Selasa, 31 Desember 2024

I Kiss My Past Goodbye


Enggak terasa sudah di ujung tahun 2024. Aku beberapa bulan lalu pasti enggak menyangka kalau hidup bisa menakjubkan lagi. Harapan yang kukira padam dan enggak akan pernah menyala, percikannya muncul dan membesar kembali sejak pertengahan Juli.

Harapan yang jadi pemantik untuk bertahan hidup, sebenarnya sudah enggak aku punya sejak awal 2023 hingga pertengahan 2024. It made me feel like I was stuck and going nowhere. I had to accept that my life would be like that forever. As someone who always dreams big, it was one of the most awful feelings I’ve ever experienced. Rasanya seperti aku hidup karena aku belum mati. No dreams. No hopes. Nothing.

Lalu, di awal Mei 2024 aku terkena layoff untuk kedua kalinya dalam perjalanan karierku. Semakin terjun bebas semangat hidupku yang hampir enggak ada lagi itu.

Di sisi lain, pasti kalian pernah dengar kalimat 'Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.', kan?

Ternyata, layoff membawaku keluar dari ruang gelap yang kukira jadi tempat untuk selamanya menetap.

Setelah sebulan mencari kerja, melalui berbagai wawancara, dan mengerjakan berbagai tes, akhirnya aku diterima kerja di salah satu agency di daerah Mampang. Fun fact, selama ini aku penasaran bagaimana rasanya kerja di agency. Akhirnya terjawab sejak pertengahan Juli.

It’s funny because some people might want to get a job that’s close to home. But for me, commuting makes me feel alive, maybe because I’m also an extrovert. People-watching is one of my favorite things. Luckily, I don’t have to go to the office every day, I mean it really balances my energy.

Di sisi lain, selain belajar banyak hal baru, aku bertemu banyak kolega yang menyenangkan. Aku bisa sharing soal kehidupan di luar pekerjaan. Lalu, hangout dengan teman yang lain juga lebih mudah karena mereka banyak yang kerja di Jakarta Selatan. 

For a moment, it made me think that life was worth living again.

Ternyata, hidupku masih layak untuk diperjuangkan. Mimpiku yang terpendam, masih mungkin untuk diwujudkan. Energiku perlahan kembali untuk menggenggam harapan. Aku enggak lagi mencari dopamine instant sebagai alasan untuk bertahan. 

Aku di Januari pasti enggak menyangka kalau suatu hari ia bisa keluar dari ruang hampa. Ternyata ia juga enggak perlu pergi tiap waktu dan traveling tiba-tiba untuk mencari makna hidupnya.

For the first time, I finally feel enough. Now I am ready to move forwards and kiss my past goodbye.

Image: Freepik


Sabtu, 19 Oktober 2024

Jalan-jalan ke Malaysia

Niatnya setelah landing di Jakarta gue bakal bikin tulisan soal perjalanan gue ke Kuala Lumpur, Malaysia. It took nearly seven months for my travels to find their way into words.

Ide jalan-jalan ke Malaysia ini muncul karena gue kangen traveling, lebih tepatnya I'm a bit tired of living my adult life. Gue pun memborbardir Cici biar mau ke Malaysia. Pucuk dicinta ulam pun tiba, band asal Korea Selatan yang kita dengarkan, wave to earth, konser di Asia, termasuk Kuala Lumpur dan Jakarta.

So, tujuan utama jalan-jalan ke Malaysia ini adalah untuk menonton konser wave to earth di Kuala Lumpur. Namun, rasanya bukan gue dan Cici kalau nggak hunting kopi dan matcha tiap ke tempat baru. Bukan gue dan Cici juga kalau nggak melakukan hal aneh pas traveling.

Gue dan Cici liburan ke Kuala Lumpur tanggal 1-4 Maret 2024 karena konser wave to earth digelar pada Sabtu, 2 Maret 2024. Kita terbang dari Jakarta pukul 09:40 WIB dan tiba di Kuala Lumpur pukul 12:40 waktu Malaysia. Btw, Malaysia itu 1 jam lebih cepat dari Jakarta.

Hal pertama yang gue sadari ketika mau landing adalah bandara Kuala Lumpur dikelilingi pohon sawit yang luas banget, lalu cukup jauh dari kota. Untuk menuju hotel, kita naik bus yang tiketnya bisa dipesang langsung maupun online  dengan tuhuan KL Sentral, stasiun utama di Kuala Lumpur. Dari KL Sentral kita lanjut naik MRT dan jalan sedikit untu ke hotel.

Kita menginap di Pacific Regency Suit Hotel yang letaknya persis di sebrang KL Tower. Gue sangat merekomendasikan hotel ini karena harganya sebanding dengan ukuran dan fasilitas kamar yang dikasih. Cuma, hotel ini kurang strategis kalau kalian malas jalan kaki terlalu jauh buat ke MRT. Nah, cocok buat yang suka jalan kaki karena jarak hotel ini ke Petronas Tower dan Pavilion itu kurang dari 2 kilometer.

Day 1

Gue dan Cici sampai hotel sudah agak sore. Setelah bersih-bersih, malamnya kita ke Pavilion KL dan sekitarnya buat mengisi perut. At some point I still wonder, why are we going to the mall again for dinner, instead of going to Jalan Alor to look for delicious local cuisine. Kita makan nasi kandar di sebrang Fahrenheit88. Gue memutuskan makan sepiring berdua Cici karena porsinya besar banget. Ini pertama kalinya gue makan nasi kandar, yang mengingatkan gue dengan nasi padang atau nasi kapau. Nasi dengan lauk yang disiram berbagai macam kuah yang kaya akan bumbu rempah. Btw, selain rasa nasi kandarnya yang juara, teh tarik di sini juga enak banget, enggak terlalu manis seperti pada umumnya.

Setelah puas keliling area Pavilion, gue dan Cici memutuskan untuk balik hotel dengan jalan kaki. Sepanjang perjalanan, gue menyimpulkan bahwa KL itu mirip dengan Jakarta, lebih tepatnya area Blok M dan sekitar. Ada jalan MRT di bagian atas, jalanan di bawahnya macet dan sesekali klakson dibunyikan karena nggak sabar buat jalan, dan beberapa orang yang menyebrang sembarangan. Bedanya cuma di kontur jalanan KL yang agak naik-turun. Fyi, gue turun 4 kilogram selama liburan di sini!

Day 2

Gue bilang, kan, pasti akan ada kelakuan aneh selama traveling? Di hari kedua, kita memutuskan buka jastip nastar dan cokelat Beryl's. Jadi, ada nastar yang viral banget di sini dan banyak orang yang buka jastip, kita pun ikutan. Jadilah kita kejar-kejaran sama waktu karena hari ini mau ke kafe Niko Neko Matcha dan Zepp Kuala Lumpur buat nonton konser wave to earth.

Apakah jastip ini berhasil? Sayangnya nggak karena kita sampai di Suria terlalu siang, yaitu jam setengah 11. Padahal mall juga buka jam 10, tapi ternyata banyak orang yang antre di depan toko nastar itu dari jam 9! Dari sana kita langsung ke Pavilion buat beli cokelat Beryl's. Fyi, kita keliling dengan jalan kaki pas hari itu. What a tough-fun day.

Setelah sampai hotel, kita memutuskan buat tidur siang sebentar sebelum pergi lagi. Kita sudah nggak sanggup jalan kaki ke MRT, akhirnya kita putuskan untuk naik Grab saja ke kafe. Honestly, I’m completely enchanted by the cafe and shop atmosphere in KL. It feels like stepping into a charming modern old town, where every corner is filled with warmth and nostalgia.

Pas sampai, kafenya itu penuh banget, jadi kita harus take away. Pas lagi antre, pelayannya bilang ada bangku kosong buat kita. Atas rekomendasi pelayan yang ganteng itu, gue pesan Sayamakaori yang rasanya ringan dan agak manis, cocok buat semua orang. Sementara Cici pesan Gokou yang rasanya pahit, mirip kayak kulit kuaci yang putih. 

Btwdi kafe ini nggak ada makanan berat, jadi kita memutuskan buat cari makan di tempat konser. Jujur, tempat konsernya punya vibes kayak Ashta! Depannya itu gedung kantor, tapi bagian belakangnya mall. Kita pun makan nasi hainan dan keliling mall buat killing time.

Setelah nonton konser wave to earth ini, gue makin suka sama mereka! Cuma, gue nggak mau lagi nonton konser di luar Indonesia, terutama kalau berdiri. Sumpah, semua pada angkat hp setinggi harapan orang tua. Gue enggak bisa melihat para personil wave to earth dengan jelas karena sangat terhalang. Beda kalau di Indonesia, terutama KPop yang punya kesepakatan untuk angkat hp maksimal di eye level.

Day 3

Gue melakukan kebodohan di hari ketiga. Rencananya kita bakal main di Genting Highlands dan Batu Caves. Gue dan Cici naik bus dari KL Sentral buat ke Genting Highlands. Setelah sampai, kita langsung antre buat naik gondola sampai. Sumpah, gue kira nggak akan semenyeramkan itu, ternyata cukup bikin deg-degan. Kalau kalian takut ketinggan, jangan beli yang lantainya kaca.

