Senin, 21 September 2020

DAY 9: Write About Happiness


Wow, this is a nice question but hard at the same time. I'm the kind of person who gets excited over things easily. I could be happy just because of the food and a cup of ice coffee.

I could be happy just because of watching GOT7 and Seventeen content. I love the way they're smiling and laughing. I love the way they're mocking each other. I am happy about that.

I am happy when my mom doesn't yell at me. I will take this as a really beautiful day. I'm sorry, Mom! HAHAHA.

I'm happy when I spent my time with my sister, my boyfriend, and my friends. I'm really happy just for a little thing.

Minggu, 20 September 2020

DAY 8: The Power of Music


Papa gue pernah bilang, kalau orang yang enggak suka musik itu hidupnya bakal stres. Mungkin enggak sepenuhnya benar, tetapi gue setuju.

Siapa, sih, yang enggak suka mendengarkan musik? Menurut gue, musik itu salah satu hiburan yang paling mudah diakses. Gue bisa mendengarkan musik kapan pun dan di mana pun.

Gue mendengarkan musik sejak kecil. Lagu daerah dari kakek, lagu pop Indonesia dari om, lagu lawas Indonesiadari mama, dan lagu barat dari papa. Mendengarkan lagu zaman mereka membuat gue suka dengan lagu lawas.

Sekarang, sih, gue eksplore musik dengan sendirinya. Mulai dari mendengarkan secara acak di Spotify, rekomendasi di Twitter, atau playlist milik teman.

Gue selalu mendengarkan musik sebelum tidur. Enggak jarang juga saat gue bekerja. Meskipun terkadang mengganggu konsentrasi, sih. Gue juga bisa mendengarkan musik sambil membaca. Padahal ini enggak bagus. Jangan ditiru, guys!

Namun, gue tidak bisa mendengarkan musik sambil berolahraga seperti orang pada umumnya. Entah, gue malah jadi enggak fokus olahraga dan pusing. Aneh memang.

Gue mendengarkan segala jenis musik, tetapi paling sering pop. Belakangan gue lagi mendengarkan musik bergenre rock. Entah, gue jadi penuh energi dan bersemangat.

Musik juga membuat gue belajar alat musik. Membayangkan diri gue bermain alat musik sambil bernyanyi. Bagian ini di-skip aja, ya. Selain kemampuan main gitar gue yang belum bertambah, suara gue juga terlalu merdu.

Dua tahun masuk ke dunia K-Pop, gue enggak hanya mendengarkan musik dalam bahasa Inggris atau Indonesia saja. Gue  mulai mendengarkan musik dalam bahasa Korea yang merembet ke musik berbahasa Jepang, Cina, bahkan Prancis. Ya, musik menjadi salah satu alat buat gue belajar bahasa asing.

Selain itu, the power of music membuat gue belajar dalam pemilihan kata. Gue sangat salut dengan penulis lagu yang bisa menyampaikan perasaan atau pesannya dengan lirik yang tersirat.

Salah satu yang paling gue ingat itu lagunya Stevie Wonder - I Just Called To Say I Love You. Gue amazed bagaimana di lagu itu disebutkan 12 bulan tanpa menyebutkan nama bulannya. Coba, deh, baca liriknya.

Gue juga salut dengan penyanyi yang menggunakan musik untuk menyampaikan self love, empowerments, dan kritik suatu keadaan. Bagaimana sebuah lagu benar-benar bisa mewakili keadaan yang sedang dialami seseorang. Bagaimana sebuah lagu bisa membuat orang terdasar betapa berharga dirinya. Bagaimana sebuah lagu dapat membangkitkan semangat seseorang.

Ya, tetapi musik tetap musik. Terkadang hanya perlu dinikmati tanpa harus banyak dikomentari.

Musik juga membuat gue penasaran bagiamana rasanya bernyanyi langsung bersama penyanyi dan penggemar lainnya. Membuat gue menanti konser penyanyi yang gue suka. Bikin gue semangat menabung juga untuk mewujudkan keinginan ini. Wow, sungguh ada pengaruhnya musik ke diri gue.

Sabtu, 19 September 2020

DAY 7: Favorite Movies

Film Lady Bird dan Little Women karya Greta Gerwig

Ada banyak film yang membekas di hati gue atau memberikan sebuah inspirasi. Namun, entah kenapa dua film ini membekas di ingatan karena pesan tersiratnya sangat erat dengan kehidupan sehari-hari buat gue. Ya, meskipun banyak banget film yang merepresentasikan kenyataan.

Lady Bird - Greta Gerwig

Gue memilih film Lady Bird yang dibintangi oleh Saoirse Ronan dan disutradarai oleh Greta Gerwig. Lady Bird menceritakan kehidupan seorang remaja perempuan yang sedang mencari jati dirinya. Film ini bergenre drama dan komedi yang sukses memporak-porandakan emosi gue.

