Rabu, 16 September 2020

DAY 4: Places You Want To Visit


Kalau ditanya tentang hal ini, sepertinya daftar tempat yang ingin gue kunjungi seiring berjalannya waktu terus bertambah, deh. Mulai dari tempat-tempat yang masih terjangkau dengan jalur darat hingga harus naik pesawat dan melewati banyak tempat.

Ada satu kota yang muncul ketika gue membaca tema tantangan hari ini. Kota yang selama ini gue simpan dalam kepala sejak duduk di bangku SMP tingkat pertama. Ya, gue tahu kota ini jauh sebelum membaca suatu novel. Nama negaranya pun muncul dalam permainan monopoli. Menjadi salah satu negara yang kalau dipijak pemain, membuat pemiliknya mendapat uang banyak.

Dulu, gue tahunya kota ini menjadi salah satu kota teromantis di dunia. Padahal menurut orang-orang yang pernah ke sana dan travel blogger yang gue ikuti, tidak sedikit pencopetan terjadi di sekitar ikon menara kota tersebut. Namun, tetap tidak menyurutkan niat gue untuk mengunjungi kota yang dijuluki pusat mode dunia.

Menyelami berbagai informasi tentang kota ini membuat gue sadar kalau gue suka dengan bangunan-bangunan tua beserta sejarah di dalamnya. Bahagianya, kota yang ingin gue sambangi suatu hari ini dekat dengan negara-negara lainnya. Negara itu pun tidak kalah akan sejarah dan bangunan tuanya. Ya, sekali mendayung, tiga negara bisa terlampaui kalau jalan-jalan ke sini.

Sepertinya gue harus berterima kasih dengan novel Andrea Hirata yang berjudul Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi. Mengingat bagaimana Ikal memandangi kotak dengan gambar menara Eiffel pemberian A Ling. Membawa kakinya melangkah keluar dari kota kecil Belitong hingga menempuh pendidikan di Universitas Sorbonne, Prancis.

Hal itu membuat gue penasaran, dan berucap "Menara Eiffel dan Sorbonne itu seperti apa, ya, bentuknya? Pokoknya gue harus ke sana. Sekolah juga apa, ya? Ya, minimal gue ke sana, deh, suatu hari nanti!" dalam hati. Ya, semoga terwujud.

Apakah berhenti di sini? Tentu tidak. Seperti yang gue katakan di atas. Selain negara-negara di Eropa sana, terjun ke dunia K-Pop membuat Korea Selatan dengan lantang masuk ke dalam daftar tempat yang ingin gue kunjungi.  Bahkan ini menjadi salah satu rencana tak terduga antara gue dan teman-teman gue yang terjebak dunia K-Pop dan tidak bisa keluar dari sini.

Meskipun belum tentu bertemu anggota GOT7, Seventeen, atau NCT, paling enggak gue bisa bernafas di kota yang sama dengan mereka. #AkibatFangirling

Ada satu kota lagi yang entah kenapa memang punya magis tersendiri. Sebenarnya ini wildest dreams of mine, sih. Entah apa yang gue cari di kota ini. Kalau kata seorang penyanyi, enggak ada yang enggak bisa dilakukan di kota ini. Kota yang lampunya enggak pernah redup.

Dituangkan dalam lagu yang dinyanyikan oleh Alicia Keys dan Jay Z dengan judul Empire State of Mind.

In New York, concrete jungle where dreams are made of

There's nothin' you can't do

Now you're in New York

These streets will make you feel brand new

Big lights will inspire you

Let's hear it for New York

Seru kali, ya, akting menjadi citizens di sana? Enggak ada tujuan liburan tertentu. Berjalan santai di Times Square pas malam atau bersantai di Central Park. Eh, ini terdengar seperti turis pada umumnya, ya?

Ya, sepertinya gue akan tetap menjadi turis pada umumnya. Gue pengin banget ke jembatan Brooklyn. Selain itu, ke Manhattan dan lihat Manhattanhenge. Gue mau lihat matahari di ujung gedung di Manhattan ini karena baca novel Sunshine Becomes You milik Ilana Tan.

Yup, lagi-lagi novel yang menginspirasi tempat-tampat yang ingin gue kunjungi. Namanya juga inspirasi, ya, bisa datang dari mana aja. Gue pengin juga, sih, ke Iceland untuk melihat Aurora dan ke Swiss untuk main salju. Namun, tiga tempat itulah yang bersarang dalam-dalam di kepala gue. Tuh, kan! Semakin dipikirin, semakin banyak tempat yang ingin gue datangi!

