Novel ini mengajarkan gue untuk memvalidasi perasaan yang gue sedang rasakan. Dengan begitu, gue akan lebih mudah untuk mengambil langkah selanjutnya. Tuesdays with Morrie berisi soal percakapan Mitch Albom dan Morrie Schwartz, gurunya semasa kuliah, Gue belajar soal mencintai hingga melepaskan dari percakapan mereka. So, here is my review with spoilers in it.
Review Novel Tuesdays with Morrie
Kalian pasti pernah punya sosok guru yang menginspirasi semasa sekolah. Itulah yang terjadi dengan Mitch dan Morrie. Morrie adalah profesor sosiologi yang suka mempelajari tentang manusia dan Mitch menjadi salah satu muridnya. Saat lulus di 1979, Mitch memberikan hadiah kepada Morrie dan berjanji untuk selalu keep in touch. Namun, Man Proposes, God Disposes.
Di sisi lain, Mitch bekerja sebagai jurnalis dan hidupnya disibukkan dengan bekerja. Hingga suatu hari ia mendengar bahwa guru favoritnya menderita, ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis), penyakit saraf yang memburuk seiring berjalannya waktu. Penderitanya akan kehilangan kemampuan motorik. Mitch pun mencoba untuk menghubungi dan bertemu dengan Morrie.
The most important thing in life is to learn how to give out love, and to let it come in. - Halaman 22
Ada 14 Selasa dalam cerita ini dan kalimat di atas adalah salah satu percakapan Morrie dan Mitch di Selasa pertama saat mereka membahas tentang dunia. Sebuah kalimat yang membuat isi kepala gue sunyi dan tenang seketika. Back then, I thought that I couldn't fall in love again because I had lost one. And of course I can still feel it, only if I let it in. I just should give it a try.
Gue pernah membahas tentang give out love ini di sini. Gue berjanji untuk belajar menunjukkan perhatian gue dengan baik ke orang-orang yang gue pedulikan. Because I know, sometimes we question someone's affection, sometimes we doubt someone's concern, and sometimes we think we don't deserve to be loved. And I don't want people that I care think and feel that way.
If you hold back on the emotions-if you don't allow yourself to go all the way through them-you can never get to being detached, you are too busy being afraid. - Halaman 104
Di Selasa ke-6 saat Morie dan Mitch membahas tentang emosi. Percakapan mereka di bagian ini membuat gue sadar bahwa ketika gue mengizinkan diri gue merasakan emosi-emosi yang ada, maka akan lebih mudah juga buat gue untuk melepaskannya. I bet, we often feel ashamed to look weak because of sadness. And that's why most of the time we say that it's fine, when it's not.
Those words helped me. I let myself feel all those emotions. And finally, one time, I cried in front of my family and friends. Things I've never done in my life. I rarely cry in front of people. With that sadness, I understand why it hurts, I understand what causes it, and it's easier for me to let go. It's heart break. Then I can let go of that emotion for a moment. The peace I've been waiting for has come.
Kata-kata Morrie di atas juga mengajarkan gue untuk enggak takut merayakan kebahagiaan. I bet, we all also question what will happen next when happiness comes to us. Padahal enggak selalu akan ada apa-apa. Laugh to your heart's content. Salah satu idol K-Pop gue juga pernah bilang kalau lagi bahagia, nikmati momennya. Pada akhirnya hidup itu memang roller coaster, kan?
Money is not a subtitute for tenderness, and power is not subtitute for tenderness. - Halaman 125
Buat gue, percakapan mereka di Selasa ke-8 soal uang ini klise, tetapi gue setuju. Ya, pada akhirnya manusia memang enggak pernah puas. Selalu mau lebih dan lebih. Mobil yang lebih mewah, rumah yang lebih besar, dan masih banyak lainnya. Sayangnya, seringkali manusia melakukan itu bukan karena butuh, tetapi untuk memberi impresi dan mencari pengakuan dari orang lain.
Kalau menurut Morrie, untuk mendapatkan kepuasan dan arti hidup, tuh, bukan dengan memiliki barang-barang terbaru dan termahal yang sebenarnya enggak dibutuhkan. Gue pun setuju ketika Morrie bilang bahwa untuk mendapatkan perasaan puas, cobalah untuk menawarkan apa yang dipunya untuk diberikan ke orang lain. Bukan uang, tetapi waktu dan perhatian, misalnya.
Dari contohnya Morrie, ada banyak orang kesepian di rumah sakit yang butuh ditemani. Untuk sekadar mengobrol atau bermain kartu. And now I understand what Morrie meant by giving what we have. Ketika melakukan sesuatu dari hati, pasti ada rasa puas tersendiri. Gue juga percaya, hal-hal baik itu akan kembali lagi. Meskipun dengan cara yang enggak terduga. Vice versa.
In business, people negotiate to win. They negotiate to get what they want. Maybe you’re too used to that. Love is different. Love is when you are as concerned about someone else’s situation as you are about your own. - Halaman 178
Percakapan mereka di Selasa ke-13 ini menyadarkan gue banget bahwa hubungan berbeda dengan bisnis. Gue enggak akan selalu bisa mendapatkan apa yang gue mau hanya karena gue melakukan sesuatu untuk orang lain. Dalam berhubungan dengan orang lain itu enggak ada formula yang pasti. Terkadang gue masih ingin berhubungan, tetapi orang lain enggak. Vice versa.
Seperti yang dialami oleh Mitch ketika adiknya hanya berhubungan seperlunya saja. I know it really hurts. Satu sisi, gue juga harus menghargai keputusan orang lain yang enggak lagi mau berhubungan. Bagian ini bikin gue jadi lebih paham bahwa salah satu bagian manjadi manusia itu berhenti dan mulai lagi. Kata berhenti dan mulai lagi ini juga bisa diaplikasikan dalam banyak hal.
So, ini review Tuesdays with Morrie dari gue. Buku yang mengajarkan gue banyak hal tentang hidup. Mulai dari mencintai, memaafkan, keuangan, hingga membangun keluarga. Kesederhanaan dari Morrie itu menyadarkan gue akan banyak hal biar hidup gue lebih enjoy dan bermanfaat untuk orang lain. One of the best books I've ever read and I highly recommend you read this at least once!
- Judul Buku: Tuesdays with Morrie
- Penulis: Mitch Albom
- ISBN: 978-0-385-49649
- Penerbit: Anchor Books
- Halaman:192
Image: goodreads