I thought Batu Caves was in Genting Highlands, but it turns out they are two different places! Jadinya gue cuma mampir ke Chin Swee Caves Temple karena balik lagi pun nggak bisa dan kita sudah punya tiket pulang. Setelah itu, kita keliling Genting Highlands Premium Outlets dan makan mi kari yang super enak itu! Personally, Genting Highlands ini mirip kayak Lembang, dingin, gerimis, dan berkabut. Kalau baru pertama kali ke KL, oke untuk ke sini.

One of the most exciting things about traveling with Cici is that she is always excited to buy snacks! Setelah sampai di KL Sentral, kita memutuskan untuk ke Hanifa, swalayan di Kuala Lumpur yang vibes-nya Tanah Abang banget. Kita beli cokelat dan berbagai macam mi kari. Dari sini, harusnya kita makan malam di Pavilion, tapi karena terlalu lelah, kita memutuskan untuk balik ke hotel dan pesan Grab Food saja.

See? Orang gila mana yang pesan makanan online pas traveling.

Day 4

Btw, kita belum menyerah sama usaha jastip ini! Di hari keempat, kita sengaja bangun lebih pagi buat ke Suria. And you know what? Kita tetap kehabisan! Kita pun memutuskan untuk mencari kopi dulu sebelum balik ke hotel dan pulang ke Jakarta. Ini adalah salah satu agenda kita pas traveling, cari kopi dan matcha terbaik di berbagai belahan dunia!

The atmosphere in KL is unique, with many tall buildings, but surrounded by hills. It feels modern and nostalgic at the same time. The sidewalks in KL are much better than in Jakarta. The streets are also nicer and cleaner, although I still find beggars and street vendors in KL, but not as many as in Jakarta. Btw, we also took Grab there several times. I swear, no one drives smoothly, it makes me nauseous and scared.

Overall, I really enjoyed my trip to KL with Cici this time! We had a lot of fun together, and even the little bumps along the way made our adventure even more memorable.

Minggu, 23 Juni 2024

Review Novel Pulang-Pergi: Yang Dibawa dan Ditinggalkan - Alexander Thian


Baca novel Pulang-Pergi: Yang Dibawa dan Ditinggalkan karya Koh Alex ini seperti disuguhkan satu loyang kue favorit, yang sebelumnya dikasih per slice. Buatku, rasanya jadi jauh lebih menyenangkan dan nikmat! Mengikuti Koh Alex dari kelas 3 SMP dan sekarang usiaku 26 tahun, aku tahu beberapa potongan cerita di novel ini pernah kubaca di media sosialnya. Senang bukan main, aku bisa baca versi lengkapnya.

Tulisan Koh Alex itu punya magis tersendiri yang sampai hari ini aku kagumi. Berhasil bikin aku selalu baca sampai habis dan merasakan emosi di tulisan itu. Bercerita soal perjalanan hidupnya yang pernah melarat, merasa tidak dicintai Mamanya, hingga berhasil wujudkan mimpi untuk lihat Aurora borealis berkat semangat dari Papanya. Aku nangis berkali-kali karena sedih sekaligus terharu saat baca novel ini.

Aku rasa kalimat 'Hanya karena kamu mencintaiku, bukan berarti aku merasa dicintai olehmu.' bisa terjadi pada hubungan anak dan orang tua. Anak butuh validasi dan pengakuan orang tua, sedangkan orang tua bingung mengutarakan cintanya. Bagian Koh Alex bertemu dan mengonfrontasi Mamanya bikin aku sadar kalau memaafkan orang tua itu banyak manfaatnya. Membuka banyak pintu nikmat yang awalnya tertutup rapat.

Aku punya sedikit cerita soal ini. Dulu, Mamaku selalu mencari kesalahan kecil aku dan adikku. Cuma, kami berdua adalah anak yang keras kepala dan tidak senang diperlakukan seperti itu. Suatu hari kami bicara dengan lantang 'Ma, kalau mau ngobrol, enggak gitu caranya. Mama bisa tanya tadi kita punya kegiatan apa di sekolah. Bukan cari kesahalan yang enggak ada.'

Sejak hari itu, Mamaku berubah jadi lebih lembut. Sejak hari itu, aku sadar kalau banyak orang tua yang bingung untuk memulai obrolan dengan anaknya. Sejak hari itu, kutanya hal-hal kecil yang sebenarnya ada di depan mata. Sejak hari itu, kudengarkan semua cerita Mama dan Papa meskipun sudah diulang untuk kesekian kalinya.

Selain itu, rasanya seperti dipeluk dari jauh setelah baca novel ini. Sedang berada di titik terendah dan mau menyerah atas impianku yang segunung, aku diingatkan Koh Alex melalui tulisannya untuk terus memupuk dan membawa harapan ke mana pun aku melangkah. Prosesnya boleh jadi menyebalkan dan waktu terwujudnya juga belum tahu kapan, tapi jangan menyerah.

Soalnya, harapan yang dipupuk dan dibawa Koh Alex inilah yang bikin ia berhasil lihat Aurora Borealis di Islandia. Btw, rasanya seperti aku yang sedang melakukan perjalanan ini. Aku ikut merasakan takut saat Koh Alex tertahan di imigrasi, kebingungan cari hotelnya di Paris, keseruan main di tumpukan salju di Islandia, hingga motret orang di Belanda. The storytelling is a delightful mix of charm and humor, weaving a story that will keep everyone hooked and laughing!

Oh, ada satu pesan lagi dari novel Pulang-Pergi: Yang Dibawa dan Ditinggalkan yang aku dapatkan. Sometimes fear is only in your head, and just face it. The more you deal with it, the more you realize that in the end, you will be okay.

So here is the review. I highly recommend this novel for those of you who carry a lot of things and your bag feels very full. There may be a lot of things you don't need to carry, like hatred towards yourself, your parents, and your life. Hopefully, after you read this novel, all hatred, miscommunication, and doubt will be reduced, so that your journey towards your goal will become easier and more enjoyable.

Shout out to Koh Alex for the warmth this novel offers!

  • Judul Buku: Pulang-Pergi: Yang Dibawa dan Ditinggalkan
  • Penulis: Alexander Thian
  • ISBN: 9786230933004
  • Penerbit: Akhir Pekan Press
  • Halaman: 340

Senin, 10 Juni 2024

Proses dan Biaya Pasang Behel di Dokter Gigi

Pakia behel selama 8 tahun, bagaimana proses dan berapa biaya pasang behel di dokter gigi? Aku mau berbagi pengalaman memakai behel atau kawat gigi beberapa tahun lalu. Tenang! Infonya bakal yang terbaru karena beberapa waktu lalu aku ke dokter gigi untuk scaling dan tanya-tanya soal pemasangan kawat gigi.

Aku pernah pakai behel di 2012 pada bagian atas dan bawah gigi. Kemudian, pada 2015 aku sudah bisa melepas bagian bawah dan pada 2022 akhirnya aku melepaskan bagian atas. Kalau dihitung secara keseluruhan, aku pakai behel sekitar 8 tahun lamanya. Fyi, aku pakai selama itu karena kuliah di luar kota dan tidak ingin ganti dokter. Jadi, aku kontrol behel setiap 3-6 bulan sekali, sehingga progresnya lambat.

Apa, sih, yang harus dilakukan sebelum pasang behel atau kawat gigi? Waktu itu, aku melakukan research dan menemukan bahwa pemasangan behel harus dilakukan oleh dokter gigi spesialis ortodonti. Setelah itu, ada beberapa proses yang harus dilakukan mulai dari rontgen, scaling, hingga pencabutan gigi. Dokter akan menjelaskan semua prosesnya secara detail. Berapa biaya pasang behel di dokter gigi? Aku membayar Rp5.000.000 untuk pemasangan atas bawah pada 2012. Aku pakai behel jenis metal. Di dokter yang berbeda, aku bertanya soal pasang behel metal dan harganya Rp6.000.000 untuk atas bawah. Tidak begitu jauh harganya, mengingat aku pasang 10 tahun lalu. Mungkin harga pasang behel turun dan setiap dokter punya tarif yang berbeda.

Back to the topic, gigiku itu besar, tetapi rahangnya sempit. Oleh karena itu, aku harus mencabut empat gigi agar ada ruangan untuk gigiku yang lain. Long story short, gigiku dipasangi bracket dengan karet warna-warni. Aku harus menunggu sekitar 1 jam sebelum makan apapun. Penderitaanku pun dimulai. Gigiku mulai terasa ngilu karena mulai beradaptasi dengan behel yang dipasang. Selama 2 minggu, aku hanya makan bubur saja karena gigiku tidak sanggup mengigit apapun. Selama pakai behel, aku menghindari makanan yang keras karena bisa membuat bracket lepas. Aku harus memotong makananku jadi lebih kecil. 

Di sisi lain, ada satu hal yang juga wajib dilakukan selama pakai behel, yaitu kontrol gigi setiap bulan. Dokter akan mengganti karet dan kawat sesuai dengan kebutuhan. Kadang aku pakai karet yang satuan (O-rings), kadang aku juga pakai karet yang sambung (Power chain). Selama pakai behel, aku bayar kontrol gigi dari Rp150.000 hingga Rp300.000 per bulannya. Aku bertanya pada teman-temanku yang pasang behel, untuk kontrol gigi sekarang harganya di kisaran Rp350.000 per kontrol. Namun, perlu kalian ketahui kalau setiap dokter gigi punya aturannya masing-masing. Ada yang harus bayar pemasangan bracket jika copot dan ada yang tidak. Selain itu, selama aku pakai behel, aku menggunakan sikat gigi khusus. Namun, karena harganya cukup mahal, aku memutuskan pakai sikat gigi anak-anak saja. 