Anyway, berhubung di Indonesia enggak ada salju, sepertinya seru, ya, menghabiskan musim dingin di kota-kota tersebut? Gimana? Yang sudah pernah, tolong ceritakan pengalaman kamu ke aku segera.

Selasa, 15 September 2020

DAY 3: A Memory

 

Sejujurnya, gue selalu lupa kalau gue sedang mengikuti tantangan menulis selama 30 hari. Gue selalu mengingatnya beberapa jam sebelum hari berganti. Ini hari ke-3 dan hal yang harus gue tulis adalah memori. Tangan gue berhenti bergerak saat ingin menulis tema ini. Monolog dengan diri sendiri pun enggak bisa dihindari.

Memori apa yang akan gue kenang dan tulis? Memori sebelah mana yang harus gue buka pintunya? Senang, kah? Sedih, kah? Pahit, kah? Atau yang mana?

Kini mereka menggedor dengan kencang meminta izin untuk keluar. Mengetuk dengan sekuat tenaga ketika mata gue mulai membaca kata "A Memory". Mereka saling unjuk diri siapa yang paling kuat agar dituliskan dalam tantangan hari ini.

Namun, akan berapa kali scroll pembaca gue nanti kalau gue tuangkan semua di sini?

Kalau bisa diutarakan, diri gue hari ini sebagian besar terbentuk karena memori-memori di masa lalu. Seperti kata orang pada umumnya, guru terbaik itu pengalaman. Pengalaman-pengalaman itulah yang kini gue simpan dalam-dalam di kepala.

Seringkali di suatu malam saat mata enggak sanggup terpejam walau lampu telah padam, memori-memori itu muncul, entah untuk menghadirkan senyum atau umpatan kasar karena tindakan bodoh di masa lalu. Kemudian, mengucap dalam hati "Seandainya..." "Ah, kalau saja waktu itu gue..." berkali-kali.

Meski tidak sedikit memori yang membuat kedua sudut bibir gue tertarik ke atas lalu berucap "What have I done to deserve someone like you?", "Do I deserve this happiness?". Memori-memori ini seringkali membuat gue ingin mengulang hari, mengunjungi lagi tempat yang telah gue kunjungi, merasakan lagi apa yang pernah gue rasakan, dan kembali membuat percakapan di kepala "Can we back to that time right now and live in that moment for a while?"

Sayang, memori juga efek magis yang menakutkan; kekosongan. Membuat gue berusaha sekuat tenaga untuk membuang bagian itu. Namun, manusia enggak pernah bisa memilih memori mana yang ingin disimpan dan buang. Semua menjadi satu paket antara satu sama lain yang seringkali datang tanpa persetujuan. Mungkin ini yang namanya kenyataan, enggak selalu menyenangkan.

-

Dear self, I hope you live your life to the fullest, make the best memories, so that your head will be full of the best. To make your lips lift up beautifully and to make tears of joy.

With love,
yourself.

Senin, 14 September 2020

DAY 2: Things That Make You Happy


Kalau saja pertanyaan ini sebuah benda, maka akan gue jadikan salah satu jawabannya. Kalau saja waktu adalah sebuah benda, maka juga akan gue pilih sebagai jawabannya.

Namun, yang ditanyakan adalah benda apa yang membuat gue bahagia?

Buku

Sebenarnya banyak sekali hal yang membuat gue bahagia. Buku salah satunya. Gue memilih buku karena gue hobi membaca sejak gue duduk di bangku SMP. Membaca buku itu salah satu cara gue mendapat pandangan baru atas sesuatu. Mendapat cara baru untuk memaknai hal. Membaca buku membuat gue tahu, banyak situasi nyata yang lekat dengan kehidupan kita sehari-sehari, tetapi luput dari pandangan.

Overall, gue suka sama buku yang bergenre slice of life, romantis, dan petualangan. Gue sangat menghindari membaca genre horor karena gue enggak suka membayangkan situasi yang terjadi di buku tersebut. Apakah gue pernah coba? Ya dan gue kapok. Thank you, next!

