Sabtu, 31 Desember 2022

Time Flies, Memories Stay


Hai! Apa kabar? Aku berdoa semoga kabar baik dan menyenangkan selalu menyertai kalian, ya. Bagaimana dengan tahun 2022-nya? Apa yang paling berkesan untuk kalian? Lalu, sudah siap menyambut tahun baru? Kalau kalian, punya resolusi apa saja untuk tahun ini? 

Ternyata sudah setahun berlalu dan aku masih teringat menulis apa saja di awal tahun lalu. Aku mengingat dengan jelas di mana aku mengetik itu semua dan bagaimana perasaanku saat mengetiknya. Kalau kalian sesekali mengunjungi Blog dan membaca tulisanku, mengkin kalian menyadari bahwa hidupku di tahun 2022 itu cukup ekstrem perjalanannya. 
Sometimes I feel great, but most of the time, I want to give up.
Ada hari yang membuatku sadar bahwa banyak hal memang di luar kendaliku. Namun, ada lebih banyak hari yang terasa gelap dan satu hal yang aku harapkan adalah pergi dan menghilang. Sayangnya, hidup harus terus berjalan dan tidak pernah bisa menunggu siapapun. Akulah yang harus bangkit agar tidak tertinggal dan larut dalam kegelapan.

Di tahun 2022, aku belajar lagi untuk mengenali diri dengan lebih baik. Aku mengizinkan diriku untuk merasakan berbagai macam emosi yang hadir. Aku mengizinkan diriku untuk mengakui bahwa beberapa hal menyakitkan, menyedihkan, hingga mengecewakan. Dengan begitu, aku lebih mudah memilah apa yang harus kujaga dan kulepaskan.

Aku menemukan diriku yang paling lemah, sekaligus yang paling kuat tahun ini. Kalau dinding dan benda-benda di kamarku dapat berbicara, mungkin mereka sedang mengejekku dengan lantang sekarang. Mereka menjadi saksi bisu di saat aku tetap terjaga hingga pagi menjelang, tidur hanya sebentar ketika kecemasan datang, dan lainnya.
Tuh, kan! Untung kamu enggak menyerah. Buktinya kamu bertahan sampai sekarang.
Tentu, tidak hanya terbelenggu dalam kesedihan. Ada banyak hal baik yang terjadi dan aku mensyukurinya. Pergi liburan ke luar kota bersama teman-temanku, nonton konser artis kesayangan yang kunantikan sejak beberapa tahun lalu, dan berani menciptakan peluang baru. Banyak ketakutan yang kutantang dan aku berhasil melaluinya dengan baik.

Perjalanan yang cukup ekstrem di tahun ini membuat aku paham akan banyak hal, salah satunya adalah konsep rezeki. Kalau dulu rezeki itu aku nilai sebagai uang, sekarang pandanganku jadi lebih luas. Rezeki itu dapat berupa waktu tidur yang normal, tubuh dan mental yang sehat, dan dapat menghabiskan waktu dengan orang-orang terdekat.

Aku juga jadi paham, kalau apa yang sudah tertulis untuk jadi milikku, maka akan kembali padaku meski jalannya berliku. Selain itu, aku juga banyak menyadari bahwa terkadang apa yang aku inginkan itu bukan yang aku butuhkan. Aku belajar memilah dengan sadar perbedaan butuh dan ingin karena itu mempengaruhi perjalanan hidupku di depan.
Be brave and be wise, time flies, but memories stay.
Dear 2022,

Thank you very much. As long as I live, you will be the most memorable year. Despite the many good things that have happened in my life, you made me question everything until I couldn't breathe the most. However, I found myself the strongest.

I let you go. I will seal everything tightly in 2022 and throw the box and key to the bottom of the ocean. I won't let my pillow get wet in the new year just because of a song that reminds me of that wound. I will take good care of this deep wound so that it heals.

I will choose and love myself properly. Even though life will never be perfectly smooth, I will learn to be wiser and braver in the years to come so I won't live in regret. I will create many good things because time will pass, but memories will last forever.

I hope that many good things happen for me and my loved ones in this new year. May this year be filled with lots of laughter and love so that our lives will be more meaningful and colorful. Hopefully, all the good prayers that we tell will come true as time goes by.

Minggu, 02 Oktober 2022

Seventeen Be The Sun Concert in Jakarta Day 2


Sebentar. Aku mengambil nafas terlebih dahalu sebelum bercerita panjang lebar tentang perjalananku bertemu dengan Seventeen di Jakarta. Minggu, 25 September 2022 itu salah satu hari terbaik sepanjang 2022 yang rasanya terlalu campur aduk. Soalnya, aku banyak menuruni dan menanjak jalanan ekstrim yang rasanya bikin aku pengin terjun bebas saja.

Kemarin aku nonton bareng tiga teman SMA, yaitu Cici, Bunda, dan Sifa. Sejak muncul poster bahwa Seventeen akan konser di Jakarta, aku dan Sifa berencana nonton karena kita berdua adalah Carat (Cici dan Bunda masih ditahap suka). Pokoknya aku berjanji pada diri sendiri bahwa aku akan nonton yang paling mahal alias paling depan karena mau lihat pori-pori Mingyu! #SebuahMotivasi

Menguji Keberuntungan War Tiket Konser

Dibawa Mecima, ternyata pembelian tiketnya dibagi ke beberapa kategori, yaitu Weverse Member, Mecima Member, dan General Sale di Tiket.com. Sepertinya aku terasuki 'Impatient Ghost', sehingga langsung bikin membership Weverse. Oh, inikah yang disebut things we do for love? Pokoknya aku pengin beli tiket Seventeen Be The Sun Concert secepat mungkin.

