Rabu, 23 September 2020

DAY 11: Talk About Your Sibling

Ya, Allah. Ini manusia pasti bakal membaca tulisan ini karena kita saling mengikuti di Twitter. Namun, namanya tantangan, ya, harus dikerjakan.

Tiga tahun lebih muda, manusia ini lahir 19 tahun lalu tepat pada Hari Pendidikan Nasional. Tentu, hal ini membuat gue dan manusia ini memiliki zodiak yang sama. Iya, gue suka membahas zodiak. Emang kenapa?!

Selain zodiak yang sama, nama gue dan manusia ini pun hanya berbeda dua huruf. Kenapa orang tua gue kurang kreatif, ya? Literally beda dua huruf! Terkadang kita pun enggak tahu siapa yang lagi dipanggil.

Meskipun zodiak dan nama kita berdua sama, tetapi sifat dan sikap kita menghadapi sesuatu itu sangat berbeda.

Dengan tubuh langsing dan ramping membuat manusia ini sering dibilang enggak dikasih makan. Berbeda dengan gue. Malah aneh kalau gue enggak makan.

Punya rambut lurus dan bertekstur halus membuat manusia ini berbeda sendiri di rumah. Namun, suatu kejadian membuat rambutnya tumbuh enggak seindah dulu. Akibat potong rambut enggak izin.

Kalau gue membeli sesuatu karena butuh, manusia ini membeli sesuatu karena rasa penasaran. Kalau gue bisa setia terhadap apa yang gue lagi kerjakan, manusia ini menyerah karena rasa bosan.

"Kalau bisa menumpuk cucian kotor, kenapa tidak?" adalah motto hidup manusia ini. Dia bisa mengganti baju beberapa kali dalam sehari. Ya, meskipun gue akui everything she wears fit well on her.

Manusia ini enggak humoris, tetapi setiap ocehan dan tingkah bodohnya selalu berhasil membuat gue tertawa.
"Kenapa, sih, lu no brain banget?"
"No brain."
"Lu kerja, gih, biar gue cepet-cepet minta duit sama lu."
"Beli kopi, yuk! Tapi lu yang beliin, lah!"

Waktu gue kecil, manusia ini menjadi lawan terbaik untuk berantem. Kalau sekarang, sih, sakit juga dipukul manusia ini.

Kerjaan dia akhir-akhir ini kalau enggak bikin gue naik darah, ya, minta jajan. Kenapa juga selalu gue kasih?

Sekarang sudah membawa pacarnya ke rumah. Salim sama gue dan yang lain untuk izin pergi keluar. Woah, padahal dia akan selalu menjadi adik kecil no matter how old she is.

Gue selalu gregetan dengan anak kecil, sementara manusia ini bisa mengayomi. Gue akan mengatakan yang gue enggak suka, sementar manusia ini hanya perlu dibaca mimik wajahnya.

Apalagi, ya? Gue sudahi saja, deh, tema hari ini. Gue enggak ingin lama-lama mengizinkan manusia berada dalam otak gue. Bye.

Selasa, 22 September 2020

DAY 10: Your Best Friend



Shit. I hate this theme.

Best friend alias sahabat adalah salah satu kata beserta pengertiannya yang gue hindari untuk dibahas. Entah, gue enggak suka aja dengan konsep ini.

Gue mencari pengertian sahabat di KBBI, tetapi enggak ada yang pas di hati. Entah apa itu arti dari kata sahabat.

Kalau dari Urban Dictionary, sih, a best friend is someone who is there for you through thick and thin. It's someone who listens and understands you. Someone you can call anytime about anything you feel you need to 'tell' or 'vent'.

Gue enggak percaya dengan konsep ini mungkin karena gue tahu rasanya ditinggalkan teman tanpa alasan dan pertengkaran. Kalau kata orang zaman sekarang, sih, ghosting.

Kadang gue suka iri dan amaze kalau melihat orang punya teman dari kecil dan dekatnya itu sampai dewasa. Bukan sekedar saling kenal aja.

Gue selalu senang kalau bisa dekat dengan seseorang. Apalagi kalau kita bisa saling berbagi cerita mulai dari hal receh sampai tentang saudara jauh keluarga. Rasanya senang aja ketika seseorang mempercayai gue. 