Makanan dan Minuman

Benda lainnya yang membuat gue senang adalah makanan dan minuman. Kayaknya semua orang dibuat senang dengan dua hal ini. Kalau menurut teman gue, lidah gue itu hanya kenal kata "enak" dan "enak banget". Meskipun gue termasuk yang monoton. Gue akan makan dan minum yang itu-itu saja.

Entah kenapa gue selalu merasa senang kalau ketemu sama makanan. Apalagi kalau seseorang memberikan makanan atau camilan favorit gue. The feeling is really good! It feels like someone is really paying attention to me.

Sayangnya, kalau minuman gue hanya mengenal tiga rasa, kalau enggak coklat dan es teh manis, ya, kopi. Gue tahu, sih, ini enggak sehat. Gue selalu berusaha untuk konsisten agar mengkonsumsi minuman ini hanya dua gelas per hari.

Gue juga enggak bisa kalau enggak minum minuman dingin dalam sehari. Bisa cranky parah! Kalau gue sudah menghabiskan jatah dua gelas sehari itu, gue mengakalinya dengan minum air putih ditambah es batu.

Fun fact, memberikan makanan dan minuman ke orang lain itu membuat hubungan kalian lebih hangat dan akrab, loh!

Make-up

Hal membahagiakan lainnya adalah make-up. Gue sudah tertarik dengan alat untuk merias wajah ini sejak SMA. Waktu gue ikut ekstrakurikuler saman di mana harus dandan, ini menjadi bagian yang menyenangkan meski hati sedang cemas karena akan tampil depan banyak orang.

Mulai dari sana gue mencari tahu apa saja make-up itu. Mulai dari foundation, eyeshadow, blush on, dan sebagainya. Gue mulai suka nonton tutorial make-up, mencari tahu teknik-tekniknya, dan masih banyak lainnya.

Dua hal yang paling gue suka itu lipstik dan eyeshadow. Gue punya belasan koleksi lipstik dan 6 di antaranya dari merek yang sama. Wow, betapa setianya gue kalau sudah suka sesuatu. Untuk eyeshadow, gue suka banget sama style western. Warna eyeshadow dan lipstik yang selalu gue pakai juga yang bold.

Teman gue sudah hafal banget sama style make-up gue. No bold, no Felly.

Handphone

Ya, gue memasukkan handphone ke dalam benda-benda yang membuat gue bahagia. Ini bukan perkara gue bisa membuka media sosial sepuasnya, unggah foto di Instagram kapan pun, atau membuat tweet dengan mudah. Buat gue, memaksimalkan penggunaan handphone itu sangat mempermudah banyak hal dan ini membahagiakan.

Belakangan ini gue sadar kalau gue bisa bekerja dengan benda kecil di genggaman gue ini. Gue bisa menonton serial favorit gue kapan pun dan di mana pun tanpa repot membuka laptop terlebih dahulu. Hal lain yang menjadi pertimbangan untuk memilih benda ini adalah gue juga bisa membaca buku di sini.

Emang gue anaknya ingin sepraktis mungkin. Jadi, kemudahan ini membawa kebahagiaan tersendiri untuk gue. Ya, meskipun enggak jarang gue ingin mematikan benda ini untuk beberapa jam dan enggak diganggu siapa pun.

Uang

Ini enggak perlu dijelaskan lebih lanjut, kan, ya? Who doesn't love this one?

Minggu, 13 September 2020

DAY 1: Describe Your Personality

Foto: Pixabay

Banteng adalah simbol untuk waktu kelahiran gue. Jadi, kalau menurut zodiak, gue adalah orang yang teguh pendirian alias keras kepala. Kalau buat gue, ini bukan sekedar keras kepala, tetapi argumentasi yang orang lain berikan harus lebih masuk akal dari apa yang sudah gue pikirkan. Seringnya, orang lain enggak bisa mengubah pandangan gue terhadap sesuatu.

Waktu usia gue remaja, teman gue pernah mengirim pesan ke orang tua gue untuk menasihati gue agar enggak bicara sembarangan. Menurutnya, gue terlalu jujur. Sejak itu gue sadar, itu bukan hanya kalimat atau kata-kata yang gue pilih, tetapi juga cara gue berkomunikasi.