Akhirnya, tiba juga waktu kritis alias harus war bersama Carat yang ada di Indonesia. Awalnya Sifa mau beli kategori Pink dengan soundcheck, tetapi berhubung aku enggak mau repot-repot standby dari pagi, aku pilih tiket kategori Pink yang biasa. Man Purposes, God Disposes, aku dapat dua tiket Blue dan Sifa enggak dapat tiket untuk Day 1.

Oh, memang kelakuan kita masuk kategori things we do for love, next day kita war lagi untuk mendapatkan kategori Pink atau apa saja yang penting kita nonton konser Seventeen. Dengan kekuatan jari Bunda, akhirnya kita dapat dua tiket Pink yang biasa untuk Day 2. Ketika General Sale, akhirnya aku berhasil war dua tiket Pink yang biasa untuk Day 2. #BernafasLega

Drama Kehidupan Sebelum Konser

Day goes by yang tentunya tidak semulus wajah ganteng Kim Mingyu, aku termasuk ke dalam kategori orang-orang yang kena PHK di kantor. Informasi ini datang H-3 konser. Berpegang pada 'Beberapa hal itu di luar kendali kita.', aku hanya fokus menyiapkan energi positif untuk bertemu Seventeen nanti. Kadang hidup memang sebercanda itu.

Atasanku sampai bingung kenapa aku enggak terlihat sedih. How could I... maksudku, aku sudah menerimanya. Soalnya, aku menangis seharian pun enggak akan mengubah keadaan, kan? Baju, aksesoris, dan tiket sudah di tangan. How can I ignore this blessing just because of something I can't handle? Sometimes we just have to accept it and move on, right?

Seventeen Be The Sun Concert in Jakarta Day 2

Sebetulnya, aku sudah bolak-balik dari Cengkareng ke BSD untuk menukarkan tiket karena tiba-tiba aku jadi 'Mbak Jastip'. Dua tiket Blue untuk Day 1 aku jual ke orang lain karena enggak aku pakai. Oh, memilih Seventeen adalah salah satu keputusan terbaik dalam hidup. Aku banyak kenal teman Carat dan kita sempat bertemu di hari pertama konser.

Lagi-lagi, things we do for love, aku lihat banyak orang menyiapkan yang terbaik untuk bertemu Seventeen. Caratbong yang didekorasi, makeup yang unik, baju sesuai dresscode atau warna resmi Seventeen, dan masih banyak lainnya. Their eyes spark love and joy. Rasanya setiap senyuman itu bilang 'Akhirnya! Sebentar lagi kita seruangan'. The wait comes to an end.

Oh, ada banyak orang yang kasih freebies! Ada yang kasih photocard, berbagai macam snack untuk nunggu antrean, koyo untuk pegal-pegal setelah konser, dan masih banyak lainnya. Sumpah! Aku happy banget dikasih freebies yang isinya snack dan koyo. Ini apa namanya kalau bukan cinta dan kasih dalam fangirling?

Btw, aku ketemu Eryl dan Kak Diza, orang-orang yang menemani aku saat nonton konser GOT7 di 2018. Dulu aku belum suka KPop dan mereka  membantu aku menghafal member GOT7, lagu apa saja yang dibawakan, dan menemani aku di holding hall. Jadi apa aku tanpa mereka? Bisa-bisa liputan waktu itu enggak bagus hasilnya.

Long story short, sekitar jam 5 sore aku, Sifa, Cici, dan Bunda masuk ke main hall. Aku sempat panik ketika konser mau mulai. Rasanya masih enggak percaya kalau aku bakal melihat mereka secara langsung untuk pertama kalinya. Aku berada di ruangan yang sama dengan jarak yang enggak begitu jauh. Aku dan Bunda pilih tempat agak belakang biar lebih jelas.

Oh, God... Joshua jadi member yang pertama kali maju ke stage paling depan. Aku speechless. Aku rasa, Carat yang baru pertama kali ke konser Seventeen juga speechless. Aku enggak mau komentar apa-apa soal penampilan Seventeen karena mereka itu terkenal sebagai 'Kings of Synchronization'. Aku cuma bisa merekam di kepala, handphone, dan bengong setelahnya.

Apalagi saat Aju Nice dan Snapshoot yang suasanya itu meriah banget! Kalau enggak lihat member joget, ya, melihat Carat yang loncat-loncatan. Jujur, lelah sekaligus happy banget joget the never ending Aju Nice. Rasanya konser selama 3,5 jam itu kurang lama. Next time boleh konser seharian, enggak? #TidakBersyukur

Pasti kalian juga sudah lihat di media sosial soal penampilan mereka, siapa yang paling tampan kalau dilihat secara langsung, siapa yang paling aktif, siapa yang paling manis senyumnya, dan lain-lain. Kalau versiku, sungguh Jeonghan setampan itu. Selama ini aku bilang kalau dia lebih ke arah cantik. Pas aku lihat aslinya... speechless.