Kalau umumnya kisah remaja identik dengan kehidupan sekolah serta huru-haranya, Lady Bird menekankan hubungan seorang anak perempuan bernama Christine dengan ibunya. Christine yang ingin dipanggil Lady Bird  ini berasal dari Sacramento dan ingin keluar dari daerah tersebut saat kuliah nanti.

Adegan yang paling gue ingat dari film ini adalah saat Lady Bird loncat dari mobil yang sedang dikendarai ibunya dan ucapan Lady Bird kepada ibunya bahwa dia akan mengganti semua uang yang ibunya pernah keluarkan untuk membiayainya. Sial. Bagian ini pahit banget buat gue.

Komunikasi Lady Bird dengan ibunya bikin gue sakit kepala. Kalau kalian kira hubungan mereka itu buruk karena jarang berkomunikasi, tebakan kalian salah. Mereka saling menyayangi dengan bahasa cinta yang berbeda. Repot, kan?

Di sisi lain, seperti remaja pada yang sedang mencari jati dirinya, Lady Bird menjadi keras kepala, pemberontak, dan seakan paling tahu apa yang dia inginkan dalam hidupnya. Sedangkan sebagai orang tua, ibunya Lady Bird sangat protektif dan juga seakan paling tahu apa yang terbaik untuk anaknya.

Apa kalian tidak asing dengan situasi ini? Ya, gue rasa hampir semua orang melalui keadaan ini. Sebuah proses saat menginjak usia remaja menuju dewasa. Gue sangat salut dengan Greta Grewig sebagai sutradara sekaligus penulis film ini. Greta berhasil membangun percakapan yang terasa menyakitkan, menampar, dan mengharukan di satu waktu.

Akting pemeran Lady Bird dan ibunya patut diacungi dua jempol! Pemeran-pemeran lainnya juga melengkapi jalan cerita yang disuguhkan menjadi semakin ciamik.

Little Women - Greta Gerwig

Lagi-lagi, film dari Greta Gerwig gue pilih sebagai salah satu film favorit gue. Little Women dibintangi oleh Saoirse Ronan, Emma Watson, dan bintang film papan atas lainnya. Film ini di adaptasi dari novel klasik dengan judul yang sama karya Louisa May Alcott.

Little Women menceritakn kisah Jo (Saoirse Ronan), Meg (Emma Watson), Amy (Florence Pugh), dan Beth (Eliza Scanlen), empat perempuan bersaudara yang memiliki mimpi serta pandangan yang berbeda terhadap pernikahan. Jo ingin menjadi seorang penulis terkenal, Meg menyukai akting, Amy ingin menjadi pelukis, dan Beth mencintai musik dan suka bermain piano.

Sejujurnya gue sangat fokus dengan Jo dan Meg dalam menyikapi mimpi dan pernikahan. Menurut mereka, pernikahan adalah salah satu tanda berakhirnya masa kecil yang bebas. Jo, tidak percaya pada pernikahan dan berpikir bahwa seorang perempuan tidak harus menikah untuk bisa sukses.

Ada adegan saat Jo membujuk Meg yang kala itu memutuskan untuk menikah. Jo mengatakan bahwa pernikahan itu tidak begitu penting. Ia mengajak Meg untuk tumbuh bersama menggapai mimpinya menjadi artis. Di bagian ini gue ditampar sebuah kenyataan bahwa prioritas hidup orang itu memang beda-beda.

Meg mengatakan bahwa ia ingin menikah dengan laki-laki yang ia cintai itu. Mimpinya saat ini memiliki keluarga dan mengurus keluarga kecilnya. Gue cukup sakit kepala saat mendengar kalimat dari Meg, tetapi salah satu ucapan Meg membuat gue terenyuh.

"Just because my dreams are different than yours, it doesn't mean they're unimportant."

Gue mendapat pelajaran kecil yang sangat berharga dari film yang gue tonton beberapa bulan lalu ini. Kalau boleh dikatakan, ya, gue satu tim dengan Jo. Namun, ucapan Meg ini di film ini membuat gue sadar kalau, ya, pernikahan mungkin salah satu tujuan hidup seseorang dan itu enggak salah.

Memang prioritas dan tujuan hidup orang berbeda-beda. Apa yang baik untuk gue, belum tentu untuk baik orang lain. Vice versa. Begitu pun sebuah mimpi.

Itu dua dari berbagai film favorit gue yang sangat membekas di hati. Menurut gue, dua film ini menggambarkan kejadian-kejadian yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. I really recomend you to watch Lady Bird and Little Woman. These movies are great as hell.

Jumat, 18 September 2020

DAY 6: Single and Happy



Woah, I thought I should skip this theme because I've been in a relationship for almost 7 years. But it's okay! I'll try my best to use another perspective on being "single" and happy.

Gue akan menulis tema ini dengan posisi saat me time atau menghabiskan waktu tanpa pacar. Menulis ini bukan berarti gue enggak suka saat menghabiskan waktu bareng pacar, kok. Namun, kita semua pasti butuh waktu dengan diri sendiri, kan?

