Selasa, 29 September 2020

DAY 17: Ways To Win My Heart

Kadang gue juga bingung karena sejujurnya gue mudah jatuh hati sama hal kecil, ya, tetapi juga jadi mudah ilfeel.

Belakangan ini, sih, gue suka dengan konsep memanusiakan manusia. Gue memperhatikan orang dari bagaimana dia bersikap terhadap orang lain. Bagaimana dia memperlakukan tukang parkir, cleaning service, dan sebagainya. Ini salah satu cara paling mudah untuk memenangkan perasaan gue.

Gue juga suka ketika orang mudah beradaptasi. Bagaiamana dia membawa diri di setiap keadaan dengan porsi yang pas. Di sisi lain, gue suka dengan orang yang berwawasan luas dan mampu memberikan pengetahuannya tanpa mengintimidasi dan merendahkan.

Kalian pernah merasa diri kalian aneh, enggak? Gue sering. Dari sini gue belajar untuk enggak menghakimi kalau seseorang itu berbeda, entah gaya berpakaian, selera musiknya, atau apapun itu (selama tidak merugikan orang lain). So, how to win my heart again? Don't be judgemental.

Gue mudah tersanjung, sih, sejujur dengan gesture kecil dari seseorang. Declaimer, hal-hal yang gue sebutkan di sini bukan hanya soal pasangan, sih. Gue menerapkan ini untuk menerima seseorang dalam hidup gue. Pertemanan contohnya.

Oh, iya, gue juga enggak suka dengan orang yang suka menyepelekan sesuatu. Terkadang apa yang enggak penting buat kita, penting buat orang lain. Jadi, ya, pintar-pintar baca keadaan sebelum banyak komentar.

Begitu kira-kira cara untuk memenangkan hati gue.


Senin, 28 September 2020

DAY 16: Someone You Miss

Saya merindukan orang itu, seseorang yang mengungkap isi hati dan pikirannya melalui untaian kata dengan lantang. Nampaknya kini ia sedang terlelap, entah kapan akan kembali terbangun. Saya merindukan orang itu, yang mampu memberikan makna dan kesan mendalam di setiap katanya.

Sesekali saya menemuinya di pantulan cermin. Ia penuh semangat dan siap mengungkapkan isi hatinya. Namun, tak jarang ia hilang kepercayaan diri. Kembali lesu dan terlelap. Saya merindukan orang itu dengan diksi dan kosakatanya yang beragam. Terkadang saya ingin memaksanya bangun dan duduk bersamanya.

Kini ia banyak berpikir, banyak mempertimbangkan, dan urung untuk mengungkapkan. Padahal tak ada salahnya beranggapan. Saya merindukan orang itu dan saya membutuhkannya.

Minggu, 27 September 2020

DAY 15: If You Could Run Away, Where Would You Go?

Awalnya gue mau jawab ke museum, tetapi seperti ada yang kurang. Mau jawab ke pantai, gue enggak sesuka itu dengan laut. Mau jawab ke gunung, gue juga enggak sebegitunya dengan kegiatan alam.

Terlintaslah suatu kota yang enggak pernah terbayang akan menjadi salah satu tempat penuh dengan kenangan.

Kalau gue bisa pergi sekarang, gue akan memilih ke Malang. Alasan paling cepat, sih, gue pengin wisuda. Namun, gue akan coba jelaskan kenapa gue memilih pergi ke kota perantauan ini.

Gue akan pilih ke Malang dengan tujuan menuntaskan tugas sebagai perantau. Bukan hal wajib, tetapi seperti belum afdol saja rasanya.

Hal yang ingin gue lakukan pertama kali adalah main ke Paralayang. Iya, gue belum pernah ke sana dari pertama kali menginjakkan kaki hingga mengucapkan selamat tinggal di akhir Desember tahun lalu.

Gue juga pengin main ke Museum Angkut. Ini juga belum pernah. Astaga, perantau macam apa gue, nih?! Gue pengin ke Sendiki dan berangkat dari pagi.

