Jumat, 18 September 2020

DAY 6: Single and Happy



Woah, I thought I should skip this theme because I've been in a relationship for almost 7 years. But it's okay! I'll try my best to use another perspective on being "single" and happy.

Gue akan menulis tema ini dengan posisi saat me time atau menghabiskan waktu tanpa pacar. Menulis ini bukan berarti gue enggak suka saat menghabiskan waktu bareng pacar, kok. Namun, kita semua pasti butuh waktu dengan diri sendiri, kan?

What am I doing in "me time"?

Biasanya, ketika gue sudah mengabari pacar dan enggak ada obrolan lagi, gue akan bilang kalau gue ingin membaca buku atau menonton film. Enggak jarang juga gue melakukan fangirling.

Rasanya? Gue sangat menikmati waktu dengan diri gue sendiri. Senang karena gue tetap bisa melakukan hobi atau sesuatu yang gue suka tanpa diganggu oleh siapapun.

Apalagi, akhir-akhir ini gue fangirling boyband asuhan Pledis Entertainment yang selalu punya konten setiap minggu. Ada yang bisa tebak? Gue punya me time setiap hari Senin untuk menonton Going Seventeen. Ah, senangnya melihat para calonku. Melihat ketampanan 13 laki-laki yang ada di Korea Selatan sana. #AkibatFangirling

Oh, iya, masuk ke dunia K-Pop membawa gue kenal dengan fanfiction. Sebenernya gue tahu, sih, tetapi enggak sebegitunya. Sekarang gue suka baca karya para fans lainnya. Biasanya, ya, dalam bentuk tulisan.

Jadi, kalau dulu gue kenal me time itu soal merawat tubuh, belakangan ini gue memaknainya dengan melakukan hal yang gue suka. Baca fanfiction itu salah satunya.

Terkadang gue pun menghabiskan waktu bareng teman-teman. Entah kumpul tiba-tiba atau video call empat jam non-stop tanpa diganggu oleh apapun dan siapapun.

Salah satu hal yang patut gue syukuri di pertemanan yang gue punya adalah jarang banget pada pegang handphone kalau lagi kumpul. It's really our quality time.

Apalagi, ya? Kira-kira itulah kegiatan gue saat menjadi "single" and happy. Ya, gue harus pintar membagi waktu. Tentu, gue juga harus paham kapan gue butuh waktu untuk diri sendiri.

Kamis, 17 September 2020

DAY 5: Your Parents



As a child, we may have imagined having someone's parents. Because we don't get what they have. As a child, we may have wondered why we were not born into other, better families. Then I realized, nothing is perfect, and neither is a family.

Of course, my parents had a big role to play in shaping who I am today. I am very grateful. There are many things from them that I can learn. So if I ever decide to become a parent, I know what makes me feel good and what doesn't.

My mother was born in Jakarta. She has Javanese and Minang bloodlines. I thought she never got old. Ah, it's just her hair, her hair is turning white. Overall, her face was still the same as ten years ago. She's one of the strongest people I have ever met. She is independent. I really like the way she makes money. It feels like the Minang bloodline is working well on her! She always finds a way.

Se never forced me to do anything. She let me decide everything I wanted to do. We always discuss everything. Yes, of course not as smooth as I tell you because she rules the world (read: home). As a Taurus, I can't just say yes. As a Cancer, she is too sensitive. You can imagine if we have different perspectives.

Ah, she's too kind. She took care of everything. I really hate it. She couldn't just choose herself and her safety. She always burns herself for her family. That doesn't mean I hate my big family, no. Our relationship is fine. Sometimes she just forgets that some problems are not her responsibility.

Overall, her taste for things didn't affect me at all. Her life is straight as a ruler. No favorite music, no favorite movie, yeah, it's kind of boring about this.

But, she always tries her best for her family, and us, her children. I remember the day I asked her to buy a bike, and she bought it the next week. I remember the day I told her I needed a bracket and she asked me to go to the dentist and make an appointment. Of course, my life is not that smooth, it gets harder if I can say it. But I am very grateful to have that moment.

How about my dad? He was born in Bukittinggi and has Minang bloodline. He is one of the calmest people I have ever met. I don't like it. We couldn't communicate well. My mom and dad have been in long-distance marriage for nearly 17 years. So yeah, technically I only see him a week a month.