Kalau Dino itu... how to put it into words, senyumnya manis banget. Vernon memang enggak banyak omong, tetapi kalau lagi tampil, energi dan daya pikatnya itu kuat banget. Kalau Wonwoo, dia banyak keliling tanpa banyak bicara, Mingyu sungguh enggak bisa diam, dan Scoups yang di hari kedua terlihat kelelahan saat Aju Nice. #UmurTidakBohong

Jeonghan dan The8 juga banyak keliling tanpa banyak bicara, Hoshi dan Seungkwan banyak bicara dan interaksi dengan Carat, Woozi seputih itu, Joshua banyak kasih senyum ke Carat, suaranya DK sebagus itu, dan Jun yang juga setampan itu. Sungguh, aku bingung mau fokus ke siapa karena member-nya banyak dan hampir semuanya aktif. #RekamKananKiri

Btw, ada hal kecil yang warms my heart and realizes how good Wonwoo is. Entah maksud sebenarnya apa (karena hanya dia yang tahu), tetapi aku menangkapnya sebagai kasih sayang Wonwoo ke Carat. Ada waktu saat hampir semua member ke kiri, Wonwoo ke kanan. Saat member ke kanan, Wonwoo ke kiri. Rasanya dia mau kasih tahu kalau dari sisi mana pun, Carat bisa lihat Seventeen.

See You Next Time, Seventeen!

Aku senang banget karena akhirnya bisa bertemu Seventeen dan melihat penampilan mereka secara langsung. I can't wait for the next time, for the next concert, and for the next meeting with them. Semoga kita bisa bertemu lagi di tempat yang lebih besar, di ambience yang lebih meriah, di layout panggung yang lebih keren, di seat plan yang lebih baik, dan lainnya.

Semoga di lain waktu Seventeen bekerja sama dengan promotor konser yang lebih baik, yang lebih bertanggung jawab, yang adil dalam penjualan tiket, yang informasinya jelas, yang keamanannya maksimal, yang enggak banyak drama, yang enggak menyusahkan, dan yang enggak nimbun banyak tiket. #TetapTersenyum

Apalagi, ya? Kayaknya masih banyak Carat yang terjebak di Post Concert Syndrom. Masih bingung karena 24-25 September 2022 bertemu Seventeen, tetapi Senin sudah harus bekerja lagi. Padahal Seventeen juga sudah menggelar konser di negara lain. Semoga PCS ini segera mereda dan kita bisa fokus dengan kehidupan nyata, ya!

Sembari mengumpulkan uang dan menjalani kehidupan yang penuh kejutan ini, semoga kita sehat terus, rezekinya lancar, dan tetap waras. Semoga kita bisa bertemu Seventeen lagi konser selanjutnya. Entah di Jakarta, Singapur, Bangkok, atau Seoul. Stay healthy and sane, Carat! I believe Seventeen wants to meet us in the best condition as we always pray for them!

Selasa, 27 September 2022

Andai

Kadang, aku masih suka terjaga di tengah malam. Enggak peduli seberapa keras aku berusaha untuk terlelap, kepalaku terlalu berisik dan minta untuk diberi perhatian. Dia memintaku untuk mengingat hal-hal yang telah berlalu bernama kenangan. Sialnya, banyak kenangan yang sebenarnya ingin aku lupakan dan kubur dalam-dalam.

Belum lagi ketika aku berhasil terlelap. Kenangan itu tetap menghantuiku di alam mimpi. Memohon kepadaku agar tidak dilupakan dan selalu diingat. Bukannya apa, mengingat potongan-potongan kenangan ini bikin aku susah bergerak ke mana-mana. Rasanya itu seperti hidup di masa lalu dan terjebak di gelembung bernama andai.

Bukankah menyedihkan ketika seharusnya aku lebih banyak menatap ke depan, tetapi malah diam di tempat dan menghadap ke belakang? Rasanya aku juga ingin memohon ampun kepada semesta. Pasti ada banyak salah yang luput dari ingatan dan aku berlalu begitu saja. Apa di kehidupan sebelumnya aku pernah melakukan hal yang merugikan negara, ya?

Aku juga ingin seperti subjek mimpiku yang rasanya mudah untuk tertawa dan menikmati kehidupan yang sedang berjalan. Namun, kenapa kakiku terasa berat untuk melangkah? Kenapa rasanya masih ada tali tipis yang begitu kuat mengikat? Memang, apa yang aku usahakan belakangan ini belum masuk ke kategori ikhlas, ya, makanya aku jadi begini?

Aku paham, sih, bukan negara saja yang punya musim, tetapi kehidupanku juga. Masalahnya, kenapa rasanya dingin terus? Badainya kenapa enggak juga mereda dan hilang? Kenapa suhunya naik-turun dengan ekstrim? Aku, kan, jadi kesulitan untuk beradaptasi. Tahu, kan, hanya yang mampu beradaptasi yang dapat bertahan? Rasanya aku masih jauh dari sana.

Bukannya salah siapa-siapa, sih. Perasaanku, ya, tanggung jawabku. Aku satu-satunya orang yang bisa mengendalikan isi hati dan kepala ini. Meski kadang banyak diambil alih sampai aku kelimpungan sendiri. Aku, ingin lepas dari ini semua dan melangkah meski perlahan. Rasanya aku sudah enggak lagi tahan menanti terang di gelembung gelap bernama andai.

Jumat, 02 September 2022

Let Me Know

Hi, it's been a long time.
How are you? 
I still don't know how to start, 
but I wish you all the best in life.

Isn't life full of surprises?
Have we thought about this phase?
Have we thought about this situation?
Will we survive,
and get whatever we prayed for in the past?

I can't find the answer.