Berdasarkan pengalamanku dan survey kecil-kecilan, rata-rata biaya pasang behel di dokter gigi sekarang sekitar Rp6.000.000 dengan biaya kontrol Rp350.000 per datang. Durasi pemakaian pun tergantung kerumitan dan frekuensi kontrol. Sekarang banyak banget klinik yang memberikan promo. Kalian bisa tanya-tanya langsung, ya!

Rabu, 05 Juni 2024

Hampir Tengah Malam

“Sa, gimana kalau gue nggak jadi apa-apa?”
“Memang kamu mau berubah jadi apa?”
“Nggak… bukan begitu.” “Terus?”
“Kayak… nggak punya kerjaan yang mentereng, jabatan yang tinggi, kayak yang lain…”
“Oh… memangnya harus jadi apa-apa, ya? Nggak boleh jadi biasa-biasa aja?”
“Soalnya, rasanya kayak ketinggalan jauh, Sa…”
“Oh… memangnya kamu diajak lomba siapa-sampai-lebih-dulu?” 
Nggak, sih…”
“Ya… terus?”
“…………”
“Kamu, tuh, lagi perang sama isi kepalamu sendiri. Dari awal juga nggak ada yang ajak kamu lomba, siapa lebih dulu sampai. Kalau kamu ikut lari bareng mereka itu, belum tentu kamu puas sama hasilnya. Tujuan kamu sama mereka belum tentu sama. Tolak ukur keberhasilannya pasti beda. Mending kamu pulang, istirahat. Bapakmu telepon dari tadi kamu bahkan nggak sadar!”

Senin, 22 Januari 2024

Courage and Honesty

Kalau dibandingkan dengan 2021-2022, memang 2023 lebih baik. Tahun ini, aku banyak melakukan hal secara sadar, termasuk berkata tidak dan menolak ajakan orang-orang terdekat. Tahun ini, aku lebih banyak memilih dan mengikuti kemauanku sendiri. Aku, jadi lebih berani.

Sebelum aku bercerita lebih panjang, aku mau berterima kasih untuk akun Instagram @austeread yang sering banget bikin konten berbeda dari kebanyakan. Akun Instagram ini kasih banyak insight buatku tentang hidup. Dari akun ini, aku paham bahwa hidup enggak selalu soal menanjak dan aku juga belajar tentang being content.

Di 2023 ini, aku belajar soal waktu. Aku menyadari bahwa keinginan enggak langsung terwujud, ya, karena memang belum waktunya. Aku ingat banget, pada 2020 aku pernah mengoceh tentang kerja dekat rumah dengan banyak freelance. Aku bilang begitu mengingat jarak kantorku cukup jauh dari rumah. Rumahku di Cengkareng, kantor lamaku di SCBD. Awal Januari 2023, aku mendapat offering kerja di dekat rumah dan tawaran menjadi freelance writer untuk beberapa perusahaan. 

The power of what I was thinking.

Waktuku kecil, aku suka banget ngomong pakai bahasa asing yang saat itu pun aku enggak tahu lagi ngomong bahasa apa. I was just mumbling. Aku waktu kecil juga penasaran rasanya jalan-jalan ke luar negeri. Di 2023, keinginan itu kesampaian. Jalan-jalan ke Singapura bersama teman baikku. Di sana pun aku menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi dengan warga lokal. Aku mengunjungi tempat yang dulu cuma bisa aku lihat dari internet dan dengar dari cerita teman-temanku.

Di 2023, ini tahun pertamaku bertemu psikolog. Kalau dipikir-pikir, apa yang membuatku ke psikolog bukan hal yang menggelegar, tetapi buatku tetap memuakkan.

Rinduku Kian Serakah

Aku paham, sih. Sebagai manusia, aku dititipkan dengan berbagai macam perasaan, termasuk merindu. Masalahnya, belakangan ini rinduku kian serakah. Ia mengecilkan perasaanku yang lain dan membesarkan diri. Membuat dadaku terasa penuh dan sesak.

Sudah membesarkan diri dan memaksa yang lain untuk mengecil, rindu yang kian serakah ini juga minta untuk dikeluarkan dan disampaikan. Gila, ya? Mau ditaruh mana mukaku.

Sudah kusuruh ia diam sejak beberapa hari lalu, tetapi ia malah menggila dan menjadi-jadi. Ia mulai menggangguku lewat mimpi. Seakan-akan berkata, kalau tidak segera dikeluarkan, maka tidurku tidak akan tenang.

Sudah, ya. Hanya segini kemampuanku untuk mengeluarkan kamu. 

Jangan lagi membesarkan diri dan membuatku malu seperti ini. 

Jangan datang lagi ke mimpiku. 

Sungguh, aku ingin tidur dengan tenang. 

Segeralah merindu yang lain.

Sabtu, 25 November 2023

Jalan-jalan ke Singapura

 


Mungkin apa yang terjadi sekarang adalah impian dan harapan kita di masa lalu

Ini adalah salah satu impianku di masa lalu yang terwujud. Tumbuh dengan teman-teman yang pergi ke luar negeri saat liburan sekolah, membuatku berpikir 'bagaimana rasanya jalan-jalan ke luar negeri?' dan hari itu, meskipun-butuh-waktu-beberapa-tahun akhirnya terjawab.

Ada perasaan gembira saat aku ingin membuat paspor beberapa bulan lalu. Buku kecil bersampul hijau tua yang wajib kumiliki jika ingin berpergian ke luar negeri. Saat paspor sudah di tangan, ada diriku versi remaja yang sedang loncat kegirangan di sana.

Long story short, aku menghabiskan waktu 4 hari 3 malam di Singapura bersama temanku, Cici. Kami berangkat dari Bandara Soekarno Hatta pada Jumat, 25 Agustus 2023 sekitar pukul 11 siang waktu Jakarta dan tiba di Bandara Changi sekitar pukul 2 siang waktu Singapura.

Setelah urusan imigrasi dan Ez-Link (kartu MRT) selesai, kami pun menyempatkan diri untuk ke Jewel. Rasanya belum afdol kalau singgah di Bandara Changi, tetapi enggak ke Jewel.

It's really huge dan ada banyak spot untuk berfoto, dari lantai dasar hingga atas. Mungkin karena sudah lelah, kami hanya mengambil beberapa foto dan video saja. Kami juga sudah punya janji untuk bertemu Kak Mel, temanku yang tinggal di Singapura. 

Kami sedang kejar-kejaran dengan waktu.

Day 1: Makan Malam dan Minum Kopi di Orchard

Salah satu hal yang aku suka dari Singapura adalah transportasi umum yang sangat memadai. Kami menggunakan MRT dari bandara untuk ke hotel yang berada di Owen Road. Mungkin bisa jadi referensi kalian, kami menginap di Owen House by Hmlet, hotel bintang 3 yang lokasinya sangat strategis dan dekat MRT Farrer Park.

Aku suka banget sama hotel ini karena bersih dan wangi. Kamar bernuansa hijau ini cukup luas dengan desain kamar mandi yang menurutku cantik dan praktis. Aku akui, untuk harganya cukup mahal karena ada banyak hotel di Singapura yang lebih murah. Hanya saja, aku dan Cici punya preferensi soal hotel, yaitu strategis, ada jendela yang luas, dan kamar mandi yang bagus. Kami mendapatkan itu semua di Owen House by Hmlet.

Setelah tiba di hotel, kami pun beberes untuk untuk bertemu Kak Mel di salah satu mall di area Orchard. Aku dan Cici sampai di sana sekitar pukul 7 malam waktu Singapura. Kami putuskan untuk makan malam dengan kari ayam dan udang. Porsinya itu besar banget dan ternyata bisa di-sharing.

Setelah makan dan keliling mall, kami pergi ke area luar dan beli minuman di Luckin Coffee. Aku pesan mocha latte dan sumpah, ini kopi ternikmat yang pernah aku coba dalam hidup! Aku suka banget kopi di kedai ini. Meskipun secara harga jauh lebih mahal dari Jakarta, Luckin Coffee bakal jadi tempat kopi pilihanku kalau balik ke Singapura nanti!

Day 2: Main di Universal Studio Singapore dan Minum Kopi Marina Bay

Hari kedua adalah hari aku mewujudkan rasa penasarakanku saat remaja. Main ke Universal Studio Singapore atau USS. Aku versi remaja lagi-lagi teriak kegirangan di sana.

Buat kalian yang belum ke sini, USS berada di pulau yang berbeda, yaitu Sentosa Island. Kami menggunakan MRT untuk kesana. Kami berhenti di VivoCity dan beli sarapan sebelum lanjut naik kereta ke Sentosa Island. Sejujurnya aku bingung mau sarapan apa, jadi aku pilih makan KFC dan beli minuman di Mr. Coconut. Kata orang-orang ini adalah minuman yang wajib dicoba kalau ke Singapura.

Setelah sampai di USS, kami sempat berfoto di globe yang ikonik itu. Setelah scan tiket yang dibeli secara online, kami masuk dan berkeliling. Sejujurnya kami hanya ingin 'absen' saja karena rasanya kurang afdol main ke Singapura, tetapi enggak ke USS. 