Namun, apakah gue jadi percaya dengan konsep sahabat? Oh, tentu tidak. Bahkan, gue membatasi kalimat tersebut dengan "teman baik".

Sampai suatu hari gue ditampar dengan sebuah kalimat dari teman gue yang menurutnya gue itu melakukan sesuatu yang gue enggak percaya; persahabatan.

Setelah gue pikir-pikir, betul juga. Bagaimana bisa gue punya hubungan pertemanan dengan seseorang ketika gue dan dia saling percaya sebegitu jauhnya. Mulai dari diizinkan ambil barang di kamarnya kapan pun, cerita dari hal receh sampai soal keluarga, dan masih banyak lainnya.

Meskipun gue masih percaya kalau hubungan pertemanan itu dipengaruhi jarak. Maksud gue, ketika kita dekat dengan seseorang di suatu tempat, lalu kita harus pergi dari tempat itu, pasti cara berkomunikasi kita akan berbeda.

Ini enggak salah, sih, karena memang beberapa hal harus menyesuaikan keadaan aja.

Namun, ada sedikit orang dalam hidup gue yang tidak terpengaruh dengan kepercayaan gue di atas; jarak mempengaruhi. Ada beberapa orang dalam hidup gue yang masih sama cara berkomunikasinya no matter how far we are.

Gue punya segelintir orang yang bisa gue telpon jam 1 pagi hanya untuk mengobrol tanpa arah. Entah kenapa juga gue bisa dihubungi jam 3 pagi untuk menemani mereka. How could I do that if I don't believe about best friend thing?

Orang-orang ini spesial, sih. Mulai dari ketawa sampai tangisnya, gue tahu. Mulai dari eror sampai bijaknya pun gue tahu. Orang-orang ini masuk ke dalam bagian mimpi atau ocehan harapan gue. Entah untuk membuat a atau pergi ke tempat b.

I'm grateful for having them in my life. Mereka mengajarkan gue untuk berbagi ke orang lain, mengajarkan gue untuk peka dengan keadaan, dan mengajarkan gue untuk terus berani punya harapan.

Orang-orang terdekat gue itu ajaib. Kalau berdasarkan zodiak, sih, harusnya enggak cocok. Bahkan, hal sehari-hari aja lebih banyak cekcoknya. Namun, entah kenapa mereka masuk ke daftar orang-orang penting dalam hidup gue. Masuk ke daftar orang-orang yang enggak peduli ocehan gue penting atau enggak, gue akan kasih tahu mereka tanpa takut mereka terganggu.

Gue kenal orang-orang ini sejak masuk SMA. Kalau dihitung-hitung, ya, hampir 8 tahun. Apakah semulus itu pertemanan gue? Ya, tentu tidak, kawan. Gue yang tidak sabaran ini pernah ingin menyerah. Teman gue yang sensitif itu hanya perlu waktu. Oh, jangan lupa yang satu lagi pun enggak suka ambil pusing.

Kan, gue membahas betapa enggak cocoknya sifat antara satu sama lain. 

Apalagi, ya? Ah, sudahlah.

Gue tetap enggak suka kata selamanya, sih. Bullshit aja untuk gue. Namun, gue tetap berdoa, semoga pertemanan gue dan mereka berlangsung lama. Kalau memang waktu gue dan mereka semakin sempit, semoga karena kesibukan orang usia dewasa, bukan karena kita saling meninggalkan.

Senin, 21 September 2020

DAY 9: Write About Happiness


Wow, this is a nice question but hard at the same time. I'm the kind of person who gets excited over things easily. I could be happy just because of the food and a cup of ice coffee.

I could be happy just because of watching GOT7 and Seventeen content. I love the way they're smiling and laughing. I love the way they're mocking each other. I am happy about that.

I am happy when my mom doesn't yell at me. I will take this as a really beautiful day. I'm sorry, Mom! HAHAHA.

I'm happy when I spent my time with my sister, my boyfriend, and my friends. I'm really happy just for a little thing.

Minggu, 20 September 2020

DAY 8: The Power of Music


Papa gue pernah bilang, kalau orang yang enggak suka musik itu hidupnya bakal stres. Mungkin enggak sepenuhnya benar, tetapi gue setuju.