Everything happened so fast, 
or is it just me who still can't accept change? 
Is change good for all of us? 
Does change bring the best in life?
Or does change just keep us stuck in stifling situations?

Do you know what's worst?
When we dream the same thing,
over and over again. 
When we feel the worst feelings ever, 
without knowing how to let go.

What should I do to detach it?

I want to sleep peacefully.
I don't want to worry,
about things I can't handle.
I don't want to cry,
over the things I can't change.
I want to breathe lightly.

Please let me know, 
if you know the answer. 
Please let me know,
if you make it through this phase.

I want a feeling of peace.

Jumat, 22 Juli 2022

Jalan-jalan ke Bandung dan Now Playing Festival Day 3

Ini adalah salah satu perjalanan enggak terduga di tahun ini meskipun hanya ke Bandung. Out of nowhere, Cici mengajak gue dan Pani ke Bandung untuk nonton konser Now Playing Festival karena ada Tulus di sana. 

Maklum, lagu-lagu di album Manusia lagi laris banget di April itu. Perasaan mau nonton Tulus jadi menggebu-gebu. Mungkin karena efek ingin menyembuhkan diri juga, gue mengiyakan ajakan Cici tersebut untuk nonton di hari ketiga.

Sejujurnya ada penyesalan di hati kita berdua karena bintang tamu di Now Playing Festival Day 1 dan 2 itu juga bagus-bagus banget. Namun, nasi sudah menjadi bubur, jadi kita nikmati saja perjalanan impulsif ini. Here we go!

Transportasi dan Penginapan di Bandung

Tentu, hal esensial yang harus dilakukan sebelum berpergian adalah menentukan transportasi dan penginapan. Akhirnya, yang jadi pergi ke Bandung itu gue, Cici, dan Desi. Kita naik kereta Argo Parahyangan, pulang-pergi, dengan harga Rp95.000 per tiket.

Sebenarnya masih ada tiket yang lebih murah, tetapi karena kita takut salah dan nyasar, akhirnya kita memilih naik Argo Parahyangan yang memakan waktu 3 jam. Ini adalah salah satu kereta ekonomi terenak dengan harga yang cukup murah yang pernah gue coba.

Untuk penginapan, gue menginap di Vue Palace Hotel, hotel bintang 3 yang terletak di tengah kota Bandung. Hotel ini strategis banget karena kita bisa jalan kaki dari Stasiun Bandung. Cuma, karena kita agak bodoh, kemarin kita pakai taksi online ke sana.

Kita menginap 2 hari 3 malam dengan total biaya sekitar Rp700.00-an. Menurut gueharga tersebut cukup murah untuk hotel bintang 3. Btw, buat gue kamarnya enggak begitu luas, sih, tetapi ada yang agak mengganggu.

Sebagai anak yang tidur harus pakai guling, bantal menjadi hal yang esensial. gue pernah menginap di beberapa hotel dan dapat empat, sedangkan di Vue Palace Hotel ini gue cuma dapat dua. Biasa, comparisons are easily done one you've had a taste of perfection.

Jalan-jalan di Bandung

Jujur, ini adalah perjalanan tanpa rencana selain pergi ke Now Playing Festival Day 3. Jadi, kita berangkat ke Bandung dari Gambir hari Sabtu jam 08.00 dan sampai jam 11.00 di Stasiun Bandung. Sampai di hotel sekitar jam 12.00 dan baru bisa check-in jam 13.00. 

Perkiraaan gue, kita bakal main di Braga dan sekitarnya dari sore sampai malam. Ternyata, Cici dan Desi adalah tipe orang yang enggak apa-apa cuma tiduran di hotel selama liburan. Berhubung gue ketiduran, mereka pun senang karena enggak perlu ke mana-mana. 

Alhasil, setelah solat Magrib gue baru jalan-jalan di daerah Braga dan lanjut ke sebuah kafe yang entah alamatnya di mana. Btw, sebelum jalan-jalan ke Braga, kita order Mie Gacoan untuk mengisi perut. Gue senang banget karena terakhir makan mi ini ketika gue masih kuliah di Malang. 

Kita cuma jalan-jalan di Braga dan pergi sebuah kafe yang entah di mana. Kadang gue heran, jauh-jauh ke Bandung malah ke kafe lagi. Semacam enggak ada kafe di Jakarta. Cuma, ya, enggak apa-apa. Memang ke Bandung kali ini sungguh random dan tanpa perencanaan.

Now Playing Festival Day 3

Di hari kedua, gue, Cici, dan Desi pergi bareng Vinka dan dua orang temannya. Sebelum pergi ke Cimahi, kita makan siang dulu di Jardin. Gue pikir, Bandung-Cimahi itu jauh banget. Ternyata perjalanan pakai mobil dengan jalanan lancar itu cuma makan waktu 40 menitan.

Btw, ada hal bodoh di perjalanan kita mau ke Cimahi. Tentu saja kita pakai Maps biar enggak nyasar. Kita pakai handphone si Cici untuk buka Maps tersebut. Perjalanan itu sangat lancar sampai akhirnya kita hampir tiba. Jadi, kita diarahkan ke sebuah jalan yang cuma muat satu mobil.

Akhirnya ada warga yang bilang kalau jalanan ini enggak bisa dimasuki mobil. Pastinya kita heran, dong. Masa arahan dari Maps salah? Pas kita cek lagi, selama perjalanan tadi kita pakai mode motor.  Akhirnya kita keluar dari jalanan itu dan mencari jalan lain untuk menuju tempat konser. 