Kami hanya naik dua permainan, yaitu Revenge of the Mummy dan Human, roller coaster indoor dan outdoor. Kalian harus coba Revenge of the Mummy karena seru banget! Sejujurnya, lebih banyak permainan di Dufan daripada USS. Cuma, kalau kalian pertama kali ke Singapura, rasanya tetap harus mengunjungi USS dan sabar mengantre. Aku dan Cici memang kurang tertarik untuk mengantre lama-lama, sehingga kami hanya berkeliling dan berfoto.

Sekitar jam setengah 4 sore, kami beranjak dari USS. Kami menyempatkan diri untuk makan fish noodle di VivoCity, lalu lanjut ke area Marina Bay untuk 'absen' ke patung Merlion dan minum kopi sambil menikmati angin sore Singapura.

Day 3: Makan Siang di Haji Lane dan Chinatown, Naik Kapal di Fort Canning, dan Nonton Garden by The Bays di Marina Bay

Selayaknya turis, tentu kami juga mengunjungi tempat-tempat yang populer. Di hari ketiga, sekitar pukul 10 berangkat ke area Haji Lane, gang aesthetic yang dipenuhi banyak kafe. Sebenarnya ada banyak jalan di area ini dan punya vibes yang sama. Setelah puas berkeliling dan kepanasan, aku dan Cici makan Nasi Padang yang berada di dekat Sultan Mosque.

Fun fact, setelah minum teh tarik di VivoCity, kami jadi pesan teh tarik di setiap kesempatan. Kami pun sepakat kalau teh tarik di Singapura itu enak banget!

Rasanya, sebagian besar perjalanan kami diisi untuk makan dan minum kopi karena setelah makan nasi padang, kami lanjut ke Chinatown untuk makan di The Populus, kafe di Neil Rd. Kami memesan spaghetti bolognese yang ternyata berukuran besar dan dua kopi. Aku suka kafe ini! Selain makanannya bisa sharing dan kopinya enak, tempat ini juga terasa hangat. Interiornya didominasi warna cokelat dengan lampu yang temaram.

Btw, Neil Rd. ini dekat dengan Maxwell Food Centre yang punya banyak stand makanan dan minuman khas Singapura. Cici pengin banget makan nasi hainan di sana, tetapi niat ini harus diurungkan karena kami sudah makan dua kali! 

Sekitar pukul 3 sore, kami lanjut ke area Fort Canning, sebuah terowongan aesthteic. Ini salah satu tempat yang ikonik dan banyak dikunjuni turis untuk berfoto. Setelah berfoto, kami lanjut ke WaterB River Cruise Singapore untuk naik perahu dari Fort Canning ke Marina Bay. Kami menghabiskan waktu berjam-jam di Marina Bay sambil menunggu pertunjukkan Garden by The Bays pada pukul 19:45 dan 20:45 waktu Singapura. 

Setelah pertunjukkan selesai, kami pulang dan beli oleh-oleh di dekat hotel karena rasanya enggak keburu kalau beli besok.

Day 4: Belanja di IMM, Makan Siang di Maxwell Food Centre, Minum Kopi di Orchard, dan Pulang ke Jakarta

Oh, Cici masih penasaran untuk makan di Maxwell Food Centre. Ada nasi hainan yang katanya enak menurut orang-orang di TikTok. Aku bilang ke dia, kalau mau makan di sana, bangunnya harus pagi. Dia pun setuju. Biasanya kami keluar hotel pukul 10 pagi, tetapi hari itu,  jam 9 pun kami sudah rapi.

Sebelum ke Maxwell Food Center, kami pergi ke IMM terlebih dahulu. Mungkin kalian pernah dengar kalau barang branded itu lebih murah di luar negeri. Akhirnya, kamu memutuskan untuk ke IMM karena banyak mid-high end brand dengan harga miring di sini. Aku baru sadar kalau mall di Singapura baru buka pukul 11 pagi, sedangkan kami sudah sampai sejak pukul 10 pagi. Alhasil, kami sarapan dulu di McD sembari menunggu toko-toko buka.

Setelah keliling di IMM, kami langsung ke Maxwell Food Center mengunakan MRT. Sayangnya, nasi hainan yang Cici mau tutup. Akhirnya kami makan kwetiau dan mie goreng dengan dua gelas teh tarik. 

Aku punya cerita menarik soal ini. Kalian pernah penasaran dengan tempat-tempat di novel yang kalian baca? Kalau ya, berarti relate dengan Cici. Dia mau minum kopi Alchemist di area Orchard karena tempat kopi itu disebut di novel favoritnya. Setelah makan, kami pun ke area Orchard untuk minum kopi itu. Syukurnya aku pun pecinta kopi dan turns out, kopi Alchemist enak. Kalau kalian suka kopi, kalian wajib coba!

Setelah itu, kami pergi beli oleh-oleh khas Singapura alias Garret Popcorn di salah satu mall di sana. Fun fact, ada satu hal yang kami lewatkan di area ini. Bisa-bisanya kami enggak beli es krim 1 dollar. Padahal ini salah satu hal yang rasanya wajib dilakukan kalau main ke Singapura.

Long story short, kami bergegas kembali ke hotel dan langsung berangkat ke Bandara untuk pulang ke Jakarta.

Rangkuman Jalan-jalan ke Singapore

Aku mau pengakuan dosa, sedikit. Sebenarnya, perjalanan ini adalah bentuk ketakutan dan kecemasanku atas suatu hal yang enggak bisa aku jabarkan di sini. Aku memohon pada Cici agar perjalanan ini terlaksana. Awalnya, kami mau ke Korea Selatan, tetapi rasanya tahun ini bukan waktu yang tepat.

Selain itu, awalnya aku juga takut dengan perjalanan ini karena jadi penguji pertemanan belasan tahun kami. Mungkin kalian pernah dengar, kan, salah satu cara mengetahui apakah cocok atau enggak dengan seseorang, pergilah traveling dengannya. 

Aku rasa ada benarnya karena di tempat baru ini aku dan Cici harus banyak kompromi. Soalnya, aku tidur dengan keadaan gelap total, sedangkan Cici sebaliknya. Kemarin, kami sepakat untuk tidur dengan lampu yang temaram. Itu baru contoh kecil dari perjalanan kami.

Syukurnya, caraku dan Cici menghabiskan uang itu mirip. Jadi enggak ada kesenjangan yang signifikan soal jajan. Menurutku ini penting banget karena perbedaan ini bisa jadi masalah.

Terlepas dari rasa takutku dan kompromi dengan Cici, aku suka Singapura. Meskipun secara pemandangan dan cuaca itu mirip Jakarta, aku suka transportasi di sana karena sangat memadai. Untuk aku yang baru pertama kali, MRT di Singapura sangat mudah untuk digunakan. Aku juga suka keteraturan di sana.  Bagaimana orang-orang berdiri di sisi kiri dan langsung jalan saat di sisi kanan eskalator. Soalnya, di Jakarta itu kebanyakan orang harus diteriaki satpam terlebih dahulu.

Selama 4 hari di Singapura, isi kepalaku sangat ringan. Aku hanya perlu memikirkan jurusan MRT apa yang harus aku pilih. Sitting and sipping coffee there would probably be my weekend's main activity. My hair and face feel so good when the fresh air meets them. All of the things that made my shoulders feel heavy seemed to be swept away.

Due to that fear and anxiousness, seeing the Garden by the Bay show truly made me a little teary-eyed. The show was very outstanding. That doesn't mean Cici isn't fun, but imagine how amazing it would be to watch a show like this with someone special. My heart will be overflowing with joy. You know what I'm saying.

Aku, suka sekali dengan perjalanan ini. Liburan bareng Cici juga menyenangkan dan semoga dia merasakan hal yang sama. Syukurnya sampai hari ini dia masih mengirimiku destinasi-destinasi di negara lainnya.

P.S. Tulisan ini sebagian besar aku persembahkan untuk Cici karena mau mewujudkan permohonanku.

Image: Freepik/@tawatchai07

Rabu, 07 Juni 2023

A Love Letter



This note shouldn't be here,
but here it is

I have written this love letter years ago
You are the destination that is on my mind
I've been thinking the whole time
I'm going to give you this love letter someday,
because I want you to be the one to read and reply to it

But I think I should keep this love letter in the envelope longer
And I will never hand it to you

'What kind of house do we need?
should the walls be painted blue or beige?'
'What kind of food do you like?
the spicy or the sour one?'
'What kind of coffee would you like me to serve you every morning?
should I put some sugar in it?'
'Will you massage my body after long hours of work,
like you always do when I say I feel tired?'
'What school we must choose for our future kids?'

It's just some of them,
the full one will never be read by you
Those curiosities of mine will never be answered by you

Those places in the West that we have talked about will never be visited by us
And the stadium of your favorite football club will never be visited by us too
I'll never be able to hold your hand while we're walking around Paris someday
They will be sad because they have never felt how strong our love is

It feels strange and I feel sad

But I want you to know and remember

I love you
I do love you with all of my heart
I wish I had been shown you right
I wish you could feel my love well
I wish that I had more time to show love again

I made mistakes and it hurts you too

But sometimes love is just not enough

And you have the right too
You have the right to choose
You have feelings to feel

Perhaps the love for me also disappeared

You left me with lots of questions hanging,
with wounds that may never heal,
with the pain that may be, I always feel

Sometimes the memories come up,
while at the coffee shop we used to visit,
and while in the cinema we used to go

It has always been a part of my life

Your presence was once like a summer breeze,
a relief like water found in the middle of a desert

Now I hope you find what you've been longing for,
the things from my offer that may not be enough for you

I will keep this envelope of love letters
Perhaps one day I will hand a love letter to someone,
who is willing to read the full one,
and answer them wholeheartedly,
and I am willing to know what the answers are

Kamis, 25 Mei 2023

Seperempat Abad


Hai, apa kabar?

