Selasa, 15 September 2020

DAY 3: A Memory

 

Sejujurnya, gue selalu lupa kalau gue sedang mengikuti tantangan menulis selama 30 hari. Gue selalu mengingatnya beberapa jam sebelum hari berganti. Ini hari ke-3 dan hal yang harus gue tulis adalah memori. Tangan gue berhenti bergerak saat ingin menulis tema ini. Monolog dengan diri sendiri pun enggak bisa dihindari.

Memori apa yang akan gue kenang dan tulis? Memori sebelah mana yang harus gue buka pintunya? Senang, kah? Sedih, kah? Pahit, kah? Atau yang mana?

Kini mereka menggedor dengan kencang meminta izin untuk keluar. Mengetuk dengan sekuat tenaga ketika mata gue mulai membaca kata "A Memory". Mereka saling unjuk diri siapa yang paling kuat agar dituliskan dalam tantangan hari ini.

Namun, akan berapa kali scroll pembaca gue nanti kalau gue tuangkan semua di sini?

Kalau bisa diutarakan, diri gue hari ini sebagian besar terbentuk karena memori-memori di masa lalu. Seperti kata orang pada umumnya, guru terbaik itu pengalaman. Pengalaman-pengalaman itulah yang kini gue simpan dalam-dalam di kepala.

Seringkali di suatu malam saat mata enggak sanggup terpejam walau lampu telah padam, memori-memori itu muncul, entah untuk menghadirkan senyum atau umpatan kasar karena tindakan bodoh di masa lalu. Kemudian, mengucap dalam hati "Seandainya..." "Ah, kalau saja waktu itu gue..." berkali-kali.

Meski tidak sedikit memori yang membuat kedua sudut bibir gue tertarik ke atas lalu berucap "What have I done to deserve someone like you?", "Do I deserve this happiness?". Memori-memori ini seringkali membuat gue ingin mengulang hari, mengunjungi lagi tempat yang telah gue kunjungi, merasakan lagi apa yang pernah gue rasakan, dan kembali membuat percakapan di kepala "Can we back to that time right now and live in that moment for a while?"

Sayang, memori juga efek magis yang menakutkan; kekosongan. Membuat gue berusaha sekuat tenaga untuk membuang bagian itu. Namun, manusia enggak pernah bisa memilih memori mana yang ingin disimpan dan buang. Semua menjadi satu paket antara satu sama lain yang seringkali datang tanpa persetujuan. Mungkin ini yang namanya kenyataan, enggak selalu menyenangkan.

-

Dear self, I hope you live your life to the fullest, make the best memories, so that your head will be full of the best. To make your lips lift up beautifully and to make tears of joy.

With love,
yourself.