Sebetulnya, hal yang paling susah ketika bawa mobil ke tempat konser adalah mencari parkir. Syukur, pas kita berhenti di sebuah rumah sakit, itu tempat mengizinkan kita buat parkir sampai malam. Terima kasih untuk tukang parkir yang lagi jaga di sana. Semoga rezekinya lancar!

Gue juga baru paham sama cuaca di Bandung dan sekitarnya. Kita melalui jalan yang becek dan licin untuk ke tempat tujuan. Setelah cek tiket dan sebagainya, sampailah kita di dalam dan disuguhi pemandangan lapangan yang becek dan penuh lumpur karena hujan kemarin.

Gue dan Desi itu pakai sepatu putih, jadi sekeras apapun untuk tetap bersih, akhirnya kotor juga. Karena kita datang agak sore, penampilan yang kita tonton itu cuma Kahitna, Yura Yunita, Tulus dan Dipha Barus. So far, gue enjoy banget sama acara ini.

Meskipun pas bagian Yura Yunita, Tulus, dan Dipha Barus, posisi kita agak jauh. Mereka membawakan lagu-lagu terbaik. Setelah itu, rasanya gue mau nonton konser solo mereka, deh! Semoga ada rezeki dan waktunya untuk nonton konser mereka.

Back to the main topic, jadi ada banyak stand makanan juga di sana. Lumayan kalau kita lagi mau istirahat. Ada stand Tarot juga dan itu bikin gue berpikir, memang bisa konsentrasi ketika bertanya? Menariknya, banyak orang yang ke sana termasuk teman gue.

Btw, Now Playing Festival Day3 ini memberikan pengalaman tersendiri, sih, buat gue. Kapan lagi nonton konser sambil diguyur gerimis? Ya, meskipun lebih seru lagi kalau enggak hujan, sih. Gue menikmati perjalanan ke Bandung kali ini meskipun tanpa rencana.

Jalan-jalan Random dan Impulsif

Gue juga merasakan hal baru, yakni pergi dengan orang-orang yang suka rebahan di hotel. Menarik juga. Definisi bermalas-malasan tanpa melakukan apapun. Lalu, ada hal bodoh lainnya yang baru kita sadari ketika mau pulang.

Gue, Cici, dan Desi pulang ke Jakarta naik kereta lagi. Setelah check out, kita pesan taksi online. Baru dua menit perjalanan, taksi tersebut sudah berhenti. Ternyata kita sudah sampai. Gue heran banget karena ketika hari pertama, perjalanan ke hotel memakan waktu sekitar 10 menit.

Ternyata itu hotel dekat dan bahkan terlihat dari stasiun. Kita butuh waktu untuk mencerna kejadian bodoh ini. Lalu, kenapa pas ke hotel itu agak lama? Ternyata karena jalanannya satu arah, kita harus memutar. Sumpah, ini salah satu kejadian yang akan selalu gue ingat.

Kamis, 21 Juli 2022

Wishful Thinking

Let's play a game
Let's try how great our imagination can be
Let's say we have the same thing
of the wishful thinking

If yours and mine are identical
Can utopias be real?
Can dystopia be chill?
or our soul will go downhill?

Imagination will always be imagination
If there is no courage and action
I'm the only one aiming for it
but always need cooperation for it

Those cities we always dream
Now the light is dim
Those take us to a place of happiness 
Now we're going to the clueless

A bucket of roses I always wait for
It makes me stand like a fool in the corridor
It should be minimal, am I asking too much?
and now my heart needs a patch

But, I've had enough for today
No more time and energy to play
I will save it for another day
to make it work and worthy someday

Senin, 02 Mei 2022

Badai yang Mereda

 
Karena aku tidak suka dengan hal yang kurang pasti, maka sudah kurencanakan perjalananku dengan matang sampai tujuan sebaik mungkin. Namun, kalimat Man Proposes, God Disposes itu ada bukan tanpa alasan. Di perjalanan itu, aku menemukan banyak hal menakjubkan sekaligus melelahkan yang seringkali membuatku ingin menyerah.
 
Sampai pada akhirnya, semua rencana yang (aku pikir) sudah matang tersebut harus berubah total dari yang semestinya. Perjalanan ini membuatku (terpaksa) berteduh di sebuah bangunan gelap yang entah apa namanya. Ingin kusalahkan jalan yang banyak lubang, matahari yang terik, hingga badai yang membuatku terjebak di tempat yang asing ini.
 
Tidak adakah tempat lain yang bisa kusinggahi untuk berteduh? Namun, tetap kulangkahkan kakiku ke dalam dan segera kututup pintu karena angin semakin kencang dan hujan semakin deras. Kuedarkan pandanganku dan nihil. Bahkan jendela besar di segala sisi pun tidak memberikan cahaya apapun karena badai yang sedang berlangsung.
 
Dengan tubuh yang sudah tidak ada lagi tenaga serta rasa kalut yang menyelimuti, aku berusaha untuk tetap waras dan menyusun kembali rencana untuk mencapai tujuan yang seharusnya. Namun, bagaimana aku bisa berencana di ruang yang gelap dan pengap ini? Untuk bernafas saja aku kesulitan. Ditambah sunyi dan dingin yang menusuk tulang.
 