Dari judulnya, sebenarnya gue ingin menuliskan cerita ini sejak 17 Mei, ulang tahun gue. Enggak terasa kalau gue sudah seperempat abad alias 25 tahun. Secara umum, sih, usia segini waktunya cari barang-barang untuk seserahan, ya. Sayangnya gue masih sibuk untuk war tiket konser berbagai macam band.

Kalau dari hitungan 100, angka 25 itu seperempat alias quarter. Ya, benar! Mungkin kalian juga enggak asing dengan quarter life crisis ini. Btw, bahas quarter ini seakan-akan manusia bakal hidup sampai seratus tahun, ya. Padahal rata-rata usia orang Indonesia itu cuma sampai 70 tahunan.

Oke, kembali ke quarter life crisis

Gue merasakan sendiri kebingungan atas hidup yang gue pikir sudah berjalan sesuai rencana. Banyak banget yang mengingatkan gue kalau usia 25 itu sudah tua. Waktunya memantapkan langkah untuk masa depan. Namun, enggak sedikit juga yang kasih tahu ke gue kalau usia 25 itu masih muda. Waktunya untuk explore banyak hal di kehidupan.

Setelah gue pertimbangkan, sepertinya konsep kedua lebih masuk ke hidup gue. Kenapa gue harus takut untuk mencoba hal baru hanya karena usia gue sudah 25 tahun? Kenapa orang yang usianya 25 tahun enggak boleh punya pilihan baru yang mungkin berbeda dari kebiasaan sebelumnya?

Sialnya juga, di usia segini gue mulai mempertanyakan angan-angan yang pernah terbayang di kepala. Kebanyakan dari mereka terbentur dengan realita. Rasanya mau gue kubur dalam-dalam dan hidup dengan apa yang ada di depan mata. Namun, ada sedikit bagian di diri gue bilang kalau gue masih punya banyak jalan untuk ke sana. Ada banyak jalan menuju Roma.

Bukannya hidup itu memang perkara untuk terus mencoba?

Selain kegundahan soal kehidupan, usia segini bikin emosi gue sedikit lebih matang. Gue sadar kalau gue enggak lagi punya banyak energi untuk mendebat dan menantang kalau ada yang bertingkah konyol. Di usia segini, gue juga enggak takut untuk melepaskan sesuatu yang memberikan energi negatif ke gue.

Di usia 25 ini gue juga lebih paham apa yang dimaksud dengan tanggung jawab, terutama soal pekerjaan. Gue yakin kalian pernah mengeluh dan menghela nafas atas kerjaan yang menumpuk, tetapi tetap dikerjakan sesuai arahan dan deadline. Rasanya muak banget, tetapi tubuh tetap bergerak untuk menyelesaikannya.

Lalu, soal waktu. Pas sekolah itu waktu gue banyak, tetapi uangnya terbatas. Sekarang uangnya ada, waktu gue terbatas. Memang memasuki kehidupan dewasa ini harus pintar-pintar memprioritaskan berbagai hal dalam hidup. Selain itu, di usia segini jarang banget gue bisa pergi dadakan sama teman-teman gue. Minimal gue harus buat janji 2 minggu sebelumnya.

Kangen juga punya waktu yang fleksibel. Hari ini janjian, besok jalan. Sore ditelfon, malamnya ketemu. Sekarang setiap orang punya kehidupan masing-masing, ya. Tenaga juga sudah habis di jalanan dan kantor. Rasanya sudah enggak sanggup untuk main dadakan.

Di lain sisi, gue beranjak dewasa, tetapi orang tua juga semakin tua. Ya, seperti pada umumnya juga. Orang tua gue mulai mempertanyakan kapan gue menikah. Masalahnya, ini Kim Mingyu masih sibuk comeback dan tour keliling dunia.

Enggak. Bercanda.

Pengin, sih. Namun, gue paham atas diri gue sendiri. Rasanya masih banyak hal yang gue ingin lakukan dan lebih baik dilakukan ketika gue sendiri. Kalau ada orang lain, ada banyak hal yang harus gue kompromikan dan gue belum mau melakukan itu. Masih banyak daftar di hidup gue yang harus gue diceklis. Gue harus selesai dengan diri gue terlebih dahulu. One day. The day will come.

Btw, gue termasuk anak yang percaya kalau semakin tua, pertemanan semakin sempit. Namun, enggak menutup kemungkinan kalau bisa punya teman baik yang baru. Gue melakukan dan merasakan itu. Ada banyak orang baru yang gue kenal di usia 24-an dan I feel loved by them. Gila, gue bersyukur banget dikasih orang-orang baik, meskipun enggak sedikit yang pergi.

Jadi, ya, begitulah rangkuman asal-asalan tentang memasuki usia 25 tahun dari gue. Selamat merayakan seperempat abad, Felly!

Selasa, 07 Maret 2023

Dua Bungkus Indomie Soto di Tengah Malam


Waktu di kantor beberapa hari lalu, aku dan beberapa temanku membicarakan hal terkait keluarga. Ternyata, dinamika setiap keluarga itu berbeda-beda. Ada yang berjalan mulus dan lembut, tetapi juga ada yang berjalan diiringi dengan tanda tanya.

Salah satu temanku bilang bahwa dirinya merasa aneh ketika Ibunya bersikap lembut. Bukan karena selama ini bersikap kasar, tetapi kesibukan Ibunya di tempat kerja membuat mereka jarang menghabiskan waktu bersama (ini kesimpulanku dari ceritanya).

Hal itu membuat temanku merasa aneh ketika Ibunya menawarkan perhatian dan kasih sayang. Menurutku, itu adalah sikap yang wajar. Saat dihadapi situasi baru, tubuh akan lebih waspada. Sayangnya, beradaptasi dengan hal baru bukan perkara mudah.

Setelah aku pikir-pikir, aku juga kehilangan banyak waktu bersama Papa. LDR Jakarta-Bandung selama 21 tahun penuh dan Papa hanya pulang dua kali dalam sebulan, tentu memoriku bersama beliau itu sedikit. Meskipun memoriku bersama beliau itu banyak bahagianya.

Namun, saat masih sekolah dulu, aku memang kerap bertanya 'Eh, teman-temaku ke sekolah diantar Papanya, ya? Kenapa aku jarang banget?'. Oh, ternyata aku memang kehilangan peran Papa di banyak aspek kehidupan, terutama saat aku sekolah dulu.

Saat sudah menetap di Jakarta, ternyata peran Papa juga tidak terlalu signifikan. Aku jadi teringat cerita temanku tadi. It would be strange if I suddenly become clingy to my dad and vice versa. Namun, kalau tidak dibangun, kami bisa kehilangan peran sebagai anak dan orang tua.

Selain mendengarkan YouTube dan merokok, salah satu kebiasaan Papa di tengah malam adalah makan Indomie Soto di ruang tamu. Ya, aku menyadarinya karena belakangan ini aku bekerja sampai tengah malam di ruang tamu bersama beliau.

Lapar di tengah malam terkadang membuatku minta Indomie yang beliau sedang makan. Rasanya biasa saja, lebih enak Indomie Soto buatan Mama, to be honest. Meskipun begitu, terkadang aku melahapnya sampai habis dan Papa tidak masalah.

Oh, I just spent my time with my dad dengan dua bungkus Indomie Soto di tengah malam. 

Sejak saat itu, aku mencoba peruntungan dengan meminta beliau membuatkan mi saat aku harus bekerja sampai tengah malam, meskipun terkadang aku tidak lapar. Sejauh ini, Papa selalu mau membuatkannya. Dua bungkus Indomie Soto yang ditambah saus dan irisan cabai.

Saat aku menuliskan cerita ini, aku baru saja selesai melahap dua bungkus Indomie Soto bersama Papa. Meskipun rasanya tidak seberapa dan waktu makan kurang dari satu jam, makan mi yang dibuatkan beliau membuatku ingat kalau aku akan selalu jadi gadis kecilnya. 

Rasanya itu seperti 'I am always your little daughter and I want to lean on you even if you just make me Indomie in the middle of the night.' dan mengingat hal ini membuatku senang. Meskipun tidak besar, kebiasaan makan Indomie di tengah malam bersama Papa berbuah manis.

Hari ini, bukan aku lagi yang minta dibuatkan Indomie, tetapi Papa yang tanya padaku saat sedang duduk di depan laptop. 

'Kakak kerja sampai malam?'
'Kayaknya iya.'
'Ya sudah. Nanti kita bikin mi, ya.'

The little girl inside me was screaming with joy! Kalau waktu itu aku tidak berani meminta Papa membuatkan aku mi, mungkin tidak ada kegiatan makan dua bungkus Indomie Soto di tengah malam yang ditambah saus dan irisan cabai bersama beliau.

Even though the time that has been lost will never be repaid, having beautiful little memories like this with my dad makes me happy. Aku berharap kegiatan makan dua bungkus Indomie Soto di tengah malam bersamaku menciptakan memori yang indah di ingatan beliau.

