Kamis, 21 Oktober 2021

Aku Harus Bergegas


Di kamar berukuran 4x4 ini, semua yang pernah terjadi dalam 23 tahun hidupku datang tiba-tiba. Seakan memohon untuk diingat, pun muncul sebagai godaan agar aku menetap. Rasanya mereka berniat untuk mengaburkan keteguhan hatiku akan keputusan yang kupikir sudah bulat dan mantap. Namun, rasanya aku salah. Ternyata ada ruang di hatiku yang terasa aneh penuh gelisah. 

Buku setebal 7 senti yang menjadi saksi bisuku selama kuliah. Tas tote bag yang warnanya sudah kucal. Keranjang baju kotor di pojok ruangan. Rasanya, mereka semua sedang menatapku dengan sendu. Jangan melihatku seperti itu. Aku tahu aku memang menyedihkan. Di ambang bingung atas keputusan yang kubuat sendiri. 

Pernah kubaca sebuah kalimat bahwa hidup itu perkara berani. Kali ini, aku ingin mengambil bagianku. Berani keluar dari tempat lama untuk menuju tempat baru. Setelah menanti dengan penuh harap serta kecemasan, hari ini tiba juga. Waktu untuk menyelesaikan kegiatan mengemas dan memilih barang mana yang harus kubawa dan kutinggalkan.

Perkara berani dan pindah tempat itu memaksa orang untuk beradaptasi. Beradaptasi dengan alamat baru. Beradaptasi dengan rute baru. Beradaptasi dengan lingkungan baru, dan beradaptasi dengan hal-hal baru lainnya. Sanggupkah aku melaluinya? Sanggupkah aku beradaptasi dengan semuanya? Kalau ternyata nanti tidak nyaman, bagaimana? Ah, aku harus bergegas.

Rasa takut dan ragu pun menyerangku yang sedang berhadapan dengan beberapa kardus kecil yang sudah dinamai sesuai isinya. Seketika ingin kubongkar semua dan kutata seperti semula. Seketika aku ingin melakukan rutinitas harianku saja. Mereka bilang 'if you never try, you’ll never know’. Memang, tetapi perasaan aneh ini menghantamku dengan kejam.

‘Coba dulu. Jangan takut’, katanya. Sialnya, mereka tidak pernah memberi peringatan bahwa perubahan itu akan diikuti rasa takut. Seperti bayangan di ruangan penuh cahaya. Tidak bisa dihindari dan selalu mengikuti. Aku edarkan pandanganku sekali lagi. Lucu, ya. Sesuatu akan selalu lebih berharga ketika waktu untuk bersama telah usai. Meskipun sesekali aku akan kembali.

Tidak pernah kusadari sebelumnya bau khas kayu dari lemari pakaianku. Kini aromanya masuk ke penghidu. Aroma yang mungkin saja kutemukan di tempat lain, tetapi kutahu, mereka tidak sama. Ruang yang telah lama kutempati kini terasa lebih lega. Bunyi klik dari pintu pun masuk ke telinga. Aku harus bergegas. Pesawat yang akan membawaku tidak akan menunggu lebih lama.

Image: Pixabay

Senin, 23 Agustus 2021

Unrelease

To the long who I miss
To the long sentences, I never finish
To the night full of wishes
To the feeling, I never release
To the park full of red roses

You live rent-free in my mind and my heart
But you and I must be apart
This head is just like a museum of art
Full of our creation in a dark night
and in a day full of sparkling light

How to release the pain as it should be?
The pain that still haunts me freely
How could I close the only door that makes me happy?
I wish I knew how to let go of this memory
May I wish our love become endlessly?

Sabtu, 14 Agustus 2021

Sebuah Pertanyaan

Dalam berisiknya keheningan, aku selalu bertanya pada gelap, 'Apa cerita ini memang benar-benar sudah berakhir? Apa sudah harus kububuhi tanda titik di akhir kalimatnya?'. Sial. Malamku seringkali tidak tenang karena ini.

Apa masih ada lembar kosong di halaman selanjutnya? Apa masih ada kesempatan untuk menggores kata, kalimat, dan untaian paragraf lainnya? Atau jangan-jangan, memang sudah harus kututup dan simpan buku ini?

Ah, andai saja aku bisa menemukan jawabannya. Keraguan selalu menyelimuti. Ketakutan selalu menghantui. Frasa 'Kalau saja waktu itu...' terngiang-ngiang di kepala. Aku harus apa? Tak bisakah kau membantuku, malam?

Jumat, 13 Agustus 2021

Puisi Suaramu Jalan Pulang yang Kukenali - Adimas Immanuel

Agak berbeda dari tulisan gue yang lainnya tentang buku. Hari ini gue mau sharing tanpa review panjang soal kumpulan puisi, prosa, dan sajak karya Adimas Immanuel. Gue mau sharing beberapa bagian dari tulisan-tulisannya yang gue suka.