Pesan dari teman gue tetap enggak menghentikan gue untuk jujur ketika dimintai pendapat, tetapi mengubah cara gue menyampaikannya. Oh, iya, gue pikir hal ini menghentikan orang lain untuk meminta pendapat gue, tetapi beberapa orang memang butuh ditampar oleh kenyataan lewat mulut ini. *lol*

Sifat keras kepala ini membuat gue selalu berpikir logis. Gue enggak peduli kalau itu menyakitkan selama itu benar dan masuk akal. Oh, tenang, ini gue di sekian tahun lalu. Ya, mungkin masih ada sisanya saat ini. *lol*

Sekarang gue sadar kenapa Tuhan juga menciptakan hati. Meskipun sering membuat pemiliknya gundah karena bingung harus memilih yang mana. Ya, karena hidup memang tidak sehitam putih itu. Banyak warna yang ikut berperan. Enggak semua hal harus di koreksi dengan isi kepala. Banyak hal yang butuh dilihat dengan nurani.

Namun, pikiran logis ini bisa membawa gue untuk selalu berada di tengah. Gue selalu berusaha untuk memberikan orang lain kesempatan untuk menjelaskan dan mengizinkan diri gue untuk mendengarkan. Gue harus tahu apa alasan orang lain melakukan sesuatu. Mungkin ada faktor yang harus gue pahami, kejadian tidak terduga yang datang, atau kebohongan yang orang lain simpan. Jadi, gue bisa menimbang-nimbang di sana.

Gue selalu senang untuk berkomunikasi langsung dengan orang lain. Mendengarkan cerita atau pandangan mereka terhadap sesuatu. Bertukar pikiran mulai dari hal kecil hingga serius. Enggak terlalu sulit untuk gue memulai dan membangun percakapan.

Apakah gue takut kalau sendirian? Ya, enggak. Cuma gue merasa mendapat energi tambahan kalau ada orang di sekitar gue. Anyway, orang selalu segan dengan gue saat pertama kali bertemu. Menurut mereka, gue itu galak karena muka gue yang judes. Babe, i am really sorry for my resting bitch face. Kalau sudah kenal gue juga paham kalau sebenarnya gue itu cukup cerewet.

Orang juga mengira gue itu cuek. Apalagi kalau harus menghadapi teman yang sedang sedih. Gue seringkali enggak tahu bagaimana menunjukkan afeksi gue ke mereka. Gue pribadi enggak suka skinship dan enggak mungkin juga memberikan pendapat yang enggak diminta. Maka diam saja sampai mereka tenang adalah jalan ninjaku.

Namun, kalau kalian butuh orang yang bisa dihubungi kapan pun terutama di sepertiga malam saat gundah menyerang, kontak gue adalah jawabannya.

Percaya enggak kalau gue bilang sebenarnya gue itu cengeng dan perasa? Gue mudah banget untuk nangis akan hal-hal kecil. That's why I hate it when I see sad things. I hate looking weak and when I cry, I'm ugly.

Sebagai orang Jakarta yang menggunakan lo - gue, gue malah suka ketika gue bisa menggunakan aku -  kamu saat berbicara dengan orang lain. Namun, dengan ekspresi muka yang galak ini, membuat banyak orang protes kalau gue bersikap lembut dan manis. Dasar kalian!

Kadang gue berpikir kalau gue enggak bisa punya hubungan yang lama dengan orang lain. Namun, setelah gue lihat-lihat ke belakang, i have been maintaining my relationship and friendship for over seven years. I am really growing up with them. Mulai dari main di Cengkareng dan sekitarnya, sampai ke luar kota. Wow, tahan juga, ya, orang-orang sama gue.

Kalau kata orang, semakin tua, pertemanan itu semakin sempit. Kalau di kepala gue, selama gue bisa membangun hubungan baik dengan orang lain, kenapa enggak? Gue selalu mengusahakan yang terbaik kalau gue punya hubungan. Bahasa kerennya, sih, keep in touch. But, once you cross the line, goodbye. I don't like having enemies, so let's be strangers again.

Anyway, gue suka terlibat dalam proses perencanaan. Seru aja rasanya menyusun rencana, keuangan, dan hal mendetail lainnya. Waktu gue ke Bandung tiga tahun lalu, gue dan beberapa teman lainnya menjadi pengurus dadakan. Mulai dari pesan tiket, pilih tempat wisata, pilih penginapan, hingga bayar jajanan. Seru rasanya tahu proses sesuatu, tuh!