Siapa, sih, yang enggak suka mendengarkan musik? Menurut gue, musik itu salah satu hiburan yang paling mudah diakses. Gue bisa mendengarkan musik kapan pun dan di mana pun.

Gue mendengarkan musik sejak kecil. Lagu daerah dari kakek, lagu pop Indonesia dari om, lagu lawas Indonesiadari mama, dan lagu barat dari papa. Mendengarkan lagu zaman mereka membuat gue suka dengan lagu lawas.

Sekarang, sih, gue eksplore musik dengan sendirinya. Mulai dari mendengarkan secara acak di Spotify, rekomendasi di Twitter, atau playlist milik teman.

Gue selalu mendengarkan musik sebelum tidur. Enggak jarang juga saat gue bekerja. Meskipun terkadang mengganggu konsentrasi, sih. Gue juga bisa mendengarkan musik sambil membaca. Padahal ini enggak bagus. Jangan ditiru, guys!

Namun, gue tidak bisa mendengarkan musik sambil berolahraga seperti orang pada umumnya. Entah, gue malah jadi enggak fokus olahraga dan pusing. Aneh memang.

Gue mendengarkan segala jenis musik, tetapi paling sering pop. Belakangan gue lagi mendengarkan musik bergenre rock. Entah, gue jadi penuh energi dan bersemangat.

Musik juga membuat gue belajar alat musik. Membayangkan diri gue bermain alat musik sambil bernyanyi. Bagian ini di-skip aja, ya. Selain kemampuan main gitar gue yang belum bertambah, suara gue juga terlalu merdu.

Dua tahun masuk ke dunia K-Pop, gue enggak hanya mendengarkan musik dalam bahasa Inggris atau Indonesia saja. Gue  mulai mendengarkan musik dalam bahasa Korea yang merembet ke musik berbahasa Jepang, Cina, bahkan Prancis. Ya, musik menjadi salah satu alat buat gue belajar bahasa asing.

Selain itu, the power of music membuat gue belajar dalam pemilihan kata. Gue sangat salut dengan penulis lagu yang bisa menyampaikan perasaan atau pesannya dengan lirik yang tersirat.

Salah satu yang paling gue ingat itu lagunya Stevie Wonder - I Just Called To Say I Love You. Gue amazed bagaimana di lagu itu disebutkan 12 bulan tanpa menyebutkan nama bulannya. Coba, deh, baca liriknya.

Gue juga salut dengan penyanyi yang menggunakan musik untuk menyampaikan self love, empowerments, dan kritik suatu keadaan. Bagaimana sebuah lagu benar-benar bisa mewakili keadaan yang sedang dialami seseorang. Bagaimana sebuah lagu bisa membuat orang terdasar betapa berharga dirinya. Bagaimana sebuah lagu dapat membangkitkan semangat seseorang.

Ya, tetapi musik tetap musik. Terkadang hanya perlu dinikmati tanpa harus banyak dikomentari.

Musik juga membuat gue penasaran bagiamana rasanya bernyanyi langsung bersama penyanyi dan penggemar lainnya. Membuat gue menanti konser penyanyi yang gue suka. Bikin gue semangat menabung juga untuk mewujudkan keinginan ini. Wow, sungguh ada pengaruhnya musik ke diri gue.

Sabtu, 19 September 2020

DAY 7: Favorite Movies

Film Lady Bird dan Little Women karya Greta Gerwig

Ada banyak film yang membekas di hati gue atau memberikan sebuah inspirasi. Namun, entah kenapa dua film ini membekas di ingatan karena pesan tersiratnya sangat erat dengan kehidupan sehari-hari buat gue. Ya, meskipun banyak banget film yang merepresentasikan kenyataan.

Lady Bird - Greta Gerwig

Gue memilih film Lady Bird yang dibintangi oleh Saoirse Ronan dan disutradarai oleh Greta Gerwig. Lady Bird menceritakan kehidupan seorang remaja perempuan yang sedang mencari jati dirinya. Film ini bergenre drama dan komedi yang sukses memporak-porandakan emosi gue.

Kalau umumnya kisah remaja identik dengan kehidupan sekolah serta huru-haranya, Lady Bird menekankan hubungan seorang anak perempuan bernama Christine dengan ibunya. Christine yang ingin dipanggil Lady Bird  ini berasal dari Sacramento dan ingin keluar dari daerah tersebut saat kuliah nanti.

