me-review skincare yang akhir-akhir ini aku gunakan. Setelah meyakinkan diri untuk mencoba skincare baru, akhirnya aku jatuh hati dengan skincare lokal, yaitu Whitelab.

Whitelab ini skincare lokal yang memproduksi produk untuk seluruh tubuh. Mulai dari wajah, underarms, dark spot, dan bagian tubuh lainnya tersedia di Whitelab.

Kali ini aku mau bahas yang aku pakai saja, yaitu toner, facial wash, serum, dan night cream. Sebelumnya aku cuma pakai toner saja sejak 6 bulan lalu, tetapi akhirnya tergiur juga untuk membeli produk lainnya.

Well, let's see the result, shall we?

    Review Skincare Whitelab

    • Kandungan Skincare Whitelab

    Sejauh pengetahuanku, Whitelab ini menekankan kandungan Niacinamide & Collagen. Secara umum, niacinamide dan kolagen ini berfungsi untuk melembabkan, mencerahkan, mencegah jerawat, kerutan, dan garis halus di wajah. Jadi, klaim dari Whitelab ini skin brightener, dark spot solution, dan blemish/dull skin treatment

    • Facial Wash Whitelab

    Sumber: Whitelab

    Kandungan: Sodium Laureth Sulfate, Potassium Hydroxide, Stearic Acid, Cocamide DEA, Propylene Glycol, Glycol Distearisis, Disodium Cococyl Glutamate, Sodium Chlorite, Parfum, Cocamidopropyl Betaine, Dmdm Hydantoin, Licorice Glycyrrhiza Glabra Extract, Niacinamide, Allantoin, Collagen, Polyquaternium 7, Tetrasodium EDTA.
    Harga: Rp34.000

    Seperti pada umumnya, facial wash ini didesain dengan tutup flip berukuran 100 ml. Kalau boleh jujur, aku langsung suka dengan facial wash ini. Tekstur seperti gel, tetapi sedikit creamy. Definisi kulit terasa lembut itu aku rasakan dengan setelah menggunakan facial wash ini.

    Hal yang cukup mengesankan adalah facial wash ini bikin kulit terasa bersih tanpa meninggalkan kesan licin atau kering. Paham, kan, maksudnya? This product is great!

    • Toner Whitelab

    Sumber: Whitelab

    Kandungan: Aqua, Ethyl Alcohol, Propylene Glycol, Glycerin, Licorice Glycyrrhiza Glabra Extract, Niacinamide, PEG-7 Glyceryl Cocoate, Glycolic Acid, PEG-40 Hydrogenated Castor Oil, Allantoin, Collagen, Parfum, Tetrasodium EDTA, Phenoxyethanol.

    Harga: Rp42.000

    Pertama kali lihat botol toner ini aku teringat skincare dari The Ordinary. Mungkin karena warnanya mostly itu putih. Botol toner ini dari plastik dengan ukuran 100 ml. Tetap kokoh dan friendly untuk dibawa ke manapun.

    Toner Whitelab ini bisa diaplikasikan menggunakan kapas ke wajah yang sudah dibersihkan. Nah, kalau aku kurang suka pakai toner dengan kapas. Setelah pakai micellar water dan facial wash, aku tuang toner ke telapak tangan dan tepuk-tepuk ke wajah.

    Toner ini langsung menyerap dengan baik ke kulit. Jadi, bisa langsung pakai produk lainnya. Sebelum pakai rangkaian ini, aku pernah pakai toner-nya saja. I do really love the result. Satu hal yang aku notice, wajahku lebih bersih dan glowing.

    • Serum Whitelab

    Sumber: Whitelab

    Kandungan: Aqua, Niacinamide, Propylene Glycol, Glycerin, Phenoxyethanol, Acrylates Steareth 20 Methacrylate Copolymer, PEG-7 Glyceryl Cocoate, Triethanolamine, Sodium Hyaluronate, Licorice Glycyrrhiza Glabra Extract, PEG-40 Hydrogenated Castor Oil, Allantoin, Collagen, Tetrasodium EDTA, Parfum.

    Harga: Rp75.000

    Untuk packaging serum, botolnya terbuat dari kaca dengan isi 20 ml. Ada pipet untuk mengambil produknya. Ukurannya cukup mungil dan produknya terisi penuh.

    Tekstur serum ini tidak terlalu kental, tetapi juga tidak terlalu cair. Buatku, porsinya pas. Soalnya aku pernah punya serum yang lebih lengket dari Whitelab ini.

    Serum ini juga mudah di-blend dan meresap ke kulit dengan baik. Tidak meninggalkan kesan lengket di wajah. Biasanya aku pakai serum ini langsng diteteskan ke wajah (pipetnya jangan terkena kulit, ya!) atau aku teteskan ke ujung jari terlebih dahulu. Lalu, usap perlahan ke seluruh wajah dan leher.

    • Night Cream Whitelab

    Sumber: Whitelab

    Kandungan: Aqua, Glycerin, Butylene Glycol, Isohexadecane, Cetyl Alcohol, Niacinamide, Tranexamic Acid, Licorice, Glycyrrhiza Glabra, Dimethicone, Glyceryl Stearate, Stearic Acid, Polyacrylamid, Carbomer, Sodium Hyaluronate, C13-14 Isoparaffin, C9-11 pareth-6, Titanium Dioxide, PEG-100 Stearate, Parfum, Triethanolamine, Collagen, Allantoin, Tetrasodium EDTA.

    Harga: Rp64.000

    Untuk packaging, jar night cream ini cantik dan juga terbuat dari kaca. Lalu, ada tutup pembatas lagi sebelum ke penutup utama. Sayangnya, menurutku isi dan jar Whitelab ini tidak sebanding karena jar cukup besar dengan isi hanya 20 gr.

    Tekstur night cream ini tidak terlalu rich, jadi mudah untuk di-blend dan cepat meresap ke kulit. Aku suka night cream Whitelab ini karena tidak membuat wajah berminyak setelah diaplikasikan. Bangun tidur pun wajah bebas kilap, tetapi tetap lembab.

    • Conclusion

    Overall, aku cocok sama skincare ini karena dia tidak menimbulkan jerawat. Yes, kulitku responnya sangat cepat dengan skincare apapun. Kalau tidak cocok pasti langsung muncul jerawat. Menurutku semua varian yang aku punya ini wanginya sama. I don't know the name of the smell but it's really nice! Kalau bisa aku ibaratkan itu seperti agar-agar. Manis dan segar.

    Aku suka sama rangkaian skincare dari Whitelab ini. Hasilnya terlihat, meskipun prosesnya tidak terlalu cepat. Aku pun setuju kalau produk ini mencerahkan kulit, karena dark spot dan bekas jerawat di wajahku memudar.

    Di sisi lain, my skin is healthier dan glowing. Minyak di wajah juga lebih terkontrol. Kalau kata temanku, wajahku juga lebih bersih. Wah, senangnya. Salah satu tanda skincare bekerja dengan baik itu orang lain bisa melihat perubahannya.

    Apa yang aku tidak suka? Paling umur si skincare ini. Setelah dibuka, skincare dari Whitelab ini hanya bertahan enam bulan. Jadi, ya, harus dipakai rutin dengan baik kalau tidak mau terbuang sia-sia. Untuk harga dengan hasil yang signifikan ini, menurutku masih terjangkau karena banyak skincare lokal yang harganya di atas Whitelab.

    I think I will purchase these products again. So, yeah, that's all!