Banteng adalah simbol untuk waktu kelahiran gue. Jadi, kalau menurut zodiak, gue adalah orang yang teguh pendirian alias keras kepala. Kalau buat gue, ini bukan sekedar keras kepala, tetapi argumentasi yang orang lain berikan harus lebih masuk akal dari apa yang sudah gue pikirkan. Seringnya, orang lain enggak bisa mengubah pandangan gue terhadap sesuatu.
Waktu usia gue remaja, teman gue pernah mengirim pesan ke orang tua gue untuk menasihati gue agar enggak bicara sembarangan. Menurutnya, gue terlalu jujur. Sejak itu gue sadar, itu bukan hanya kalimat atau kata-kata yang gue pilih, tetapi juga cara gue berkomunikasi.
Pesan dari teman gue tetap enggak menghentikan gue untuk jujur ketika dimintai pendapat, tetapi mengubah cara gue menyampaikannya. Oh, iya, gue pikir hal ini menghentikan orang lain untuk meminta pendapat gue, tetapi beberapa orang memang butuh ditampar oleh kenyataan lewat mulut ini. *lol*
Sifat keras kepala ini membuat gue selalu berpikir logis. Gue enggak peduli kalau itu menyakitkan selama itu benar dan masuk akal. Oh, tenang, ini gue di sekian tahun lalu. Ya, mungkin masih ada sisanya saat ini. *lol*
Sekarang gue sadar kenapa Tuhan juga menciptakan hati. Meskipun sering membuat pemiliknya gundah karena bingung harus memilih yang mana. Ya, karena hidup memang tidak sehitam putih itu. Banyak warna yang ikut berperan. Enggak semua hal harus di koreksi dengan isi kepala. Banyak hal yang butuh dilihat dengan nurani.
Namun, pikiran logis ini bisa membawa gue untuk selalu berada di tengah. Gue selalu berusaha untuk memberikan orang lain kesempatan untuk menjelaskan dan mengizinkan diri gue untuk mendengarkan. Gue harus tahu apa alasan orang lain melakukan sesuatu. Mungkin ada faktor yang harus gue pahami, kejadian tidak terduga yang datang, atau kebohongan yang orang lain simpan. Jadi, gue bisa menimbang-nimbang di sana.
Gue selalu senang untuk berkomunikasi langsung dengan orang lain. Mendengarkan cerita atau pandangan mereka terhadap sesuatu. Bertukar pikiran mulai dari hal kecil hingga serius. Enggak terlalu sulit untuk gue memulai dan membangun percakapan.
Apakah gue takut kalau sendirian? Ya, enggak. Cuma gue merasa mendapat energi tambahan kalau ada orang di sekitar gue. Anyway, orang selalu segan dengan gue saat pertama kali bertemu. Menurut mereka, gue itu galak karena muka gue yang judes. Babe, i am really sorry for my resting bitch face. Kalau sudah kenal gue juga paham kalau sebenarnya gue itu cukup cerewet.
Orang juga mengira gue itu cuek. Apalagi kalau harus menghadapi teman yang sedang sedih. Gue seringkali enggak tahu bagaimana menunjukkan afeksi gue ke mereka. Gue pribadi enggak suka skinship dan enggak mungkin juga memberikan pendapat yang enggak diminta. Maka diam saja sampai mereka tenang adalah jalan ninjaku.
Namun, kalau kalian butuh orang yang bisa dihubungi kapan pun terutama di sepertiga malam saat gundah menyerang, kontak gue adalah jawabannya.
Percaya enggak kalau gue bilang sebenarnya gue itu cengeng dan perasa? Gue mudah banget untuk nangis akan hal-hal kecil. That's why I hate it when I see sad things. I hate looking weak and when I cry, I'm ugly.
Sebagai orang Jakarta yang menggunakan lo - gue, gue malah suka ketika gue bisa menggunakan aku - kamu saat berbicara dengan orang lain. Namun, dengan ekspresi muka yang galak ini, membuat banyak orang protes kalau gue bersikap lembut dan manis. Dasar kalian!
Kadang gue berpikir kalau gue enggak bisa punya hubungan yang lama dengan orang lain. Namun, setelah gue lihat-lihat ke belakang, i have been maintaining my relationship and friendship for over seven years. I am really growing up with them. Mulai dari main di Cengkareng dan sekitarnya, sampai ke luar kota. Wow, tahan juga, ya, orang-orang sama gue.
Kalau kata orang, semakin tua, pertemanan itu semakin sempit. Kalau di kepala gue, selama gue bisa membangun hubungan baik dengan orang lain, kenapa enggak? Gue selalu mengusahakan yang terbaik kalau gue punya hubungan. Bahasa kerennya, sih, keep in touch. But, once you cross the line, goodbye. I don't like having enemies, so let's be strangers again.
Anyway, gue suka terlibat dalam proses perencanaan. Seru aja rasanya menyusun rencana, keuangan, dan hal mendetail lainnya. Waktu gue ke Bandung tiga tahun lalu, gue dan beberapa teman lainnya menjadi pengurus dadakan. Mulai dari pesan tiket, pilih tempat wisata, pilih penginapan, hingga bayar jajanan. Seru rasanya tahu proses sesuatu, tuh!
Gue selalu tahu apa yang gue mau dalam hidup. Meskipun kenyataan sering menghampiri dengan pahit. Hal yang membuat gue sadar tentang hal ini adalah saat gue pernah bercitra-cita ingin menjadi penulis, memilih jurusan sekolah, dan universitas.
Sayangnya, gue tidak memikirkan dengan detail dan percaya diri ingin menjadi penulis apa. Meskipun begitu, puluhan artikel online di beberapa blog besar dan majalah remaja, tercantum nama gue. Oh, iya. Waktu sekolah gue menanamkan di kepala dengan kuat kalau gue akan memilih jurusan Bahasa dan akan memilih Universitas Brawijaya. Fyi, gue sudah ditawarkan masuk jurusan lain karena Bahasa dianggap untuk anak-anak tidak pintar dan gue pun dilarang keluarga untuk merantau. But I did it!
Namun, sebagai orang yang suka perencanaan dan stabilitas, perubahan mendadak cukup membuat sakit kepala dan cemas. Padahal banyak perubahan yang sebenarnya membawa kebaikan, kan? Semoga gue selalu bisa mengenal diri gue dengan baik dan terus belajar untuk memperbaikinya.
Menurut kalian, seberapa tepat penjelasan di atas dengan Felly versi kalian? xoxo.