Sabtu, 07 Januari 2023

The Rose - Heal Together World Tour

The Rose Heal Together World Tour

Mau mendengar pengakuanku, tidak? Aku bukan Black Rose, tetapi sudah mengetahui The Rose sejak aku suka KPop di pertengahan 2018. Aku pun hanya mengenal Woosung sebagai vokalisnya tanpa mengenali tiga member The Rose lainnya. Kalau kucoba ingat, mungkin aku benar-benar mendengarkan The Rose di awal 2020 hingga sekarang.

Berarti, sekitar tiga tahun penuh aku mendengarkan album Void, EP Dawn, dan berbagai single lainnya hanya dengan mengenali Woosung. Ya, mungkin karena dia vokalis utama dan suaranya pun khas, sehingga lebih mudah kuingat. Namun, aku memang seringkali begini. Tahu banyak lagu dari sebuah band tanpa tahu siapa saja member-nya.

Setelah sekian lama, akhirnya muncul album Heal dengan wacana Heal Together World Tour. Fun fact, aku itu hanya pendengar aktif di platform musik tanpa mengulik The Rose lebih dalam. Malah, temanku yang baru mendengarkan The Rose yang mengulik dan bercerita bahwa setiap lagu di album Heal itu memiliki kisahnya masing-masing.

Aku memang ingin menonton The Rose, tetapi banyaknya konser yang kutonton membuatku mengurungkan niat. Namun, temanku yang baru suka The Rose itu menggebu-gebu dan mengusahakan berbagai macam cara agar kami menonton The Rose di Jakarta. Terpantau, Jumat, 6 Januari 2023 kami sedang mengantre tukar tiket di Balai Sarbini.

Sebenarnya, aku menonton The Rose berempat dan memilih section Gold. Jarakku ke panggung tidak begitu jauh dan aku bisa melihat penampilan mereka dengan jelas. Selain lagu di album Heal, banyak lagu di album dan EP lama yang dibawakan. Overall, aku suka penampilan mereka karena sangat energik dan membuat suasana semakin hidup.

Semua lagu dibawakan The Rose dengan baik dan Black Rose pun bernyanyi dengan aktif. Salah satu momen mengesankan ketika lagu Modern Life milik Woosung dibawakan. Black Rose dengan lantang berteriak 'So fuck this modern life!'. Lagu lainnya yang sangat mengesankan untukku adalah See-Saw, Time, Childhood, She's in The Rain, dan California.

Saat jeda, Woosung dan Dojoon itu yang paling aktif dan banyak berinteraksi dengan Black Rose. Di sisi lain, aku baru tahu kalau semua member The Rose itu bisa bernyanyi dengan baik seperti main vocalistI was really impressed when Hajoon and Jaehyeong sang because during the concert it was Woosung and Dojoon who were singing all the time.

Aku termasuk orang yang suka konser di tempat yang tidak begitu besar, sehingga konser The Rose ini bakal jadi salah satu konser terbaik dalam hidupku. Apalagi ditambah dengan Goodbye Session yang membuatku melihat para member dengan jarak yang dekat. Aku pun dibuat terpana oleh Hajoon dan Jaehyeong. They're cute and handsome at the same time!

Sayangnya, Black Rose tidak boleh merekam acara Goodbye Session tersebut. Padahal love sign yang kuberikan dibalas oleh Woosung. Lucunya, Dojoon malah aktif merekam saat Goodbye Session. Lalu, Hajoon dan Jaehyeong memberikan senyuman dan tatapan yang intens untuk Black Rose. It was one of the best things that happened in my life.

The Rose bilang bahwa mereka akan kembali lagi ke Indonesia tahun depan. Mereka berharap bisa bertemu dengan Black Rose di tempat yang lebih besar. Aku pun berharap demikian. So, I have other reasons to hold on a little longer, to be healthier, and to be richer. With this, I'm officially Black Rose and hopefully someday I can meet The Rose again.

Sabtu, 31 Desember 2022

Time Flies, Memories Stay


Hai! Apa kabar? Aku berdoa semoga kabar baik dan menyenangkan selalu menyertai kalian, ya. Bagaimana dengan tahun 2022-nya? Apa yang paling berkesan untuk kalian? Lalu, sudah siap menyambut tahun baru? Kalau kalian, punya resolusi apa saja untuk tahun ini? 

Ternyata sudah setahun berlalu dan aku masih teringat menulis apa saja di awal tahun lalu. Aku mengingat dengan jelas di mana aku mengetik itu semua dan bagaimana perasaanku saat mengetiknya. Kalau kalian sesekali mengunjungi Blog dan membaca tulisanku, mengkin kalian menyadari bahwa hidupku di tahun 2022 itu cukup ekstrem perjalanannya. 
Sometimes I feel great, but most of the time, I want to give up.
Ada hari yang membuatku sadar bahwa banyak hal memang di luar kendaliku. Namun, ada lebih banyak hari yang terasa gelap dan satu hal yang aku harapkan adalah pergi dan menghilang. Sayangnya, hidup harus terus berjalan dan tidak pernah bisa menunggu siapapun. Akulah yang harus bangkit agar tidak tertinggal dan larut dalam kegelapan.

Di tahun 2022, aku belajar lagi untuk mengenali diri dengan lebih baik. Aku mengizinkan diriku untuk merasakan berbagai macam emosi yang hadir. Aku mengizinkan diriku untuk mengakui bahwa beberapa hal menyakitkan, menyedihkan, hingga mengecewakan. Dengan begitu, aku lebih mudah memilah apa yang harus kujaga dan kulepaskan.

Aku menemukan diriku yang paling lemah, sekaligus yang paling kuat tahun ini. Kalau dinding dan benda-benda di kamarku dapat berbicara, mungkin mereka sedang mengejekku dengan lantang sekarang. Mereka menjadi saksi bisu di saat aku tetap terjaga hingga pagi menjelang, tidur hanya sebentar ketika kecemasan datang, dan lainnya.
Tuh, kan! Untung kamu enggak menyerah. Buktinya kamu bertahan sampai sekarang.
Tentu, tidak hanya terbelenggu dalam kesedihan. Ada banyak hal baik yang terjadi dan aku mensyukurinya. Pergi liburan ke luar kota bersama teman-temanku, nonton konser artis kesayangan yang kunantikan sejak beberapa tahun lalu, dan berani menciptakan peluang baru. Banyak ketakutan yang kutantang dan aku berhasil melaluinya dengan baik.

Perjalanan yang cukup ekstrem di tahun ini membuat aku paham akan banyak hal, salah satunya adalah konsep rezeki. Kalau dulu rezeki itu aku nilai sebagai uang, sekarang pandanganku jadi lebih luas. Rezeki itu dapat berupa waktu tidur yang normal, tubuh dan mental yang sehat, dan dapat menghabiskan waktu dengan orang-orang terdekat.

Aku juga jadi paham, kalau apa yang sudah tertulis untuk jadi milikku, maka akan kembali padaku meski jalannya berliku. Selain itu, aku juga banyak menyadari bahwa terkadang apa yang aku inginkan itu bukan yang aku butuhkan. Aku belajar memilah dengan sadar perbedaan butuh dan ingin karena itu mempengaruhi perjalanan hidupku di depan.
Be brave and be wise, time flies, but memories stay.
Dear 2022,

Thank you very much. As long as I live, you will be the most memorable year. Despite the many good things that have happened in my life, you made me question everything until I couldn't breathe the most. However, I found myself the strongest.

I let you go. I will seal everything tightly in 2022 and throw the box and key to the bottom of the ocean. I won't let my pillow get wet in the new year just because of a song that reminds me of that wound. I will take good care of this deep wound so that it heals.

I will choose and love myself properly. Even though life will never be perfectly smooth, I will learn to be wiser and braver in the years to come so I won't live in regret. I will create many good things because time will pass, but memories will last forever.

I hope that many good things happen for me and my loved ones in this new year. May this year be filled with lots of laughter and love so that our lives will be more meaningful and colorful. Hopefully, all the good prayers that we tell will come true as time goes by.

Minggu, 02 Oktober 2022

Seventeen Be The Sun Concert in Jakarta Day 2


Sebentar. Aku mengambil nafas terlebih dahalu sebelum bercerita panjang lebar tentang perjalananku bertemu dengan Seventeen di Jakarta. Minggu, 25 September 2022 itu salah satu hari terbaik sepanjang 2022 yang rasanya terlalu campur aduk. Soalnya, aku banyak menuruni dan menanjak jalanan ekstrim yang rasanya bikin aku pengin terjun bebas saja.

Kemarin aku nonton bareng tiga teman SMA, yaitu Cici, Bunda, dan Sifa. Sejak muncul poster bahwa Seventeen akan konser di Jakarta, aku dan Sifa berencana nonton karena kita berdua adalah Carat (Cici dan Bunda masih ditahap suka). Pokoknya aku berjanji pada diri sendiri bahwa aku akan nonton yang paling mahal alias paling depan karena mau lihat pori-pori Mingyu! #SebuahMotivasi

Menguji Keberuntungan War Tiket Konser

Dibawa Mecima, ternyata pembelian tiketnya dibagi ke beberapa kategori, yaitu Weverse Member, Mecima Member, dan General Sale di Tiket.com. Sepertinya aku terasuki 'Impatient Ghost', sehingga langsung bikin membership Weverse. Oh, inikah yang disebut things we do for love? Pokoknya aku pengin beli tiket Seventeen Be The Sun Concert secepat mungkin.