Gue selalu tahu apa yang gue mau dalam hidup. Meskipun kenyataan sering menghampiri dengan pahit. Hal yang membuat gue sadar tentang hal ini adalah saat gue pernah bercitra-cita ingin menjadi penulis, memilih jurusan sekolah, dan universitas.

Sayangnya, gue tidak memikirkan dengan detail dan percaya diri ingin menjadi penulis apa. Meskipun begitu, puluhan artikel online di beberapa blog besar dan majalah remaja, tercantum nama gue. Oh, iya. Waktu sekolah gue menanamkan di kepala dengan kuat kalau gue akan memilih jurusan Bahasa dan akan memilih Universitas Brawijaya. Fyi, gue sudah ditawarkan masuk jurusan lain karena Bahasa dianggap untuk anak-anak tidak pintar dan gue pun dilarang keluarga untuk merantau. But I did it!

Namun, sebagai orang yang suka perencanaan dan stabilitas, perubahan mendadak cukup membuat sakit kepala dan cemas. Padahal banyak perubahan yang sebenarnya membawa kebaikan, kan? Semoga gue selalu bisa mengenal diri gue dengan baik dan terus belajar untuk memperbaikinya.

Menurut kalian, seberapa tepat penjelasan di atas dengan Felly versi kalian? xoxo.

Sabtu, 12 September 2020

Review: Snail Truecica Miracle Repair Serum by Some By Mi

Snail Truecia Miracle Repair Serum by Some By MI

Kali ini aku ingin bercerita soal serum yang belakangan ini sedang aku pakai. Aku sudah pakai serum dari Some By Mi ini sekitar 2 minggu.

Apa aja, sih, yang aku rasakan setelah pakai serum ini secara rutin?

Pertama, aku mau membahas soal kondisi kulitku. Kulitku itu berminyak, pori-pori sedikit besar, ada bekas jerawat, dan warna kulit yang tidak merata terutama bagian dahi.

Serum Snail Truecica ini berukuran 50 ml dengan kemasan berwarna merah yang simple dan praktis. Serum ini mengandung 890.000 ppm Black Snail Truecica Complek yang berkhasiat untuk melembabkan dan membantu menghaluskan tekstur kulit.

Sebelum melihat hasilnya, tentu aku ingin tahu terlebih dahulu apakah aku cocok dengan produk ini. Caraku adalah dengan hanya menggunakan serum ini setelah mencuci wajah saat malam hari.

Kulitku itu cepat bereaksi terhadap suatu produk. VoilĂ  ! Ternyata enggak timbul jerawat di kulit wajahku.

Setelah membersihkan wajah dengan micellar water & facial wash, aku aplikasikan Snail Truecica. Aku hanya pakai 1 pump untuk seluruh wajah.

Kesan pertama yang aku rasakan saat pakai serum ini adalah wanginya seperti obat herbal, teksturnya cair namun sedikit lengket, dan cepat meresap di kulit. Hal pertama yang sangat terasa di pagi hari setelah pakai Snail Truecica adalah tidak ada minyak berlebih. I'm surprised! Iya, saat itu aku pakai serum ini tanpa tambahan produk lain.

Setelah 2 minggu lebih pakai Snail Truecica, selain minyak yang sangat terkontrol, terasa kalau warna kulit merata dan tentu bekas jerawat memudar. Wajah jauh lebih halus. Namun, untuk pori-pori tidak ada perubahan yang signifikan.

For your information, adik aku juga pakai serum ini. Kondisi kulit dia adalah berminyak dan bruntusan. Menurutnya, wajah dia jadi tidak terlalu berminyak dan beruntusannya berkurang.

Kesimpulan dari pemakaian rutin selama hampir dua minggu buatku dan adikku adalah Snail Truecica sangat membantu mengontrol minyak di wajah, meratakan warna kulit, dan mengurangi beruntusan.

Kalau ditanya apa kurangnya dari produk ini? Jujur, harganya cukup mahal karena di atas Rp300.000 (Official store Some By Me Indonesia di Shopee). Tetapi banyak juga yang jual di bawah harga itu. Belanja itu emang harus pintar-pintar mencari online shop yang murah dan terpercaya, ya!

Itu dia review Snail Truecica Miracle Repair Serum by Some By Mi dari aku. Secara keseluruhan, aku suka sama produk ini!