Have you ever felt strange with your father existence around you? It sounds terrible but I ever felt it. That happened when he decided to move to Jakarta five years ago. Yes, it's because I rarely see him. But now I have overcome this feeling.

When my mother criticizes everything, my father doesn't care at all. Yes, if you think I'm talkative, but sometimes I don't care at all, you know where it comes from.

He is one of the coolest people I have ever known. If you have ever imagined being praised by your parents, I got it from my father. I remember the day when I was homesick, he just told me he was proud of me because I had come that far.

If you've ever imagined being hugged by your parents and they say they miss you, I got it from my father. I remember the day when I came back from my studies, he opened his arms and told me to hug him because he missed me so much.

He spent his youth very well. Traveling around Indonesia with his friends. Take lots of photos and create lots of memory. I really envy this part!

I really like the way he expresses his feelings even though he doesn't do it often. His taste for things really influenced me. His taste in music influenced my playlist today. He allowed me to come to any concert I wanted while my mother didn't.

He also taught me about something I always remember, "Don't show off. That's tacky."

Rabu, 16 September 2020

DAY 4: Places You Want To Visit


Kalau ditanya tentang hal ini, sepertinya daftar tempat yang ingin gue kunjungi seiring berjalannya waktu terus bertambah, deh. Mulai dari tempat-tempat yang masih terjangkau dengan jalur darat hingga harus naik pesawat dan melewati banyak tempat.

Ada satu kota yang muncul ketika gue membaca tema tantangan hari ini. Kota yang selama ini gue simpan dalam kepala sejak duduk di bangku SMP tingkat pertama. Ya, gue tahu kota ini jauh sebelum membaca suatu novel. Nama negaranya pun muncul dalam permainan monopoli. Menjadi salah satu negara yang kalau dipijak pemain, membuat pemiliknya mendapat uang banyak.

Dulu, gue tahunya kota ini menjadi salah satu kota teromantis di dunia. Padahal menurut orang-orang yang pernah ke sana dan travel blogger yang gue ikuti, tidak sedikit pencopetan terjadi di sekitar ikon menara kota tersebut. Namun, tetap tidak menyurutkan niat gue untuk mengunjungi kota yang dijuluki pusat mode dunia.

Menyelami berbagai informasi tentang kota ini membuat gue sadar kalau gue suka dengan bangunan-bangunan tua beserta sejarah di dalamnya. Bahagianya, kota yang ingin gue sambangi suatu hari ini dekat dengan negara-negara lainnya. Negara itu pun tidak kalah akan sejarah dan bangunan tuanya. Ya, sekali mendayung, tiga negara bisa terlampaui kalau jalan-jalan ke sini.

Sepertinya gue harus berterima kasih dengan novel Andrea Hirata yang berjudul Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi. Mengingat bagaimana Ikal memandangi kotak dengan gambar menara Eiffel pemberian A Ling. Membawa kakinya melangkah keluar dari kota kecil Belitong hingga menempuh pendidikan di Universitas Sorbonne, Prancis.

Hal itu membuat gue penasaran, dan berucap "Menara Eiffel dan Sorbonne itu seperti apa, ya, bentuknya? Pokoknya gue harus ke sana. Sekolah juga apa, ya? Ya, minimal gue ke sana, deh, suatu hari nanti!" dalam hati. Ya, semoga terwujud.

Apakah berhenti di sini? Tentu tidak. Seperti yang gue katakan di atas. Selain negara-negara di Eropa sana, terjun ke dunia K-Pop membuat Korea Selatan dengan lantang masuk ke dalam daftar tempat yang ingin gue kunjungi.  Bahkan ini menjadi salah satu rencana tak terduga antara gue dan teman-teman gue yang terjebak dunia K-Pop dan tidak bisa keluar dari sini.

Meskipun belum tentu bertemu anggota GOT7, Seventeen, atau NCT, paling enggak gue bisa bernafas di kota yang sama dengan mereka. #AkibatFangirling

Ada satu kota lagi yang entah kenapa memang punya magis tersendiri. Sebenarnya ini wildest dreams of mine, sih. Entah apa yang gue cari di kota ini. Kalau kata seorang penyanyi, enggak ada yang enggak bisa dilakukan di kota ini. Kota yang lampunya enggak pernah redup.

Dituangkan dalam lagu yang dinyanyikan oleh Alicia Keys dan Jay Z dengan judul Empire State of Mind.