Akhirnya, tiba juga waktu kritis alias harus war bersama Carat yang ada di Indonesia. Awalnya Sifa mau beli kategori Pink dengan soundcheck, tetapi berhubung aku enggak mau repot-repot standby dari pagi, aku pilih tiket kategori Pink yang biasa. Man Purposes, God Disposes, aku dapat dua tiket Blue dan Sifa enggak dapat tiket untuk Day 1.

Oh, memang kelakuan kita masuk kategori things we do for love, next day kita war lagi untuk mendapatkan kategori Pink atau apa saja yang penting kita nonton konser Seventeen. Dengan kekuatan jari Bunda, akhirnya kita dapat dua tiket Pink yang biasa untuk Day 2. Ketika General Sale, akhirnya aku berhasil war dua tiket Pink yang biasa untuk Day 2. #BernafasLega

Drama Kehidupan Sebelum Konser

Day goes by yang tentunya tidak semulus wajah ganteng Kim Mingyu, aku termasuk ke dalam kategori orang-orang yang kena PHK di kantor. Informasi ini datang H-3 konser. Berpegang pada 'Beberapa hal itu di luar kendali kita.', aku hanya fokus menyiapkan energi positif untuk bertemu Seventeen nanti. Kadang hidup memang sebercanda itu.

Atasanku sampai bingung kenapa aku enggak terlihat sedih. How could I... maksudku, aku sudah menerimanya. Soalnya, aku menangis seharian pun enggak akan mengubah keadaan, kan? Baju, aksesoris, dan tiket sudah di tangan. How can I ignore this blessing just because of something I can't handle? Sometimes we just have to accept it and move on, right?

Seventeen Be The Sun Concert in Jakarta Day 2

Sebetulnya, aku sudah bolak-balik dari Cengkareng ke BSD untuk menukarkan tiket karena tiba-tiba aku jadi 'Mbak Jastip'. Dua tiket Blue untuk Day 1 aku jual ke orang lain karena enggak aku pakai. Oh, memilih Seventeen adalah salah satu keputusan terbaik dalam hidup. Aku banyak kenal teman Carat dan kita sempat bertemu di hari pertama konser.

Lagi-lagi, things we do for love, aku lihat banyak orang menyiapkan yang terbaik untuk bertemu Seventeen. Caratbong yang didekorasi, makeup yang unik, baju sesuai dresscode atau warna resmi Seventeen, dan masih banyak lainnya. Their eyes spark love and joy. Rasanya setiap senyuman itu bilang 'Akhirnya! Sebentar lagi kita seruangan'. The wait comes to an end.

Oh, ada banyak orang yang kasih freebies! Ada yang kasih photocard, berbagai macam snack untuk nunggu antrean, koyo untuk pegal-pegal setelah konser, dan masih banyak lainnya. Sumpah! Aku happy banget dikasih freebies yang isinya snack dan koyo. Ini apa namanya kalau bukan cinta dan kasih dalam fangirling?

Btw, aku ketemu Eryl dan Kak Diza, orang-orang yang menemani aku saat nonton konser GOT7 di 2018. Dulu aku belum suka KPop dan mereka  membantu aku menghafal member GOT7, lagu apa saja yang dibawakan, dan menemani aku di holding hall. Jadi apa aku tanpa mereka? Bisa-bisa liputan waktu itu enggak bagus hasilnya.

Long story short, sekitar jam 5 sore aku, Sifa, Cici, dan Bunda masuk ke main hall. Aku sempat panik ketika konser mau mulai. Rasanya masih enggak percaya kalau aku bakal melihat mereka secara langsung untuk pertama kalinya. Aku berada di ruangan yang sama dengan jarak yang enggak begitu jauh. Aku dan Bunda pilih tempat agak belakang biar lebih jelas.

Oh, God... Joshua jadi member yang pertama kali maju ke stage paling depan. Aku speechless. Aku rasa, Carat yang baru pertama kali ke konser Seventeen juga speechless. Aku enggak mau komentar apa-apa soal penampilan Seventeen karena mereka itu terkenal sebagai 'Kings of Synchronization'. Aku cuma bisa merekam di kepala, handphone, dan bengong setelahnya.

Apalagi saat Aju Nice dan Snapshoot yang suasanya itu meriah banget! Kalau enggak lihat member joget, ya, melihat Carat yang loncat-loncatan. Jujur, lelah sekaligus happy banget joget the never ending Aju Nice. Rasanya konser selama 3,5 jam itu kurang lama. Next time boleh konser seharian, enggak? #TidakBersyukur

Pasti kalian juga sudah lihat di media sosial soal penampilan mereka, siapa yang paling tampan kalau dilihat secara langsung, siapa yang paling aktif, siapa yang paling manis senyumnya, dan lain-lain. Kalau versiku, sungguh Jeonghan setampan itu. Selama ini aku bilang kalau dia lebih ke arah cantik. Pas aku lihat aslinya... speechless.

Kalau Dino itu... how to put it into words, senyumnya manis banget. Vernon memang enggak banyak omong, tetapi kalau lagi tampil, energi dan daya pikatnya itu kuat banget. Kalau Wonwoo, dia banyak keliling tanpa banyak bicara, Mingyu sungguh enggak bisa diam, dan Scoups yang di hari kedua terlihat kelelahan saat Aju Nice. #UmurTidakBohong

Jeonghan dan The8 juga banyak keliling tanpa banyak bicara, Hoshi dan Seungkwan banyak bicara dan interaksi dengan Carat, Woozi seputih itu, Joshua banyak kasih senyum ke Carat, suaranya DK sebagus itu, dan Jun yang juga setampan itu. Sungguh, aku bingung mau fokus ke siapa karena member-nya banyak dan hampir semuanya aktif. #RekamKananKiri

Btw, ada hal kecil yang warms my heart and realizes how good Wonwoo is. Entah maksud sebenarnya apa (karena hanya dia yang tahu), tetapi aku menangkapnya sebagai kasih sayang Wonwoo ke Carat. Ada waktu saat hampir semua member ke kiri, Wonwoo ke kanan. Saat member ke kanan, Wonwoo ke kiri. Rasanya dia mau kasih tahu kalau dari sisi mana pun, Carat bisa lihat Seventeen.

See You Next Time, Seventeen!

Aku senang banget karena akhirnya bisa bertemu Seventeen dan melihat penampilan mereka secara langsung. I can't wait for the next time, for the next concert, and for the next meeting with them. Semoga kita bisa bertemu lagi di tempat yang lebih besar, di ambience yang lebih meriah, di layout panggung yang lebih keren, di seat plan yang lebih baik, dan lainnya.

Semoga di lain waktu Seventeen bekerja sama dengan promotor konser yang lebih baik, yang lebih bertanggung jawab, yang adil dalam penjualan tiket, yang informasinya jelas, yang keamanannya maksimal, yang enggak banyak drama, yang enggak menyusahkan, dan yang enggak nimbun banyak tiket. #TetapTersenyum

Apalagi, ya? Kayaknya masih banyak Carat yang terjebak di Post Concert Syndrom. Masih bingung karena 24-25 September 2022 bertemu Seventeen, tetapi Senin sudah harus bekerja lagi. Padahal Seventeen juga sudah menggelar konser di negara lain. Semoga PCS ini segera mereda dan kita bisa fokus dengan kehidupan nyata, ya!

Sembari mengumpulkan uang dan menjalani kehidupan yang penuh kejutan ini, semoga kita sehat terus, rezekinya lancar, dan tetap waras. Semoga kita bisa bertemu Seventeen lagi konser selanjutnya. Entah di Jakarta, Singapur, Bangkok, atau Seoul. Stay healthy and sane, Carat! I believe Seventeen wants to meet us in the best condition as we always pray for them!

Selasa, 27 September 2022

Andai

Kadang, aku masih suka terjaga di tengah malam. Enggak peduli seberapa keras aku berusaha untuk terlelap, kepalaku terlalu berisik dan minta untuk diberi perhatian. Dia memintaku untuk mengingat hal-hal yang telah berlalu bernama kenangan. Sialnya, banyak kenangan yang sebenarnya ingin aku lupakan dan kubur dalam-dalam.

Belum lagi ketika aku berhasil terlelap. Kenangan itu tetap menghantuiku di alam mimpi. Memohon kepadaku agar tidak dilupakan dan selalu diingat. Bukannya apa, mengingat potongan-potongan kenangan ini bikin aku susah bergerak ke mana-mana. Rasanya itu seperti hidup di masa lalu dan terjebak di gelembung bernama andai.

Bukankah menyedihkan ketika seharusnya aku lebih banyak menatap ke depan, tetapi malah diam di tempat dan menghadap ke belakang? Rasanya aku juga ingin memohon ampun kepada semesta. Pasti ada banyak salah yang luput dari ingatan dan aku berlalu begitu saja. Apa di kehidupan sebelumnya aku pernah melakukan hal yang merugikan negara, ya?

Aku juga ingin seperti subjek mimpiku yang rasanya mudah untuk tertawa dan menikmati kehidupan yang sedang berjalan. Namun, kenapa kakiku terasa berat untuk melangkah? Kenapa rasanya masih ada tali tipis yang begitu kuat mengikat? Memang, apa yang aku usahakan belakangan ini belum masuk ke kategori ikhlas, ya, makanya aku jadi begini?