Mengapa aku bisa tersasar sebegini jauhnya? Apa aku kurang teliti saat membuat rencana kemarin? Atau kenapa? Aku berusaha sekuat tenaga untuk tetap sadar dan terjaga. Namun, semua terasa semakin berat. Keadaan seperti ini terlampau asing bagiku. Rasanya aku semakin bingung untuk menentukan arah. Haruskah aku menyerah? Secepat ini?
 
Aku coba urai pelan-pelan. Rasanya aku terlalu fokus pada badai yang menghambat perjalanan yang berhasil mengacak rencanaku. Aku lupa kalau gemuruh yang menaktukan seperti ini akan usai (meski memerlukan waktu) pada akhirnya. Aku, hanya perlu menenangkan diri sejenak dan bertahan dengan bekal yang sudah kusiapkan dengan baik kemarin.
 
Aku, hanya perlu istirahat. Mungkin, dengan terlelap lebih lama bisa menciptakan energi yang lebih banyak. Cahaya yang masuk melalui jendela menganggu kenyamananku saat tidur. Hingga akhirnya aku terjaga dan sadar bahwa kini gemuruhnya jauh mereda, meski belum sepenuhnya berhenti. Aku, bisa melanjutkan perjalanan ini dengan perlahan.
 
Image: Unsplash

Minggu, 27 Februari 2022

Review Novel Tuesdays with Morrie - Mitch Albom

Tuesdays with Morrie
 
Gue memilih buku ini atas rekomendasi teman kuliah gue saat bertanya rekomendasi buku favorit teman-teman gue di Twitter. Ini adalah salah satu novel terbaik yang pernah gue baca. Tuesdays with Morrie karya Mitch Albom ini menjadi penerang di beberapa hari gue yang sangat suram. Menyadarkan gue bahwa hubungan yang dipunya itu harus dibangun sebaik-baiknya.

Novel ini mengajarkan gue untuk memvalidasi perasaan yang gue sedang rasakan. Dengan begitu, gue akan lebih mudah untuk mengambil langkah selanjutnya. Tuesdays with Morrie berisi soal percakapan Mitch Albom dan Morrie Schwartz, gurunya semasa kuliah, Gue belajar soal mencintai hingga melepaskan dari percakapan mereka. So, here is my review with spoilers in it.

Review Novel Tuesdays with Morrie

Kalian pasti pernah punya sosok guru yang menginspirasi semasa sekolah. Itulah yang terjadi dengan Mitch dan Morrie. Morrie adalah profesor sosiologi yang suka mempelajari tentang manusia dan Mitch menjadi salah satu muridnya. Saat lulus di 1979, Mitch memberikan hadiah kepada Morrie dan berjanji untuk selalu keep in touch. Namun, Man Proposes, God Disposes.

Di sisi lain, Mitch bekerja sebagai jurnalis dan hidupnya disibukkan dengan bekerja. Hingga suatu hari ia mendengar bahwa guru favoritnya menderita, ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis), penyakit saraf yang memburuk seiring berjalannya waktu. Penderitanya akan kehilangan kemampuan motorik. Mitch pun mencoba untuk menghubungi dan bertemu dengan Morrie.

The most important thing in life is to learn how to give out love, and to let it come in. - Halaman 22

Ada 14 Selasa dalam cerita ini dan kalimat di atas adalah salah satu percakapan Morrie dan Mitch di Selasa pertama saat mereka membahas tentang dunia. Sebuah kalimat yang membuat isi kepala gue sunyi dan tenang seketika. Back then, I thought that I couldn't fall in love again because I had lost one. And of course I can still feel it, only if I let it in. I just should give it a try.

Gue pernah membahas tentang give out love ini di sini. Gue berjanji untuk belajar menunjukkan perhatian gue dengan baik ke orang-orang yang gue pedulikan. Because I know, sometimes we question someone's affection, sometimes we doubt someone's concern, and sometimes we think we don't deserve to be loved. And I don't want people that I care think and feel that way.

If you hold back on the emotions-if you don't allow yourself to go all the way through them-you can never get to being detached, you are too busy being afraid. - Halaman 104

Di Selasa ke-6 saat Morie dan Mitch membahas tentang emosi. Percakapan mereka di bagian ini membuat gue sadar bahwa ketika gue mengizinkan diri gue merasakan emosi-emosi yang ada, maka akan lebih mudah juga buat gue untuk melepaskannya. I bet, we often feel ashamed to look weak because of sadness. And that's why most of the time we say that it's fine, when it's not.

Those words helped me. I let myself feel all those emotions. And finally, one time, I cried in front of my family and friends. Things I've never done in my life. I rarely cry in front of people. With that sadness, I understand why it hurts, I understand what causes it, and it's easier for me to let go. It's heart break. Then I can let go of that emotion for a moment. The peace I've been waiting for has come.

Kata-kata Morrie di atas juga mengajarkan gue untuk enggak takut merayakan kebahagiaan. I bet, we all also question what will happen next when happiness comes to us. Padahal enggak selalu akan ada apa-apa. Laugh to your heart's content. Salah satu idol K-Pop gue juga pernah bilang kalau lagi bahagia, nikmati momennya. Pada akhirnya hidup itu memang roller coaster, kan?

Money is not a subtitute for tenderness, and power is not subtitute for tenderness. - Halaman 125

Buat gue, percakapan mereka di Selasa ke-8 soal uang ini klise, tetapi gue setuju. Ya, pada akhirnya manusia memang enggak pernah puas. Selalu mau lebih dan lebih. Mobil yang lebih mewah, rumah yang lebih besar, dan masih banyak lainnya. Sayangnya, seringkali manusia melakukan itu bukan karena butuh, tetapi untuk memberi impresi dan mencari pengakuan dari orang lain.