In New York, concrete jungle where dreams are made of

There's nothin' you can't do

Now you're in New York

These streets will make you feel brand new

Big lights will inspire you

Let's hear it for New York

Seru kali, ya, akting menjadi citizens di sana? Enggak ada tujuan liburan tertentu. Berjalan santai di Times Square pas malam atau bersantai di Central Park. Eh, ini terdengar seperti turis pada umumnya, ya?

Ya, sepertinya gue akan tetap menjadi turis pada umumnya. Gue pengin banget ke jembatan Brooklyn. Selain itu, ke Manhattan dan lihat Manhattanhenge. Gue mau lihat matahari di ujung gedung di Manhattan ini karena baca novel Sunshine Becomes You milik Ilana Tan.

Yup, lagi-lagi novel yang menginspirasi tempat-tampat yang ingin gue kunjungi. Namanya juga inspirasi, ya, bisa datang dari mana aja. Gue pengin juga, sih, ke Iceland untuk melihat Aurora dan ke Swiss untuk main salju. Namun, tiga tempat itulah yang bersarang dalam-dalam di kepala gue. Tuh, kan! Semakin dipikirin, semakin banyak tempat yang ingin gue datangi!

Anyway, berhubung di Indonesia enggak ada salju, sepertinya seru, ya, menghabiskan musim dingin di kota-kota tersebut? Gimana? Yang sudah pernah, tolong ceritakan pengalaman kamu ke aku segera.

Selasa, 15 September 2020

DAY 3: A Memory

 

Sejujurnya, gue selalu lupa kalau gue sedang mengikuti tantangan menulis selama 30 hari. Gue selalu mengingatnya beberapa jam sebelum hari berganti. Ini hari ke-3 dan hal yang harus gue tulis adalah memori. Tangan gue berhenti bergerak saat ingin menulis tema ini. Monolog dengan diri sendiri pun enggak bisa dihindari.

Memori apa yang akan gue kenang dan tulis? Memori sebelah mana yang harus gue buka pintunya? Senang, kah? Sedih, kah? Pahit, kah? Atau yang mana?

Kini mereka menggedor dengan kencang meminta izin untuk keluar. Mengetuk dengan sekuat tenaga ketika mata gue mulai membaca kata "A Memory". Mereka saling unjuk diri siapa yang paling kuat agar dituliskan dalam tantangan hari ini.

Namun, akan berapa kali scroll pembaca gue nanti kalau gue tuangkan semua di sini?

Kalau bisa diutarakan, diri gue hari ini sebagian besar terbentuk karena memori-memori di masa lalu. Seperti kata orang pada umumnya, guru terbaik itu pengalaman. Pengalaman-pengalaman itulah yang kini gue simpan dalam-dalam di kepala.

Seringkali di suatu malam saat mata enggak sanggup terpejam walau lampu telah padam, memori-memori itu muncul, entah untuk menghadirkan senyum atau umpatan kasar karena tindakan bodoh di masa lalu. Kemudian, mengucap dalam hati "Seandainya..." "Ah, kalau saja waktu itu gue..." berkali-kali.

Meski tidak sedikit memori yang membuat kedua sudut bibir gue tertarik ke atas lalu berucap "What have I done to deserve someone like you?", "Do I deserve this happiness?". Memori-memori ini seringkali membuat gue ingin mengulang hari, mengunjungi lagi tempat yang telah gue kunjungi, merasakan lagi apa yang pernah gue rasakan, dan kembali membuat percakapan di kepala "Can we back to that time right now and live in that moment for a while?"

Sayang, memori juga efek magis yang menakutkan; kekosongan. Membuat gue berusaha sekuat tenaga untuk membuang bagian itu. Namun, manusia enggak pernah bisa memilih memori mana yang ingin disimpan dan buang. Semua menjadi satu paket antara satu sama lain yang seringkali datang tanpa persetujuan. Mungkin ini yang namanya kenyataan, enggak selalu menyenangkan.

-

Dear self, I hope you live your life to the fullest, make the best memories, so that your head will be full of the best. To make your lips lift up beautifully and to make tears of joy.

With love,
yourself.

Senin, 14 September 2020

DAY 2: Things That Make You Happy


Kalau saja pertanyaan ini sebuah benda, maka akan gue jadikan salah satu jawabannya. Kalau saja waktu adalah sebuah benda, maka juga akan gue pilih sebagai jawabannya.

