Selasa, 22 September 2020

DAY 10: Your Best Friend



Shit. I hate this theme.

Best friend alias sahabat adalah salah satu kata beserta pengertiannya yang gue hindari untuk dibahas. Entah, gue enggak suka aja dengan konsep ini.

Gue mencari pengertian sahabat di KBBI, tetapi enggak ada yang pas di hati. Entah apa itu arti dari kata sahabat.

Kalau dari Urban Dictionary, sih, a best friend is someone who is there for you through thick and thin. It's someone who listens and understands you. Someone you can call anytime about anything you feel you need to 'tell' or 'vent'.

Gue enggak percaya dengan konsep ini mungkin karena gue tahu rasanya ditinggalkan teman tanpa alasan dan pertengkaran. Kalau kata orang zaman sekarang, sih, ghosting.

Kadang gue suka iri dan amaze kalau melihat orang punya teman dari kecil dan dekatnya itu sampai dewasa. Bukan sekedar saling kenal aja.

Gue selalu senang kalau bisa dekat dengan seseorang. Apalagi kalau kita bisa saling berbagi cerita mulai dari hal receh sampai tentang saudara jauh keluarga. Rasanya senang aja ketika seseorang mempercayai gue. 

Namun, apakah gue jadi percaya dengan konsep sahabat? Oh, tentu tidak. Bahkan, gue membatasi kalimat tersebut dengan "teman baik".

Sampai suatu hari gue ditampar dengan sebuah kalimat dari teman gue yang menurutnya gue itu melakukan sesuatu yang gue enggak percaya; persahabatan.

Setelah gue pikir-pikir, betul juga. Bagaimana bisa gue punya hubungan pertemanan dengan seseorang ketika gue dan dia saling percaya sebegitu jauhnya. Mulai dari diizinkan ambil barang di kamarnya kapan pun, cerita dari hal receh sampai soal keluarga, dan masih banyak lainnya.

Meskipun gue masih percaya kalau hubungan pertemanan itu dipengaruhi jarak. Maksud gue, ketika kita dekat dengan seseorang di suatu tempat, lalu kita harus pergi dari tempat itu, pasti cara berkomunikasi kita akan berbeda.

Ini enggak salah, sih, karena memang beberapa hal harus menyesuaikan keadaan aja.

Namun, ada sedikit orang dalam hidup gue yang tidak terpengaruh dengan kepercayaan gue di atas; jarak mempengaruhi. Ada beberapa orang dalam hidup gue yang masih sama cara berkomunikasinya no matter how far we are.

Gue punya segelintir orang yang bisa gue telpon jam 1 pagi hanya untuk mengobrol tanpa arah. Entah kenapa juga gue bisa dihubungi jam 3 pagi untuk menemani mereka. How could I do that if I don't believe about best friend thing?

Orang-orang ini spesial, sih. Mulai dari ketawa sampai tangisnya, gue tahu. Mulai dari eror sampai bijaknya pun gue tahu. Orang-orang ini masuk ke dalam bagian mimpi atau ocehan harapan gue. Entah untuk membuat a atau pergi ke tempat b.

I'm grateful for having them in my life. Mereka mengajarkan gue untuk berbagi ke orang lain, mengajarkan gue untuk peka dengan keadaan, dan mengajarkan gue untuk terus berani punya harapan.

Orang-orang terdekat gue itu ajaib. Kalau berdasarkan zodiak, sih, harusnya enggak cocok. Bahkan, hal sehari-hari aja lebih banyak cekcoknya. Namun, entah kenapa mereka masuk ke daftar orang-orang penting dalam hidup gue. Masuk ke daftar orang-orang yang enggak peduli ocehan gue penting atau enggak, gue akan kasih tahu mereka tanpa takut mereka terganggu.

Gue kenal orang-orang ini sejak masuk SMA. Kalau dihitung-hitung, ya, hampir 8 tahun. Apakah semulus itu pertemanan gue? Ya, tentu tidak, kawan. Gue yang tidak sabaran ini pernah ingin menyerah. Teman gue yang sensitif itu hanya perlu waktu. Oh, jangan lupa yang satu lagi pun enggak suka ambil pusing.

Kan, gue membahas betapa enggak cocoknya sifat antara satu sama lain. 

Apalagi, ya? Ah, sudahlah.

Gue tetap enggak suka kata selamanya, sih. Bullshit aja untuk gue. Namun, gue tetap berdoa, semoga pertemanan gue dan mereka berlangsung lama. Kalau memang waktu gue dan mereka semakin sempit, semoga karena kesibukan orang usia dewasa, bukan karena kita saling meninggalkan.