Aku paham, sih, bukan negara saja yang punya musim, tetapi kehidupanku juga. Masalahnya, kenapa rasanya dingin terus? Badainya kenapa enggak juga mereda dan hilang? Kenapa suhunya naik-turun dengan ekstrim? Aku, kan, jadi kesulitan untuk beradaptasi. Tahu, kan, hanya yang mampu beradaptasi yang dapat bertahan? Rasanya aku masih jauh dari sana.

Bukannya salah siapa-siapa, sih. Perasaanku, ya, tanggung jawabku. Aku satu-satunya orang yang bisa mengendalikan isi hati dan kepala ini. Meski kadang banyak diambil alih sampai aku kelimpungan sendiri. Aku, ingin lepas dari ini semua dan melangkah meski perlahan. Rasanya aku sudah enggak lagi tahan menanti terang di gelembung gelap bernama andai.

Jumat, 02 September 2022

Let Me Know

Hi, it's been a long time.
How are you? 
I still don't know how to start, 
but I wish you all the best in life.

Isn't life full of surprises?
Have we thought about this phase?
Have we thought about this situation?
Will we survive,
and get whatever we prayed for in the past?

I can't find the answer.

Everything happened so fast, 
or is it just me who still can't accept change? 
Is change good for all of us? 
Does change bring the best in life?
Or does change just keep us stuck in stifling situations?

Do you know what's worst?
When we dream the same thing,
over and over again. 
When we feel the worst feelings ever, 
without knowing how to let go.

What should I do to detach it?

I want to sleep peacefully.
I don't want to worry,
about things I can't handle.
I don't want to cry,
over the things I can't change.
I want to breathe lightly.

Please let me know, 
if you know the answer. 
Please let me know,
if you make it through this phase.

I want a feeling of peace.

Jumat, 22 Juli 2022

Jalan-jalan ke Bandung dan Now Playing Festival Day 3

Ini adalah salah satu perjalanan enggak terduga di tahun ini meskipun hanya ke Bandung. Out of nowhere, Cici mengajak gue dan Pani ke Bandung untuk nonton konser Now Playing Festival karena ada Tulus di sana. 

Maklum, lagu-lagu di album Manusia lagi laris banget di April itu. Perasaan mau nonton Tulus jadi menggebu-gebu. Mungkin karena efek ingin menyembuhkan diri juga, gue mengiyakan ajakan Cici tersebut untuk nonton di hari ketiga.

Sejujurnya ada penyesalan di hati kita berdua karena bintang tamu di Now Playing Festival Day 1 dan 2 itu juga bagus-bagus banget. Namun, nasi sudah menjadi bubur, jadi kita nikmati saja perjalanan impulsif ini. Here we go!

Transportasi dan Penginapan di Bandung

Tentu, hal esensial yang harus dilakukan sebelum berpergian adalah menentukan transportasi dan penginapan. Akhirnya, yang jadi pergi ke Bandung itu gue, Cici, dan Desi. Kita naik kereta Argo Parahyangan, pulang-pergi, dengan harga Rp95.000 per tiket.

Sebenarnya masih ada tiket yang lebih murah, tetapi karena kita takut salah dan nyasar, akhirnya kita memilih naik Argo Parahyangan yang memakan waktu 3 jam. Ini adalah salah satu kereta ekonomi terenak dengan harga yang cukup murah yang pernah gue coba.

Untuk penginapan, gue menginap di Vue Palace Hotel, hotel bintang 3 yang terletak di tengah kota Bandung. Hotel ini strategis banget karena kita bisa jalan kaki dari Stasiun Bandung. Cuma, karena kita agak bodoh, kemarin kita pakai taksi online ke sana.

Kita menginap 2 hari 3 malam dengan total biaya sekitar Rp700.00-an. Menurut gueharga tersebut cukup murah untuk hotel bintang 3. Btw, buat gue kamarnya enggak begitu luas, sih, tetapi ada yang agak mengganggu.

Sebagai anak yang tidur harus pakai guling, bantal menjadi hal yang esensial. gue pernah menginap di beberapa hotel dan dapat empat, sedangkan di Vue Palace Hotel ini gue cuma dapat dua. Biasa, comparisons are easily done one you've had a taste of perfection.

Jalan-jalan di Bandung

Jujur, ini adalah perjalanan tanpa rencana selain pergi ke Now Playing Festival Day 3. Jadi, kita berangkat ke Bandung dari Gambir hari Sabtu jam 08.00 dan sampai jam 11.00 di Stasiun Bandung. Sampai di hotel sekitar jam 12.00 dan baru bisa check-in jam 13.00. 

Perkiraaan gue, kita bakal main di Braga dan sekitarnya dari sore sampai malam. Ternyata, Cici dan Desi adalah tipe orang yang enggak apa-apa cuma tiduran di hotel selama liburan. Berhubung gue ketiduran, mereka pun senang karena enggak perlu ke mana-mana. 

Alhasil, setelah solat Magrib gue baru jalan-jalan di daerah Braga dan lanjut ke sebuah kafe yang entah alamatnya di mana. Btw, sebelum jalan-jalan ke Braga, kita order Mie Gacoan untuk mengisi perut. Gue senang banget karena terakhir makan mi ini ketika gue masih kuliah di Malang. 

Kita cuma jalan-jalan di Braga dan pergi sebuah kafe yang entah di mana. Kadang gue heran, jauh-jauh ke Bandung malah ke kafe lagi. Semacam enggak ada kafe di Jakarta. Cuma, ya, enggak apa-apa. Memang ke Bandung kali ini sungguh random dan tanpa perencanaan.

Now Playing Festival Day 3

Di hari kedua, gue, Cici, dan Desi pergi bareng Vinka dan dua orang temannya. Sebelum pergi ke Cimahi, kita makan siang dulu di Jardin. Gue pikir, Bandung-Cimahi itu jauh banget. Ternyata perjalanan pakai mobil dengan jalanan lancar itu cuma makan waktu 40 menitan.

Btw, ada hal bodoh di perjalanan kita mau ke Cimahi. Tentu saja kita pakai Maps biar enggak nyasar. Kita pakai handphone si Cici untuk buka Maps tersebut. Perjalanan itu sangat lancar sampai akhirnya kita hampir tiba. Jadi, kita diarahkan ke sebuah jalan yang cuma muat satu mobil.

Akhirnya ada warga yang bilang kalau jalanan ini enggak bisa dimasuki mobil. Pastinya kita heran, dong. Masa arahan dari Maps salah? Pas kita cek lagi, selama perjalanan tadi kita pakai mode motor.  Akhirnya kita keluar dari jalanan itu dan mencari jalan lain untuk menuju tempat konser. 

Sebetulnya, hal yang paling susah ketika bawa mobil ke tempat konser adalah mencari parkir. Syukur, pas kita berhenti di sebuah rumah sakit, itu tempat mengizinkan kita buat parkir sampai malam. Terima kasih untuk tukang parkir yang lagi jaga di sana. Semoga rezekinya lancar!

Gue juga baru paham sama cuaca di Bandung dan sekitarnya. Kita melalui jalan yang becek dan licin untuk ke tempat tujuan. Setelah cek tiket dan sebagainya, sampailah kita di dalam dan disuguhi pemandangan lapangan yang becek dan penuh lumpur karena hujan kemarin.

Gue dan Desi itu pakai sepatu putih, jadi sekeras apapun untuk tetap bersih, akhirnya kotor juga. Karena kita datang agak sore, penampilan yang kita tonton itu cuma Kahitna, Yura Yunita, Tulus dan Dipha Barus. So far, gue enjoy banget sama acara ini.

Meskipun pas bagian Yura Yunita, Tulus, dan Dipha Barus, posisi kita agak jauh. Mereka membawakan lagu-lagu terbaik. Setelah itu, rasanya gue mau nonton konser solo mereka, deh! Semoga ada rezeki dan waktunya untuk nonton konser mereka.

Back to the main topic, jadi ada banyak stand makanan juga di sana. Lumayan kalau kita lagi mau istirahat. Ada stand Tarot juga dan itu bikin gue berpikir, memang bisa konsentrasi ketika bertanya? Menariknya, banyak orang yang ke sana termasuk teman gue.

Btw, Now Playing Festival Day3 ini memberikan pengalaman tersendiri, sih, buat gue. Kapan lagi nonton konser sambil diguyur gerimis? Ya, meskipun lebih seru lagi kalau enggak hujan, sih. Gue menikmati perjalanan ke Bandung kali ini meskipun tanpa rencana.

Jalan-jalan Random dan Impulsif

Gue juga merasakan hal baru, yakni pergi dengan orang-orang yang suka rebahan di hotel. Menarik juga. Definisi bermalas-malasan tanpa melakukan apapun. Lalu, ada hal bodoh lainnya yang baru kita sadari ketika mau pulang.

Gue, Cici, dan Desi pulang ke Jakarta naik kereta lagi. Setelah check out, kita pesan taksi online. Baru dua menit perjalanan, taksi tersebut sudah berhenti. Ternyata kita sudah sampai. Gue heran banget karena ketika hari pertama, perjalanan ke hotel memakan waktu sekitar 10 menit.

Ternyata itu hotel dekat dan bahkan terlihat dari stasiun. Kita butuh waktu untuk mencerna kejadian bodoh ini. Lalu, kenapa pas ke hotel itu agak lama? Ternyata karena jalanannya satu arah, kita harus memutar. Sumpah, ini salah satu kejadian yang akan selalu gue ingat.