Ini karya pertama Adimas Immanuel yang gue baca. Long story short, gue suka banget sama rangkaian kata yang dia buat. Beberapa kali gue tersenyum atas kalimat-kalimatnya. Dan menurut gue, setiap pembaca bisa menafsirkan banyak makna.

Suaramu Jalan Pulang yang Kukenali

Rute

Mulai menganggapmu rumah
berarti menguji diri sendiri
untuk menghafal rute pulang.

Kerontang

Demi tumbuhnya debar, trauma tak kubiarkan mengakar.
Mengairi kembali jantungmu, mengairi denyut yang sita
ingatanku,
kugarit tanah-tanah lekang, retakan dosa sisa perburuan.

Jembar Latar 

Siapa tahu hari kau akan datang
membawa serta sekuntum hujan,
agar usailah kemarau panjang
dalam jiwa kerontang ini.

Pohon-Pohon Kelana

Manusia adalah pengelana di pikiran manusia lain
meski hati menegaskan ia bukan pejalan jauh yang baik.

Nanti jika habis tubuhmu dan tak ada yang bisa
dibanggakan dari buahmu, kau baru mengingatku
sebagai tangkai daun yang tetap mencintaimu.

Musim Bermukim

cepat atau lambat
gedung-gedung bertingkat
akan rubuh seperti kita
setelah kau
tak jadi fondasiku,
setelah engselku
lepas dari pilar tubuhmu.

Sebelum Malam Susut

Sebelum malam susut dari kedua alis matamu, aku tetap niatkan
menawan sejumlah peristiwa yang terus kausangkal, sebab
perjuangan harusnya menjadi sakral jika kau tak diajari berkhianat
oleh remah-remah roti yang melemahkan keteguhan perutmu.

Gelandangan

Tuhan hidup menggelandang
dalam tubuh yang dibangun
dari pesta pora. 
  • Judul Buku : Suaramu Jalan Pulang yang Kukenali
  • Penulis : Adimas Immanuel
  • ISBN : 978-602-06-3503-3
  • Penerbit : Gramedia Pustaka
  • Halaman : 108
Image: Gramedia 

Sabtu, 31 Juli 2021

Perubahan dan Adaptasi


Sejak gue kecil hingga remaja dan mulai sadar akan eksistensi gue sebagai manusia, bintang atau zodiak kelahiran kerap dibicarakan. Bahkan, hingga kini gue berusia 23 tahun, perbincangan zodiak ini semakin mendalam. Kalau sebelumnya gue hanya paham 12 zodiak yang masuk ke dalam kategori sun sign, ternyata ada yang namanya moon sign dan rising sign. Apa kalian paham apa itu semua, sobat?

Meskipun enggak sepenuhnya percaya zodiak, bohong kalau gue enggak pernah membaca tentang tahun kelahiran gue beserta tetek bengeknya. Selain dengan logo banteng dan keras kepalanya, ternyata Taurus masuk ke dalam earth sign (Tahu earth sign, enggak? Ada Taurus, Virgo, dan Capricorn) yang susah menerima perubahan. Menarik. Sulit menerima perubahan bisa berarti sulit beradaptasi?

Konon katanya, seorang Taurus agak susah menerima perubahan karena sifat dasarnya adalah kestabilan. Rutinitas adalah sesuatu yang disukai Taurus. Lalu, gue pun berpikir. Kalau begini ceritanya, enggak perlu pakai tameng zodiak lagi. Beberapa manusia memang suka kestabilan, rutinitas, dan rasa familiar. Dengan begitu, akan ada rasa aman. Meski di sisi lain, terus di zona nyaman bisa bikin stuck.

The more you stay the same, the more they seem to change. Don't you think it's strange? - Put your records On, Corinne Bailey Rae

Well, meskipun enggak salah dan banyak juga perubahan yang sifatnya baik, gue pernah membaca tulisan seseorang bahwa sah-sah saja untuk hidup stabil dan enggak terus berambisi. Karena dengan terus berambisi, kita dituntut untuk selalu bergerak maju dan mengambil taktik sebaik mungkin. Pergerakan itulah yang menuntut kita untuk terus berpikir agar tidak salah dalam melangkah.

Namun, bukan perubahan semacam itu yang ingin gue bahas, tetapi perubahan kecil dalam kehidupan yang tanpa kita sadari akan membuat kita berucap "Oh, dulu kita begini, ya...", "Seru banget dulu kita di sekolah begini...", dan disertai rentetan memori yang bermain di kepala. Meskipun secara kasat mata enggak terlihat, ternyata perubahan itu ada. Enggak jarang jadi menciptakan resah.