What am I doing in "me time"?

Biasanya, ketika gue sudah mengabari pacar dan enggak ada obrolan lagi, gue akan bilang kalau gue ingin membaca buku atau menonton film. Enggak jarang juga gue melakukan fangirling.

Rasanya? Gue sangat menikmati waktu dengan diri gue sendiri. Senang karena gue tetap bisa melakukan hobi atau sesuatu yang gue suka tanpa diganggu oleh siapapun.

Apalagi, akhir-akhir ini gue fangirling boyband asuhan Pledis Entertainment yang selalu punya konten setiap minggu. Ada yang bisa tebak? Gue punya me time setiap hari Senin untuk menonton Going Seventeen. Ah, senangnya melihat para calonku. Melihat ketampanan 13 laki-laki yang ada di Korea Selatan sana. #AkibatFangirling

Oh, iya, masuk ke dunia K-Pop membawa gue kenal dengan fanfiction. Sebenernya gue tahu, sih, tetapi enggak sebegitunya. Sekarang gue suka baca karya para fans lainnya. Biasanya, ya, dalam bentuk tulisan.

Jadi, kalau dulu gue kenal me time itu soal merawat tubuh, belakangan ini gue memaknainya dengan melakukan hal yang gue suka. Baca fanfiction itu salah satunya.

Terkadang gue pun menghabiskan waktu bareng teman-teman. Entah kumpul tiba-tiba atau video call empat jam non-stop tanpa diganggu oleh apapun dan siapapun.

Salah satu hal yang patut gue syukuri di pertemanan yang gue punya adalah jarang banget pada pegang handphone kalau lagi kumpul. It's really our quality time.

Apalagi, ya? Kira-kira itulah kegiatan gue saat menjadi "single" and happy. Ya, gue harus pintar membagi waktu. Tentu, gue juga harus paham kapan gue butuh waktu untuk diri sendiri.

Kamis, 17 September 2020

DAY 5: Your Parents



As a child, we may have imagined having someone's parents. Because we don't get what they have. As a child, we may have wondered why we were not born into other, better families. Then I realized, nothing is perfect, and neither is a family.

Of course, my parents had a big role to play in shaping who I am today. I am very grateful. There are many things from them that I can learn. So if I ever decide to become a parent, I know what makes me feel good and what doesn't.

My mother was born in Jakarta. She has Javanese and Minang bloodlines. I thought she never got old. Ah, it's just her hair, her hair is turning white. Overall, her face was still the same as ten years ago. She's one of the strongest people I have ever met. She is independent. I really like the way she makes money. It feels like the Minang bloodline is working well on her! She always finds a way.

Se never forced me to do anything. She let me decide everything I wanted to do. We always discuss everything. Yes, of course not as smooth as I tell you because she rules the world (read: home). As a Taurus, I can't just say yes. As a Cancer, she is too sensitive. You can imagine if we have different perspectives.

Ah, she's too kind. She took care of everything. I really hate it. She couldn't just choose herself and her safety. She always burns herself for her family. That doesn't mean I hate my big family, no. Our relationship is fine. Sometimes she just forgets that some problems are not her responsibility.

Overall, her taste for things didn't affect me at all. Her life is straight as a ruler. No favorite music, no favorite movie, yeah, it's kind of boring about this.

But, she always tries her best for her family, and us, her children. I remember the day I asked her to buy a bike, and she bought it the next week. I remember the day I told her I needed a bracket and she asked me to go to the dentist and make an appointment. Of course, my life is not that smooth, it gets harder if I can say it. But I am very grateful to have that moment.

How about my dad? He was born in Bukittinggi and has Minang bloodline. He is one of the calmest people I have ever met. I don't like it. We couldn't communicate well. My mom and dad have been in long-distance marriage for nearly 17 years. So yeah, technically I only see him a week a month.

Have you ever felt strange with your father existence around you? It sounds terrible but I ever felt it. That happened when he decided to move to Jakarta five years ago. Yes, it's because I rarely see him. But now I have overcome this feeling.

When my mother criticizes everything, my father doesn't care at all. Yes, if you think I'm talkative, but sometimes I don't care at all, you know where it comes from.

He is one of the coolest people I have ever known. If you have ever imagined being praised by your parents, I got it from my father. I remember the day when I was homesick, he just told me he was proud of me because I had come that far.

If you've ever imagined being hugged by your parents and they say they miss you, I got it from my father. I remember the day when I came back from my studies, he opened his arms and told me to hug him because he missed me so much.

He spent his youth very well. Traveling around Indonesia with his friends. Take lots of photos and create lots of memory. I really envy this part!

I really like the way he expresses his feelings even though he doesn't do it often. His taste for things really influenced me. His taste in music influenced my playlist today. He allowed me to come to any concert I wanted while my mother didn't.

He also taught me about something I always remember, "Don't show off. That's tacky."