Namun, yang ditanyakan adalah benda apa yang membuat gue bahagia?

Buku

Sebenarnya banyak sekali hal yang membuat gue bahagia. Buku salah satunya. Gue memilih buku karena gue hobi membaca sejak gue duduk di bangku SMP. Membaca buku itu salah satu cara gue mendapat pandangan baru atas sesuatu. Mendapat cara baru untuk memaknai hal. Membaca buku membuat gue tahu, banyak situasi nyata yang lekat dengan kehidupan kita sehari-sehari, tetapi luput dari pandangan.

Overall, gue suka sama buku yang bergenre slice of life, romantis, dan petualangan. Gue sangat menghindari membaca genre horor karena gue enggak suka membayangkan situasi yang terjadi di buku tersebut. Apakah gue pernah coba? Ya dan gue kapok. Thank you, next!

Makanan dan Minuman

Benda lainnya yang membuat gue senang adalah makanan dan minuman. Kayaknya semua orang dibuat senang dengan dua hal ini. Kalau menurut teman gue, lidah gue itu hanya kenal kata "enak" dan "enak banget". Meskipun gue termasuk yang monoton. Gue akan makan dan minum yang itu-itu saja.

Entah kenapa gue selalu merasa senang kalau ketemu sama makanan. Apalagi kalau seseorang memberikan makanan atau camilan favorit gue. The feeling is really good! It feels like someone is really paying attention to me.

Sayangnya, kalau minuman gue hanya mengenal tiga rasa, kalau enggak coklat dan es teh manis, ya, kopi. Gue tahu, sih, ini enggak sehat. Gue selalu berusaha untuk konsisten agar mengkonsumsi minuman ini hanya dua gelas per hari.

Gue juga enggak bisa kalau enggak minum minuman dingin dalam sehari. Bisa cranky parah! Kalau gue sudah menghabiskan jatah dua gelas sehari itu, gue mengakalinya dengan minum air putih ditambah es batu.

Fun fact, memberikan makanan dan minuman ke orang lain itu membuat hubungan kalian lebih hangat dan akrab, loh!

Make-up

Hal membahagiakan lainnya adalah make-up. Gue sudah tertarik dengan alat untuk merias wajah ini sejak SMA. Waktu gue ikut ekstrakurikuler saman di mana harus dandan, ini menjadi bagian yang menyenangkan meski hati sedang cemas karena akan tampil depan banyak orang.

Mulai dari sana gue mencari tahu apa saja make-up itu. Mulai dari foundation, eyeshadow, blush on, dan sebagainya. Gue mulai suka nonton tutorial make-up, mencari tahu teknik-tekniknya, dan masih banyak lainnya.

Dua hal yang paling gue suka itu lipstik dan eyeshadow. Gue punya belasan koleksi lipstik dan 6 di antaranya dari merek yang sama. Wow, betapa setianya gue kalau sudah suka sesuatu. Untuk eyeshadow, gue suka banget sama style western. Warna eyeshadow dan lipstik yang selalu gue pakai juga yang bold.

Teman gue sudah hafal banget sama style make-up gue. No bold, no Felly.

Handphone

Ya, gue memasukkan handphone ke dalam benda-benda yang membuat gue bahagia. Ini bukan perkara gue bisa membuka media sosial sepuasnya, unggah foto di Instagram kapan pun, atau membuat tweet dengan mudah. Buat gue, memaksimalkan penggunaan handphone itu sangat mempermudah banyak hal dan ini membahagiakan.

Belakangan ini gue sadar kalau gue bisa bekerja dengan benda kecil di genggaman gue ini. Gue bisa menonton serial favorit gue kapan pun dan di mana pun tanpa repot membuka laptop terlebih dahulu. Hal lain yang menjadi pertimbangan untuk memilih benda ini adalah gue juga bisa membaca buku di sini.

Emang gue anaknya ingin sepraktis mungkin. Jadi, kemudahan ini membawa kebahagiaan tersendiri untuk gue. Ya, meskipun enggak jarang gue ingin mematikan benda ini untuk beberapa jam dan enggak diganggu siapa pun.

Uang

Ini enggak perlu dijelaskan lebih lanjut, kan, ya? Who doesn't love this one?