I remember when I was in high school, Twitter became one of the most used social media by me and my friends. We were fine until the semester break came. We didn't see each other for two weeks, we never chatted again on Twitter. There's nothing wrong, people are just busy with their lives and enjoying the holidays, but then I think it's not like it used to be. Hey, why don't you guys come on Twitter? Hey?

The more things seem to change, the more they stay the same. Oh, don't you hesitate? - Put Your Records On, Corinne Bailey Rae

Sungguh, terkadang gue benci kalau sadar akan sesuatu seperti di atas. Padahal, ya, enggak muncul di Twitter juga enggak apa-apa. Orang sibuk sama hidupnya sendiri, begitu pun gue, kan? Cuma, gue yang sudah terbiasa dengan hal tersebut jadi planga-plongo sendiri. Padahal kalau dipikir-pikir, ya, enggak ada masalah. Bahkan ini bukan masalah. Cuma, rasanya di hati, tuh, enggak enak. Rungsing.

Sama halnya dengan dua tahun belakangan ini. Meskipun perubahan selalu ada dan enggak pernah bisa dihindari banyak-banyak, dua tahun ini perubahan yang terjadi cukup drastis. Rasanya semua orang dituntut untuk menjadi benda cair yang selalu siap mengikuti bentuk wadah yang menampungnya. Nyatanya, manusia bukanlah air dan banyak orang yang butuh waktu untuk paham, lalu beradaptasi.

Semenjak selesai kuliah dan balik ke Jakarta, beberapa agenda yang akan gue lakukan adalah bertemu tatap muka dengan teman, hangout ke kafe dan mall sesering mungkin, dan ke tempat-tempat seru di Jakarta. Biasalah, angan-angan manusia yang baru beranjak dewasa dan punya penghasilan. Having fun with friends. Sialnya, angan-angan itu harus gue simpan entah sampai kapan sejak Februari 2020. 

The more things change, the more they stay the same. The same sunrise, it's just another day. - The More Things Change, Bon Jovi

Setelah bekerja dan harus di rumah selama pandemi, tentu ada beberapa hal yang membuat gue harus ke kantor. Laptop enggak bisa di-charge contohnya. Gue, si extrovert ini harusnya senang karena akhirnya keluar rumah dan bertemu dengan beberapa orang di kantor nantinya. Sialnya, bukan senang yang gue rasa, tetapi rasa aneh yang menyelimuti. Entah alasannya apa juga gue enggak bisa paham.

Apa karena gue kelamaan di rumah? Apa karena gue sudah terbiasa di ruang kotak berukuran 3 x 3 meter ini? Harusnya bertemu orang menjadi sesuatu yang menyenangkan. Harusnya keluar rumah dan melihat jalanan itu sesuatu yang membuat gue semangat. Harusnya. Duh, ini yang dibilang dengan mixed feeling kali, ya? Soal keluar rumah dan terbiasa di rumah jadi bikin gue linglung sendiri.

Di luar soal perkantoran dan jalanan ini, ternyata gue yang-self-claimed susah menerima perubahan ini sepertinya hanya takut. Takut sama sesuatu yang baru dan enggak familiar. Takut kalau nanti akan ada masalah baru dan enggak bisa menghadapi masalah yang akan menerpa. Takut kalau hal baru enggak sesuai sama ekspektasi di kepala dan perkiraan. Padahal, perubahan juga banyak yang baiknya.
Things change. Stuff happens. Life goes on. - Elizabeth Scott

Jadi ingat perkataan Jay B baru-baru ini. Dia merasa jauh lebih merasakan kebebasan dari sebelumnya. Merasa dia adalah dirinya yang sesungguhnya. Cuma, karena dia salah satu member grup yang memang terbiasa promosi ramai-ramai, hal itu cenderung membuat Jay B merasa sendirian kalau lagi aktivitas solo. Duh, bapak leader, semoga perubahan ini bawa banyak kebaikan dan kebahagiaan, ya!

Mungkin ini juga yang membuat seseorang susah move on? Karena memulai hubungan yang baru itu seperti beranjak dari tempat yang sudah familiar ke tempat yang asing. Apalagi kalau kata Katy Perry di Thinking of You, sih, comparisons are easily done once you've had a taste of perfection, takut kalau yang baru enggak sebaik yang lama. Lanjutan dari Katy Perry juga how do I get better once I've had the best?

Betapa random-nya gue. Mulai dari zodiak hingga move on gue bahas. Bicara soal perubahan, semoga kita bisa menjadi bunglon yang selalu bisa beradaptasi di banyak keadaan. Semoga teka-teki dan puzzle dalam hidup terjawab dan menemukan tempat yang tepat. Semua perubahan personally dan profesionally memberikan banyak pengaruh baik. Rasa cemas dan takutnya dibayar dengan rasa senang.

Image: Pixabay