Pengin lihat pantai yang menurut orang-orang itu bagus. Sebenarnya gue pernah ke Sendiki, hanya saja kemalaman. Gue enggak bisa lihat apapun selain ribuan bintang di gelap malam.

Gue, gue ingin menikmati setiap momen di Malang dengan baik. Gue mau meninggalkan kota itu dengan perasaan lega. Terakhir gue sadar, sih, gue sedikit mengumpat kenapa gue harus merantau jauh.

Padahal kalau gue pikir lagi, banyak banget hal seru dan kenangan manis di sana yang mungkin enggak akan gue temui di Jakarta. Ya, gue pilih ke Malang untuk menuntaskan yang mengganjal di hati.

Sabtu, 26 September 2020

DAY 14: Describe Your Style

It's bad. It is.

Terlahir sebagai perempuan, tentu ada konsep feminin yang melekat. Namun, gue malah sebaliknya. Sejak kecil, ketimbang menggunakan pakaian yang feminin, gue lebih sering pakai kaus dan jeans. Hal ini tentu membuat label tomboy melekat dalam diri gue. Ditambah rambut gue selalu pendek.

Label tomboy ini sebenarnya mengurungkan niat gue untuk melakukan beberapa hal, seperti menari waktu di SD. Ah, gue menyesal. Padahal gue sangat tertarik dengan menari.

Style gue itu malah bisa dibilang jelek karena gue enggak sebegitu pedulinya. Kalau kata teman gue, sih, sudah bisa bikin malu sekitar. Gue suka enggak peduli dengan motif celana dan baju yang bertolak belakang.

Ya, biasanya, sih, gue pakai kaus dan jeans aja. Semenjak kuliah, ya, ada celana bahan dan kemeja. Ya, tetapi begitu aja. Gue selalu pilih warna basic. Hitam, cokelat, biru gelap, dan warna-warna basic lainnya.

Hal feminin yang melekat di gue sepertinya hanya make-up dan flatshoes. Gue sesuka itu sama dua hal ini.

These days gue memberanikan diri menggunakan dress. Ah, gue suka banget dengan diri gue kalau lagi pakai dress. Teman gue yang gue percaya punya selera bagus pun bilang kalau long dress fits well on me. Yeah, noted!

Belakangan ini isi keranjang di toko online adalah berbagai macam dress. Gue pun mulai menggunakan dress gue yang sudah lama tersimpan di lemari. Memberanikan diri menggunakan pakaian yang bermotif. 

Ah, senangnya. I hope I can figure out more about myself. What's about you? What's your style?

Jumat, 25 September 2020

DAY 13: Favorite Book

Gue tidak menyangka akan menuliskan nama ini. Gue pikir gue akan menulis judul buku yang memberi gue inspirasi pergi ke suatu tempat. Ternyata enggak. Gue akan menulis judul buku yang ditulis Mas Aih alias Galih Hidayatullah.

Beberapa waktu lalu Mas Aih memberika dua pdf bukunya secara gratis untuk menemani kita di rumah selama PSBB berlangsung. Syukur, gue sempat mengunduhnya.

Ini pertama kalinya gue membaca karya Mas Aih dan gue jatuh cinta dengan Seperti Bianglala, pada Sebuah Akhir Kita Memulai. Kumpulan cerita pendek dan percakapan beberapa tokoh di sini benar-benar memberikan banyak pesan tersirat.

Beberapa cerita punya plot twist yang cukup membuat hati gue kosong sesaat. Kenapa gue pilih buku ini? Kejadian-kejadian yang Mas Aih gambarkan itu dekat dengan kehidupan sehari-sehari. Kita akan merasa tertampar.

Berkali-kali gue unggah potongan-potongan cerita itu, berkali-kali juga gue mendapat balasan dari followers gue "Bukunya siapa, Fel?"

Yes, I know! This book is worth to read. Ketampar juga, kan, kalian ketika baca potongan-potongan yang gue unggah?

Cerita ini mengisahkan bagaimana akhir dari sesuatu itu bisa menjadi sesuatu yang baru. Kebukanya kesempatan-kesempatan lain. Yang lalu biarlah berlalu. Jangan sampai putus harapan.