Adegan yang paling gue ingat dari film ini adalah saat Lady Bird loncat dari mobil yang sedang dikendarai ibunya dan ucapan Lady Bird kepada ibunya bahwa dia akan mengganti semua uang yang ibunya pernah keluarkan untuk membiayainya. Sial. Bagian ini pahit banget buat gue.

Komunikasi Lady Bird dengan ibunya bikin gue sakit kepala. Kalau kalian kira hubungan mereka itu buruk karena jarang berkomunikasi, tebakan kalian salah. Mereka saling menyayangi dengan bahasa cinta yang berbeda. Repot, kan?

Di sisi lain, seperti remaja pada yang sedang mencari jati dirinya, Lady Bird menjadi keras kepala, pemberontak, dan seakan paling tahu apa yang dia inginkan dalam hidupnya. Sedangkan sebagai orang tua, ibunya Lady Bird sangat protektif dan juga seakan paling tahu apa yang terbaik untuk anaknya.

Apa kalian tidak asing dengan situasi ini? Ya, gue rasa hampir semua orang melalui keadaan ini. Sebuah proses saat menginjak usia remaja menuju dewasa. Gue sangat salut dengan Greta Grewig sebagai sutradara sekaligus penulis film ini. Greta berhasil membangun percakapan yang terasa menyakitkan, menampar, dan mengharukan di satu waktu.

Akting pemeran Lady Bird dan ibunya patut diacungi dua jempol! Pemeran-pemeran lainnya juga melengkapi jalan cerita yang disuguhkan menjadi semakin ciamik.

Little Women - Greta Gerwig

Lagi-lagi, film dari Greta Gerwig gue pilih sebagai salah satu film favorit gue. Little Women dibintangi oleh Saoirse Ronan, Emma Watson, dan bintang film papan atas lainnya. Film ini di adaptasi dari novel klasik dengan judul yang sama karya Louisa May Alcott.

Little Women menceritakn kisah Jo (Saoirse Ronan), Meg (Emma Watson), Amy (Florence Pugh), dan Beth (Eliza Scanlen), empat perempuan bersaudara yang memiliki mimpi serta pandangan yang berbeda terhadap pernikahan. Jo ingin menjadi seorang penulis terkenal, Meg menyukai akting, Amy ingin menjadi pelukis, dan Beth mencintai musik dan suka bermain piano.

Sejujurnya gue sangat fokus dengan Jo dan Meg dalam menyikapi mimpi dan pernikahan. Menurut mereka, pernikahan adalah salah satu tanda berakhirnya masa kecil yang bebas. Jo, tidak percaya pada pernikahan dan berpikir bahwa seorang perempuan tidak harus menikah untuk bisa sukses.

Ada adegan saat Jo membujuk Meg yang kala itu memutuskan untuk menikah. Jo mengatakan bahwa pernikahan itu tidak begitu penting. Ia mengajak Meg untuk tumbuh bersama menggapai mimpinya menjadi artis. Di bagian ini gue ditampar sebuah kenyataan bahwa prioritas hidup orang itu memang beda-beda.

Meg mengatakan bahwa ia ingin menikah dengan laki-laki yang ia cintai itu. Mimpinya saat ini memiliki keluarga dan mengurus keluarga kecilnya. Gue cukup sakit kepala saat mendengar kalimat dari Meg, tetapi salah satu ucapan Meg membuat gue terenyuh.

"Just because my dreams are different than yours, it doesn't mean they're unimportant."

Gue mendapat pelajaran kecil yang sangat berharga dari film yang gue tonton beberapa bulan lalu ini. Kalau boleh dikatakan, ya, gue satu tim dengan Jo. Namun, ucapan Meg ini di film ini membuat gue sadar kalau, ya, pernikahan mungkin salah satu tujuan hidup seseorang dan itu enggak salah.

Memang prioritas dan tujuan hidup orang berbeda-beda. Apa yang baik untuk gue, belum tentu untuk baik orang lain. Vice versa. Begitu pun sebuah mimpi.

Itu dua dari berbagai film favorit gue yang sangat membekas di hati. Menurut gue, dua film ini menggambarkan kejadian-kejadian yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. I really recomend you to watch Lady Bird and Little Woman. These movies are great as hell.