Kalau menurut Morrie, untuk mendapatkan kepuasan dan arti hidup, tuh, bukan dengan memiliki barang-barang terbaru dan termahal yang sebenarnya enggak dibutuhkan. Gue pun setuju ketika Morrie bilang bahwa untuk mendapatkan perasaan puas, cobalah untuk menawarkan apa yang dipunya untuk diberikan ke orang lain. Bukan uang, tetapi waktu dan perhatian, misalnya.

Dari contohnya Morrie, ada banyak orang kesepian di rumah sakit yang butuh ditemani. Untuk sekadar mengobrol atau bermain kartu. And now I understand what Morrie meant by giving what we have. Ketika melakukan sesuatu dari hati, pasti ada rasa puas tersendiri. Gue juga percaya, hal-hal baik itu akan kembali lagi. Meskipun dengan cara yang enggak terduga. Vice versa.

In business, people negotiate to win. They negotiate to get what they want. Maybe you’re too used to that. Love is different. Love is when you are as concerned about someone else’s situation as you are about your own. - Halaman 178

Percakapan mereka di Selasa ke-13 ini menyadarkan gue banget bahwa hubungan berbeda dengan bisnis. Gue enggak akan selalu bisa mendapatkan apa yang gue mau hanya karena gue melakukan sesuatu untuk orang lain. Dalam berhubungan dengan orang lain itu enggak ada formula yang pasti. Terkadang gue masih ingin berhubungan, tetapi orang lain enggak. Vice versa.

Seperti yang dialami oleh Mitch ketika adiknya hanya berhubungan seperlunya saja. I know it really hurts. Satu sisi, gue juga harus menghargai keputusan orang lain yang enggak lagi mau berhubungan. Bagian ini bikin gue jadi lebih paham bahwa salah satu bagian manjadi manusia itu berhenti dan mulai lagi. Kata berhenti dan mulai lagi ini juga bisa diaplikasikan dalam banyak hal.

So, ini review Tuesdays with Morrie dari gue. Buku yang mengajarkan gue banyak hal tentang hidup. Mulai dari mencintai, memaafkan, keuangan, hingga membangun keluarga. Kesederhanaan dari Morrie itu menyadarkan gue akan banyak hal biar hidup gue lebih enjoy dan bermanfaat untuk orang lain. One of the best books I've ever read and I highly recommend you read this at least once!

  • Judul Buku: Tuesdays with Morrie
  • Penulis: Mitch Albom
  • ISBN: 978-0-385-49649
  • Penerbit: Anchor Books 
  • Halaman:192 

 Image: goodreads

Sabtu, 12 Februari 2022

Point of View


Sepanjang aku hidup kurang lebih 24 tahun, aku tahu bahwa aku menyukai kota ini bagaimana pun keadaannya. Kota yang selalu bising dengan klakson kendaraan saat lampu lalu lintas berubah kuning. Kota yang selalu tergenang air ketika musim hujan datang. Kota yang punya banyak gedung tinggi dan lampunya menghiasi gelap malam.


Karena kota ini punya sesuatu yang aku suka. Ada kamu yang membuat menunggu lampu merah ke hijau menjadi lebih menyenangkan. Ada kamu yang menemaniku ketika panik kala petir dan hujan turun dengan deras di musim hujan. Ada kamu yang menemaniku menikmati lampu di gedung tinggi saat malam hari. Setiap sudut di kota ini berarti.


Seperti lampu lalu lintas yang berubah, musim yang berganti, dan lampu di gedung tinggi yang mati karena memang sudah waktunya, aku pun memiliki waktuku sendiri. Waktu saat aku harus menghadapi kota ini sendirian. Tidak ada yang menemani saat menunggu lampu lalu lintas berubah, datangnya musim hujan, dan menikmati lampu di gedung tinggi.


Kota yang aku sukai tidak pernah semenakutkan ini. Menunggu lampu lalu lintas tidak pernah semenjengkelkan ini. Musim hujan kini aku rutuki dengan sumpah serapah agar tidak pernah kembali. Lampu di gedung tinggi tidak pernah terasa indah lagi. Aku, ingin cepat pergi dari kota ini. Kota yang setiap sudutnya pernah begitu berarti.


Kucoba berpikir lagi sebelum membuat keputusan besar dan menyerah dengan kota ini. Apa aku ingin pergi karena rasa takut atau hanya belum terbiasa untuk melihat kota ini dengan sudut pandang yang baru? Rasa terbiasa terkadang memang menyulitkan dan adaptasi adalah kegiatan yang cukup menakutkan. Namun, bukan berarti aku tidak bisa, kan?


Kupelankan kendaraanku saat lampu lalu lintas berwarna kuning. Ketika warnanya merah, aku edarkan pandanganku ke sekeliling. Rupanya, dua orang dengan kostum badut yang sedang berjoget di pinggir kiriku menarik bibirku ke atas. Aku tersadar, bahwa ada banyak cara untuk menanti lampu hijau dan menunggu tidak selalu menjengkelkan.


Beberapa waktu lalu saat aku sedang duduk di rumah, dari jendela yang tidak tertutup gorden itu aku melihat anak-anak yang sedang berlarian di lapangan, menikmati setiap rintik hujan yang turun. Ternyata, hujan tidak selalu menakutkan dan bisa dinikmati dengan banyak cara. Di tengah udara yang dingin dan menusuk tulang, hatiku menghangat.


Kupilih kendaraan umum untuk membawaku pulang dari kantor petang itu. Gedung tinggi menjadi pemandangan utamaku selama di perjalanan. Perlahan, lampu-lampunya menyala. Kupikir tidak ada lagi yang spesial karena kini aku duduk sendirian, tetapi aku tetap takjub dengan kilaunya. Aku, tetap menikmati lampu di gedung tinggi itu.


Mungkin rasanya tidak pernah akan sama lagi karena melihat dan menikmati kota yang aku sukai ini dengan sudut pandang yang baru. Namun, kini aku tahu bahwa aku mampu membuat setiap sudut kota ini terus berarti. Aku hanya perlu mengizinkan diriku untuk lebih berani, mengedarkan pandangan lebih jauh saat berjalan dan merasakan lebih dalam.


Image: Unsplash

Sabtu, 01 Januari 2022

Selamat Tahun Baru 2022


Kalau berjalan sesuai rencana, tulisan ini akan kuunggah tepat di malam tahun baru. Aku pun sudah mulai menyicil rangkuman yang akan kutuangkan di halaman ini. Sudah di penghujung tahun, ini adalah waktu yang tepat untuk menapak tilas apa saja yang sudah aku lalui di 2021. Mencoba untuk merefleksikan diri dan berharap ada banyak hal yang bisa dipelajari.

Kalau boleh aku simpulkan, 2021 adalah puncak komedi sepanjang 23 tahun aku hidup. Tahun ini aku diberi kesempatan untuk merasakan hal-hal besar yang enggak terduga. Ada banyak harapan dan doa yang terjadi. Namun, enggak sedikit kejadian yang memilukan dan menggores luka datang menghampiri tanpa permisi. Salah satunya adalah soal kepergian.

Perihal pergi, tahun ini aku banyak merasakannya. Mulai dari kepergian seseorang yang memang waktu hidupnya sudah habis hingga kepergian beberapa orang karena saat di sebuah persimpangan jalan, tujuanku dengan orang-orang tersebut berbeda. Harusnya ini hal yang mudah dipahami, tetapi rasanya sulit untuk diterima dan aku harus beradaptasi lagi.

Aku percaya bahwa manusia memang memiliki perannya masing-masing. Bisa jadi, setiap manusia memang harus bertemu untuk melengkapi cerita satu sama lain. Sialnya, aku sampai lupa kalau setiap cerita itu pasti memiliki rentang waktu dan akhir. Aku jadi kelimpungan sendiri ketika harus berperan di cerita lainnya meski beberapa bagian favoritku sudah berakhir.

Pun enggak selalu manis, beberapa cerita punya akhir terbuka, menggantung, hingga tragis. Andai saja aku dikasih kisi-kisi kehidupan setiap tahunnya, akan kusiapkan hati yang lapang untuk masalah yang bisa membuat lubang besar di hati. Kupelajari cara menjalani hidup saat enggak sesuai prediksi. Kalau saja dikasih, aku yakin akan ada banyak hati yang cepat pulih. 

When we do the best we can, we never know what miracle is wrought in our life or the life of another. - Helen Keller

Kadang aku berpikir, untuk apa menapak tilas tentang tahun lalu dan menaruh harap di tahun yang baru. Namun, buru-buru kutepis pikiran itu. Karena menapak tilas dan menaruh harap ini bisa jadi ajang refleksi dan evaluasi. Biar kalau aku punya resolusi, aku paham apa saja yang harus ditinggalkan dan apa saja bisa aku perjuangkan. Biar aku bisa lebih hati-hati juga dalam bersikap.

Perkara menaruh harap, aku ingin menjadikannya sebagai pengingat untuk enggak cepat putus asa di tahun-tahun selanjutnya. Meskipun hidup enggak selalu sesuai dengan perkiraan, tetapi juga enggak selalu seburuk apa yang dikhawatirkan, kan? Paling enggak aku jadi bisa punya pegangan bahwa usaha enggak akan mengkhianati hasil dan aku akan menuai yang aku tanam.

I want to love myself louder, so I can love others better. Tahun ini, aku mau mulai belajar untuk menunjukkan perasaan-perasaanku. Karena aku tersadar, bahwa orang di sekelilingku berhak tahu kalau mereka dicintai. Mereka berhak tahu kalau aku peduli. Mereka berhak tahu tanpa harus menebak-nebak dan menganggap bahwa itu ilusi.

I wish we can be content. Semoga sehat dan bahagia menghampiri di tahun selanjutnya. Semoga apa-apa yang memberatkan hati dan kepala di tahun lalu, cepat luruh. Semoga cinta dan kasih yang kita punya, berbalas. Jatuh cinta dan memberi perhatian paling enak itu kepada orang yang tepat. Hidup jauh lebih mudah dan ringan kalau hubungan di dalamnya itu mutual.

Karena hidup enggak mungkin selalu mulus, kalau ada bebatuan di jalan nanti, semoga bisa disingkirkan dan dibersihan dengan baik tanpa banyak memberi luka. Kalau nanti harus membuat keputusan besar, semoga enak dan enggaknya bisa dijalankan dengan baik. Ketika menghadapi banyak perubahan, semoga bisa lekas beradaptasi dengan baik.

Image: Freepik